Manokwari, TP – Bawaslu Provinsi Papua Barat kembali menggelar forum evaluasi penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan 2024, dalam rangka penguatan kelembagaan, di Aston Niu Hotel, Manokwari, Minggu (21/9/2025)
Forum menghadirkan 90 peserta termasuk Bawaslu kabupaten, perwakilan partai politik, akademisi, organisasi kepemudaan. Sederat isu dan sorotan penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan tahun 2024 menjadi topik evaluasi bersama.
Ketua Bawaslu Papua Barat, Elias Idie, menegaskan pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan di Papua Barat memiliki dinamika khas yang memerlukan perhatian khusus, baik dari sisi regulasi maupun kesiapan kelembagaan.
Ia menyatakan, selama proses Pemilu 2024, banyak catatan penting yang muncul, baik dari sisi keberhasilan maupun tantangan yang dihadapi.
“Kita menghadapi kondisi yang sangat dinamis, baik dari sisi sosial maupun hukum. Regulasi kita selama ini belum sepenuhnya adaptif terhadap kekhususan Papua, sehingga ke depan perlu ada harmonisasi undang-undang agar kepastian hukum lebih terjaga dan tidak menimbulkan konflik di lapangan,” tegas Elias.
Salah satu sorotan utama dalam evaluasi ini adalah perlunya perbaikan regulasi, khususnya terkait tumpang tindih antara Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada, serta pelaksanaan otonomi khusus Papua.
Elias menilai, ketidakharmonisan regulasi ini membuka ruang ketidakpastian dalam implementasi kebijakan, terutama dalam hal alokasi anggaran yang masih menjadi potensi konflik kepentingan.
Ia juga menyoroti masih terbatasnya jumlah personel pengawas di tingkat kabupaten dan kampung. Elias mendorong agar ke depan struktur Bawaslu di tingkat daerah ditingkatkan, baik dari sisi jumlah anggota maupun kualitas pengawasan, agar seimbang dengan KPU dan mampu merespon dinamika di lapangan secara lebih efektif.
“Saat ini, di banyak kabupaten, jumlah anggota Bawaslu tidak sebanding dengan kompleksitas tugas yang dihadapi. Hal ini menjadi tantangan serius dalam memastikan integritas dan profesionalisme penyelenggaraan pemilu di tingkat akar rumput,” ujarnya.
Isu-isu krusial seperti politik uang, politisasi SARA, netralitas ASN, TNI/Polri, serta masih lemahnya kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu juga disinggung.
Menurut Elias, tantangan-tantangan ini perlu dijawab dengan kerja kelembagaan yang lebih terbuka, transparan, dan berorientasi pada pelayanan publik.
Khusus untuk Papua, Elias juga menyoroti minimnya representasi Orang Asli Papua (OAP) dalam proses pencalonan politik.
“Kita tidak bisa hanya bicara demokrasi prosedural. Demokrasi juga harus mencerminkan keadilan representatif. Ketimpangan pencalonan OAP di Pemilu 2024 menjadi bukti bahwa harmonisasi regulasi dan afirmasi politik masih sangat dibutuhkan,” jelasnya.
Ia menam bahkan, evaluasi merupakan bagian dari agenda nasional Bawaslu dalam melakukan refleksi dan pengumpulan masukan untuk perbaikan sistem Pemilu dan Pilkada si 2029.
“Harapannya, hasil evaluasi di Papua Barat dapat menjadi kontribusi penting dalam penyusunan revisi Undang-Undang Pemilu dan Pilkada yang lebih inklusif dan kontekstual,” tukas Elias. [SDR-R4]



















