Manokwari, TABURAPOS.CO – Untuk kesekian kalinya, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Manokwari menunda sidang perkara dugaan prostitusi online dan atau pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang digelar tertutup untuk umum.
Sidang terhadap para terdakwa, yaitu: EO, NF, M, AP, dan K tanpa pengguna jasa prostitusi online berinisial SJ, kembali ditunda majelis hakim, Senin (22/1/2024) sore, lantaran jaksa penuntut umum (JPU) belum bisa menghadirkan para saksi.
Padahal, JPU Kejari Manokwari, Muhammad Dasim Bilo, SH sudah memanggil saksi penangkap, dalam hal ini aparat kepolisian, tetapi tidak hadir tanpa alasan yang jelas.
Akhirnya, majelis hakim meminta JPU untuk memanggil saksi kembali untuk didengarkan keterangannya, Kamis mendatang.
Dengan ketidakhadiran para saksi penangkap yang sudah berulang kali dipanggil, maka para terdakwa dan penasehat hukumnya, Rustam, SH, hanya bisa gigit jari, persidangan ditunda-tunda.
Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Manokwari, Ibrahim Khalil, SH, MH didampingi JPU, Muhammad Dasim Bilo, SH mengakui bahwa pihaknya telah berupaya untuk memanggil para saksi, tetapi seperti dilihat langsung di persidangan, saksi tidak hadir.
“Mungkin juga saksi berhalangan atau ada tugas luar begitu, sehingga tidak bisa hadir, maka kami minta ditunda lagi,” jawab Kasi Pidum yang dikonfirmasi Tabura Pos di PN Manokwari, Senin (22/1/2024).
Menurut Ibrahim Khalil, JPU telah berupaya untuk memanggil para saksi. “Insya Allah, hari Kamis kita akan hadirkan,” ujar Ibrahim Khalil, diamini Muhammad Dasim Bilo.
Secara terpisah, penasehat hukum para terdakwa, Rustam, SH menyesalkan penundaan sidang yang kelima kalinya, hanya karena ketidakhadiran saksi dari pihak kepolisian.
“Apakah di Polresta itu penyidik tidak ada, cuma satu, sehingga sidang ditunda sampai lima kali ini? Artinya, di satu sisi, ini kan tidak menghargai proses persidangan, contempt of court, kalau begini,” sesal Rustam kepada Tabura Pos di PN Manokwari, kemarin.
Menurut dia, sebenarnya penyidik sudah diberikan kesempatan dan dipanggil sebanyak 5 kali. Diakui Rustam, memang penanganan perkara ini sejak awal terlihat jelas ada sejumlah kejanggalan.
Oleh sebab itu, ia berharap JPU jangan hanya menghadirkan saksi penangkap, tetapi juga harus menghadirkan ahli ITE untuk didengar keterangannya di persidangan.
“Di persidangan ini kita mencari kebenaran materil. Kenapa saya ngotot itu, karena kasus ini dalam penanganan di tingkat penyidikan, banyak kejanggalan,” ungkapnya.
Lanjut Rustam, buktinya, ketika para terdakwa ini mengajukan gugatan praperadilan di PN Manokwari, meski ditolak hakim praperadilan, tetapi itu bukan kekalahan dari pihaknya.
“Setelah saya melihat berkas perkara, ternyata ahli pidana dan ahli ITE itu diperiksa sekitar tanggal 13 November 2023. Itu berarti, pemeriksaan terhadap ahli itu dilakukan setelah penetapan dan penahanan terhadap para tersangka. Inilah jawaban sebenarnya dari praperadilan itu apa,” jelas Rustam.
Dirinya mengungkapkan, berdasarkan keterangan ahli pidana menyatakan bahwa Pasal 296 KUHP tidak bisa diperuntukkan terhadap para terdakwa ini. “Jelas. Berarti penahanan juga tidak sah, kan itu. Itulah salah satu kejanggalannya,” beber Rustam.
Diungkapkannya, ada juga kejanggalan lain, dimana seorang pengguna jasa prostitusi online melalui MiChat berinisial SJ pun ‘hilang’ dari status tersangka dan hanya dijadikan saksi.
“Waktu konferensi pers disebut ada 6 tersangka, tapi sampai ke persidangan, yang laki-laki, tidak ada. Setelah penangkapan, waktu konferensi pers ditunjukkan ada 6 orang, dimana 1 orang adalah laki-laki. Kalau dia pemakai, minimal dia itu turut serta lah,” katanya.
Rustam mengutarakan, perkara dugaan prostitusi online melalui aplikasi MiChat ini memang menarik perhatian publik dan sebagian masyarakat pasti menilai ini menyangkut kasus asusila.
“Tapi, selaku penasehat hukum, saya melihat bukan dari kasus asusilanya, tetapi penerapan hukumnya terhadap para tersangka ini. Kasihan, mereka ini sebenarnya juga korban. Korban dari penyidikan yang tidak profesional. Kenapa tidak profesional, karena pasal-pasal yang diterapkan kepada para terdakwa ini tidak pas,” papar Rustam.
Ditambahkannya, jika penyidik menerapkan Pasal 45 Ayat 1 junto Pasal 27 Ayat 1 KUHP, maka seharusnya diterapkan Pasal 281 atau Pasal 282 KUHP tentang kesusilaan, tetapi dipaksakan Pasal 296 KUHP.
“Akhirnya pasalnya tidak berubah, berarti pasal ini kan cacat, pasal yang tidak pas disangkakan kepada mereka,” tutup Rustam. [HEN-R1]