Manokwari, TABURAPOS.CO – Majelis hakim Pengadilan Tipikor Papua Barat pada Pengadilan Negeri (PN) Manokwari yang diketuai, Berlinda U. Mayor, SH, LLM, mengabulkan permintaan penasehat hukum terdakwa untuk menghadirkan Yan Piet Mosso secara langsung dalam persidangan, Senin, 12 Februari 2024.
Anggota tim penasehat hukum dari mantan Penjabat Bupati Sorong, Simon Banundi, SH mengakui bahwa sesuai informasi di internal penasehat hukum, kliennya sudah dibawa ke Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat.
Namun, Banundi mengaku belum mengetahui pasti di mana kliennya dititipkan, apakah di Lapas Kelas II B Manokwari, Polda Papua Barat atau Mako Brimob Polda Papua Barat.
Menurut dia, ada beberapa alasan mendasar yang membuat tim penasehat hukum meminta majelis hakim dan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menghadirkan kliennya di Manokwari.
Diungkapkannya, pada sidang perdana yang digelar secara elektronik atau zoom meeting, tidak berjalan maksimal, karena beberapa kali terjadi gangguan jaringan, sehingga keterangan yang disampaikan kliennya terdengar tidak jelas.
Dirinya menjelaskan, sidang online atau elektronik ini mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan secara Elektronik yang berlaku di masa pandemi Covid-19, sehingga dapat diizinkan persidangan secara elektronik.
“Hari ini sudah tidak lagi seperti itu, maka kami meminta agar proses persidangan berikut digelar secara offline,” kata Banundi kepada Tabura Pos di salah satu kafe di Manokwari, Selasa (6/2/2024).
Banundi menjelaskan, jika persidangan dipaksakan untuk dilakukan secara online atau elektronik, tidak akan berjalan maksimal. “Kita tahu kendala jaringan internet di Manokwari yang sering terganggu. Mungkin di kota besar lainnya baru, tapi sering kali terjadi gangguan ketika sidang elektronik berjalan,” ungkapnya.
Selain itu, sambung dia, jika persidangan dengan agenda pembuktian dipaksakan secara elektronik, tentu tidak maksimal. Sebab, kata Banundi, terdakwa berada di tempat lain, barang bukti di tempat lain, penasehat hukum, majelis hakim pun berada di tempat lain.
“Perkara ini perkara yang cukup menarik perhatian publik di Papua Barat, maka kita harus tempatkan perkara ini secara terang benderang agar publik bisa menilai sendiri perkara ini,” tandas Banundi.
Ia menambahkan, kliennya pun memiliki persoalan dengan pendengaran dan mata. Sebab, kata dia, ketika kliennya menatap monitor, matanya akan mengeluarkan air.
Diakui Banundi, pihaknya pun menginginkan proses persidangan cepat selesai, maka majelis hakim mengagendakan proses persidangan berlangsung dua kali seminggu sesuai permintaan KPK, sehingga penasehat hukum meminta agar terdakwanya dihadirkan secara langsung.
Ditanya soal barang bukti dalam dugaan perkara tipikor ini, jelas Banundi, barang bukti dari perkara ini belum diserahkan ke Pengadilan Tipikor Papua Barat, dimana JPU hanya mengirimkan administrasi dari daftar barang bukti, tetapi secara fisik, barang bukti belum diserahkan ke Pengadilan Tipikor.
Untuk itu, Banundi berharap barang bukti yang disita KPK berupa uang, seharusnya tidak boleh ditransfer ke pengadilan, tetapi uang sitaan ketika operasi tangkat tangan (OTT) itu yang dibawa ke pengadilan.
“Kita berharap perkara ini didudukkan secara objektif, karena dalam perkara ini melibatkan penyelenggara pemerintahan yang sensitif, yakni BPK-RI Perwakilan Papua Barat,” tutup Banundi.
Seperti diketahui, KPK mengungkap dugaan suap Penjabat Bupati Sorong – BPK Perwakilan Provinsi Papua Barat mengondisikan temuan dari hasil pemeriksaan BPK.
Dalam perkara ini, majelis hakim Pengadilan Tipikor Papua Barat telah menyidangkan tiga terdakwa, yaitu: Yan Piet Mosso (Penjabat Bupati Sorong), Efer Segidifat (Kepala BPKAD Kabupaten Sorong), dan Maniel Syatfle (staf keuangan Setda Kabupaten Sorong). [FSM-R1]