
Manokwari, TP – Persentase penduduk miskin di Papua Barat tercatat pada September 2021 mengalami penurunan dibandingkan per Maret 2021.
Hal ini disampaikan oleh Koordinator Fungsi Statistik Sosial, Robert Ronytua Pardosi mewakili Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Papua Barat, saat menyampaikan rilis data kemiskinan dan ketimpangan Provinsi Papua Barat di Aula BPS, Senin (17/1).
Robert menjelaskan, antara periode Maret 2021 hingga September 2021, terjadi penurunan tingkat kemiskinan di Papua Barat sebesar 0,02 persen poin, yaitu dari 21,48 persen menjadi 21,82 persen.
Namun demikian, secara absolut, jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan dari 19,07 ribu orang pada Maret 2021 menjadi 221,29 ribu orang pada September 2021.
“Dengan kata lain terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin di Papua Barat sebanyak 2,2 ribu orang,” ujarnya.
Robert menerangkan, disparitas kemiskinan di daerah perkotaan dan perdesaan di Papua Barat masih sangat tinggi. Pada September 2021tercatat persentase kemiskinan di daerah perdesaan mencapai 3,50 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan sebesar 6,44 persen.
Lanjut Robert, jika dilihat dari persentasenya, kemiskinan di perkotaan mengalami penurunan pada September 2021 dibandingkan periode Maret 2021, yaitu dari 6,50 persen menjadi 6,44 persen.
“Sebaliknya pada periode yang sama kemiskinan di perdesaan naik 0,01 persen dari 33,40 menjadi 33,50 persen,” sebutnya.
Robert menerangkan, dari Garis Kemiskinan (GK) pada periode September 2021 tercatat sebesar Rp 652.521,- perkapita per bulan. Jika dibandingkan dengan GK periode Maret 2021 sebesar Rp 631.418,- perkapita per bulan. Maka, terjadi kenaikan GK sebesar 3,34 persen.
Robert mengungkapkan, peranan komoditi makanan terhadap GK jauh lebih besar dibanding peranan komoditi bukan makanan. Dimana, pada September 2021, share komoditi makanan terhadap GK mencapai 75,47 persen sementara komoditi bukan makanan menyumbang GK sebesar 24,53 persen.
Robert menyebutkan, dari 25 komoditas makanan pembangun GK, beras dan rokok kretek filter menjadi komoditas paling penting bagi penduduk miskin.
“Pada September 2021 tercatat bahwa sumbangan komoditas beras terhadap GK mencapai 21,30 persen untuk daerah perkotaan dan 19,89 persen untuk daerah perdesaan. Sedangkan, sumbangan komoditas rokok kretek filter sebesar 8,78 persen untuk daerah perkotaan dan 11,15 persen di daerah perdesaan,” papar Robert.
Robert menambahkan, dari sisi Indeks Kedalaman (PI) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2), tercatat pada September 2021 terjadi kenaikan pada kedua dimensi tersebut. Dimana, PI pada September 2021 sebesar 5,84 persen naik dibandingkan Maret 2021 yang sebesar 5,49 persen.
“Demikian juga pada Indeks Keparahan Kemiskinan atau P2, pada periode tersebut meningkat dari 1,96 menjadi 2,18,” ujarnya.
Lebih lanjut Robert menjelaskan, tingkat ketimpangan yang diukur dari nilai Gini Ratio menunjukkan sedikit penurunan. Dimana, pada September 2021 terjadi penurunan Gini Ratio sebesar 0,006 poin menjadi 0,374 dibanding periode Maret 2021 sebesar 0,380.
“Dilihat dari distribusi pengeluaran menurut Bank Dunia, secara umum tingkat ketimpangan di Papua Barat pada September 2021 termasuk dalam kategori rendah diangka 17,08 persen. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Papua Barat pada periode Maret 2021 sampai September 2021 utamanya adalah pandemi Covid-19 yang belum berakhir dan pertumbuhan ekonomi yang melambat,” pungkasnya. [SDR-R4]