
Manokwari, TP – Sidang praperadilan yang diajukan Ketua Umum Komunitas Anak Wondama Abdi Lingkungan (KAWAL) Papua Barat, Yan A. Yoteni melalui kuasa hukumnya, Rustam, SH selaku Pemohon berlanjut dengan sidang beragenda pembacaan duplik dan penyerahan bukti surat.
Dalam persidangan yang dipimpin majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Berlinda U. Mayor, SH, LLM, Selasa (8/2) sore, giliran kuasa khusus Termohon, Kapolda Papua Barat dan Direskrimsus Polda Papua Barat yang dipimpin Anthon C. Nugroho, SH, M.Hum membacakan duplik atas replik yang sehari sebelumnya dibacakan Rustam.
Pada eksepsinya, Nugroho memohon majelis hakim menolak seluruh replik Pemohon yang disampaikan melalui kuasa hukumnya pada 7 Februari 2022, karena tidak mendasar, salah sasaran, tidak jelas dan kabur dan perlu dipertegas bahwa permohonan praperadilan dari Pemohon adalah di luar materi atau objek dari praperadilan dalam hal penetapan tersangka sebagaimana dipaksakan oleh Pemohon bahwa SPDP yang diterbitkan oleh Termohon adalah atau sama dengan penetapan tersangka.
“Padahal, sebagaimana nyatanya adalah penyebutan Terlapor bukan Tersangka, dan Termohon sampai dengan saat ini belum pada saatnya dalam hal penetapan tersangka. Oleh karenanya, permohonan Pemohon patutlah ditolak,” ujar Nugroho.
Lanjut dia, sebagai kelengkapan duplik dalam pokok perkara ini, seluruh materi eksepsi dan jawaban yang telah diajukan, diangkat kembali dan digunakan sebagai jawaban yang merupakan bagian dari jawaban dalam pokok perkara.
Nugroho menjelaskan, penyelidikan yang dilakukan Termohon sampai dilakukan penyidikan terhadap dana hibah APBD Provinsi Papua Barat kepada KAWAL Papua Barat pada BPKAD Provinsi Papua Barat dengan rincian Rp. 4 miliar pada APBD 2018, Perubahan 2018 sebesar Rp. 600 juta, dan APBD 2019 sebesar Rp. 1,5 miliar, sehingga total Rp. 6,1 miliar.
Ia membeberkan, rujukan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana sebagai pisau analisis Pemohon dalam melakukan koreksi penyidikan kasus hanya didasarkan asumsi dan pemahaman secara gramatikal yang berbeda dari Pemohon.
Lanjut dia, dimana dalam memahami bunyi pasal tidak secara lengkap, dalam hal ini penggunaan Pasal 14 Ayat 2 Perkap Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) paling sedikit memuat: yakni dasar penyidikan berupa laporan polisi dan surat perintah penyidikan, waktu dimulainya penyidikan, jenis perkara, pasal yang dipersangkakan, dan uraian singkat tindak pidana yang disidik, identitas tersangka, dan identitas pejabat yang menandatangani SPDP.
“Apabila pemahaman hanya berdasar rincian di atas, apakah Pemohon juga menyadari bahwa rincian di atas adalah persyaratan minimal suatu SPDP, bukan persyaratan minimal yang harus dipenuhi. Dengan kata lain, apabila disebutkan penggunaan identitas Terlapor, apakah hal tersebut salah,” tanyanya.
Sekaitan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 130/PUU-XIII/2015 tanggal 11 Januari 2017, ia menjelaskan, secara berulang menyebut istilah Terlapor. “Sehingga janganlah heran dan asing dengan istilah Terlapor, terutama dalam hal tembusan SPDP disampaikan kepada Terlapor. Bagaimana Pemohon mematuhi putusan MK dengan menyerahkan SPDP, salah satunya ke Terlapor apabila identitas Terlapornya tidak dicantumkan,” katanya.
Di samping itu, Nugroho mengungkapkan, tindak lanjut SPDP yang dikirimkan Termohon ke Kejati Papua Barat, direspon Kejati Papua Barat dengan menerbitkan Surat Perintah Penunjukkan Jaksa Penuntut Umum untuk mengikuti perkembangan penyidikan perkara tindak pidana dengan surat perintah Nomor: PRINT-06/R2/Ft.1/03/2021.
“Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada permasalahan terkait isi SPDP. Apabila ada kekeliruan dalam SPDP, pasti Kejati Papua Barat mengembalikan kepada penyidik untuk diperbaiki,” tegasnya.
Ditambahkan kuasa khusus Termohon ini, tembusan atau pemberitahuan SPDP terhadap Terlapor, dalam hal ini Pemohon, dikirimkan ke alamat Pemohon di rumah dinas DPRD Papua Barat, Kampung Bakaro dan diterima keluarga Pemohon yang menempati rumah dinas Pemohon, yakni saudara Theo pada 15 September 2021, dibuktikan dengan foto saat menandatangani buku ekspedisi.
“Yang apabila dibantah oleh Pemohon bahwa Pemohon belum pernah menerima tembusan SPDP, lantas dari mana Pemohon bisa ajukan permohonan praperadilan terkait SPDP yang dipermasalahkan oleh Pemohon? Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa Pemohon sudah menerima SPDP itu sendiri,” terang Nugroho.
Setelah pembacaan duplik dari Termohon, majelis hakim melanjutkan dengan agenda penyerahan bukti surat dari kedua belah pihak, baik Pemohon maupun Termohon.
Majelis hakim langsung memeriksa secara seksama bukti-bukti surat yang diajukan kedua belah pihak. Selanjutnya, majelis hakim menutup persidangan dan akan dilanjutkan hari ini dengan agenda pemeriksaan saksi yang akan diajukan Pemohon.
Usai persidangan, Nugroho menambahkan, surat yang dimunculkan itu mendukung upaya penyidikan dan membantah dalil-dalil Pemohon.
“Jadi, kalau Pemohon hanya menghadirkan bukti surat fotocopi, kami aslinya. Aslinya, yang jelas tidak mungkin direkayasa, karena itulah yang memang kita lakukan,” tandas Nugroho yang dikonfirmasi Tabura Pos usai persidangan.
Ditegaskan Nugroho, pihak kepolisian bukan semata-mata mau menjadikan Terlapor, tetapi proses ini semata-mata upaya hukum yang dilakukan Polda, terutama dalam dugaan tindak pidana korupsi. “Kita selamatkan uang rakyat,” klaim Nugroho yang juga Kabidkum Polda Papua Barat. [HEN/FSM1-R1]