“Papua Barat butuh komitmen negera dalam penyelesaian tambang illegal. Kami tidak mau masyarakat adat terus dituduh melanggar hukum, mereka menambang diatas tanah sendiri untuk hidup,” ucap Dominggus Mandacaan saat RDP dengan Komisi XII DPR RI
Manokwari, TP — Selain mempunyai potensi Sumber Daya Alam (SDA) di sektor minyak dan gas bumi, Papua Barat juga mempunyai potensi besar di sektor mineral dan batubara.
Ini diungkapkan Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XII DPR-RI dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta, Kamis (13/11/2025).
Ia membeberkan, Papua Barat mempunyai emas di Kabupaten Pegunungan Arfak (Pegaf), Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Kaimana serta batubara di wilayah Teluk Bintuni dan Manokwari Selatan (Mansel).
Menurutnya, masih banyak lagi potensi pertambangan mineral yang belum dikaji dan dikelola untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, mengingat banyak kewenangan daerah yang ditarik ke pusat yang mengakibatkan daerah menjadi ‘Macan Ompong’.
Akibatnya, kata Gubernur, sampai sekarang pengelolaan sektor ini terhambat status kawasan hutan lindung dan konservasi. Status kawasan tentunya menjadi faktor pengambat pengelolaan perizinan dalam pemanfaatan SDA pada sektor pertambangan di Papua Barat.
Untuk itu, Gubernur Papua Barat mengharapkan adan dukungan politik nasional melalui DPR-RI dan Presiden RI agar ada revisi RTRW Provinsi Papua Barat bisa dilakukan untuk membuka sebagian kawasan hutan menjadi zona budidaya dan produksi.
“Kami sangat yakin, jika pertambangan rakyat dapat dilegalkan guna memberikan lapangan kerja baru, tambahan PAD, dan penghentian praktek tambang ilegal yang merugikan lingkungan dan masyarakat adat,” katanya.
Mandacan juga menyampaikan beberapa hasil dan kesimpulan penting yang menjadi arah strategis kebijakan energi dan pertambangan di Papua Barat, diantaranya:
Penertiban dan legalisasi pertambangan rakyat, karena Papua Barat membutuhkan komitmen negara dalam penyelesaian tambang ilegal menuju pertambangan legal.
“Kami tidak ingin masyarakat adat terus dituduh melanggar hukum, padahal mereka menambang di tanahnya sendiri untuk hidup,” ujar Mandacan.
Dengan demikian, kata Mandacan, Pemprov Papua Barat sudah mempunyai landasan hukum pertama, Perda Nomor 5 Tahun 2023 tentang Pertambangan Rakyat dan Peraturan Gubernur Nomor 16 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Saat ini, ungkapnya, sedang disiapkan Rancangan Peraturan Gubernur (Rapergub) tentang Pelaksanaan Usaha Pertambangan Mineral Logal, Mineral Bukan Logam, dan Batuan.
“Sekali lagi, kami mohon dukungan Kementerian ESDM, KLHK, Kementerian ATR/BPN dan kementerian terkait lain untuk mempercepat penetapan wilayah pertambangan rakyat (WPR) agar dapat terbitkan izin secara legal,” pintanya.
Dirinya mengakui, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, dasar penerbitan izin melalui sistem OSS dengan kesesuaian terhadap rencana tata ruang.
Namun, kata dia, banyak lokasi potensial tambang di Papua Barat, masih berstatus hutan lindung atau konservasi, sehingga perlu adanya kebijakan khusus.
Untuk itu, sambung Mandacan, Pemprov Papua Barat membutuhkan dukungan politik dari Presiden dan DPR-RI untuk mendorong Menteri Kehutanan segera menurunkan tim percepatan perubahan fungsi kawasan.
Lanjut Gubernur, tujuannya jelas agar wilayah potensial tambang dapat dialihfungsikan menjadi kawasan budidaya atau hutan produksi yang bisa dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat. [FSM-R1]



















