
‘jika terdapat kandungan Mercuri, maka tambang harus ditutup’
Manokwari, TP – Limbah dari tambang illegal di Waserawi, Distrik Masni, Kabupaten Manokwari, diduga telah mencemari ratusan padi sawah milik petani di SP 6 dan SP 7, yang menyebabkan gagal panen.
Terkait dugaan limbah dari tambang illegal, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Kabupaten Manokwari, Yonadap Sraun, mengatakan penanganan limbah dari tambang illegal tersebut, dimungkinkan dilakukan oleh DLHP Manokwari mengingat lokasi tambang masih dalam wilayah kerja.
Hanya saja, kata Sraun, tindakan penanganan terhadap pencemaran limbah dan kerusakan lingkungan di wilayah Manokwari, termasuk di tambang, ditindaklanjuti berdasarkan pengaduan dari masyarakat baik secara lisan maupun tertulis yang disampaikan ke DLHP Manokwari.
“Sampai hari ini pengaduan khusus tentang pencemaran lingkungan dari tambang belum ada, dan menurut saya kalau terjadi itu cukup besar,” kata Sraun yang didampingi Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran, Pengelolaan Keanekaragaman Hayati dan Pengaduan (BP3KHP) Yohanes Ada’ Lebang, kepada Tabura Pos saat ditemui di kantornya, Selasa (1/3).
Sejauh ini, sebut Sraun, berdasarkan laporan BP3KHP, DLHP Manokwari baru menindaklanjuti laporan tentang dugaan kerusakan lingkungan di SP 6, 7 serta SP 8 sesuai dengan pengaduan yang diterima.
“Mungkin dari hasil temuan ini, kita kerjasama Dinas Pertambangan Provinsi Papua Barat kalau ada pelanggaran. Tapi, kalau kita koordinasi itu kecuali ada izin resmi, tetapi saya curiga ini tambang illegal, apalagi Pak Bupati sudah menyebutkan lokasi tambang itu berada di wilayah Cagar Alam,” ujarnya.
Sebagai dinas teknis, Sraun mengaku DLHP siap memberikan telaah kepada Bupati Manokwari sebagai pertimbangan untuk mengambil sikap apakah menutup lokasi tambang illegal dimaksud atau sikap seperti apa.
“Karena ini sudah tidak ada izin dan merusak lingkungan, kita pemerintah yang berdarah-darah kesana kesini. Menurut saya, kalau tidak ada izin, tutup saja. Sebab, kalau ada kerusakan begini mau bikin bagaimana, kalau perusahaan yang ada izin dan ada temuan, bisa dilakukan pembinaan, kalau tidak bisa dibina maka dibinasakan saja, itu menurut saya,” pungkas Sraun.
Sraun mengimbau kepada masyarakat silahkan untuk membuat pengaduan ke DLHP Manokwari agar bisa ditindaknjuti oleh tim.
Kepala BP3KHP Yohanes Ada’ Lebang menambahkan, pengaduan yang diterima pihaknya hanya dugaan kerusakan lingkungan karena menyebabkan, ikan petani mati, terdapat sedimen pasir pada sawah.
Lebang menyebutkan, menindaklanjuti pengaduan itu, tim sudah turun ke lapangan mengambil sampel air di Sungai Wariori, Sungai Koyani dan sungai percabangan antara Wariosri dan Koyani di SP 6 untuk dilakukan uji tes laboratorium di BPOM dan Unipa.
“Kita mau pastikan dulu kadar air terkait kerusakan lingkungan yang terjadi, namun hasil uji laboratoriumnya belum kaluar,” jelas Lebang.
Selain itu, dugaan kerusakan lingkungan juga akan dilihat dari sedimen pasir pada sawah yang berada di SP 6, 7 dan SP 8, akan tetapi, belum diambil sampelnya karena tim masih fokus pada uji air.
Lanjut Lembang, jika hasil uji laboratorium air di SP 6, 7 dan 8 positif tercemar ada kandungan mercuri, maka bisa dipastikan kerusakan lingkungan air tercemar dari aktifitas tambang illegal karena tidak ada aktifitas lain selain tambang.
Menurut Lebang, hasil dari kajian tim teknis dari DLHP Manokwari, bisa menjadi bahan telaah bupati untuk menutup aktifitas tambang illegal dimaksud. Hanya saja, kajian harus dilakukan secara lengkap, baik dari sisi kerusakan lingkungan dan pencemaran lingkungan.
“Kalau hari ini dari hasil uji Lab ada temuan Mercuri, sebenarnya sudah bisa langsung ditutup, sebab ditambang sudah tidak boleh ada Mercuri dan itu sudah ada aksi nasionalnya untuk pemusnahan dan pengurangan Mercuri di tambang, karena sangat berbahaya bisa mengancam manusia, apalagi tambang tanpa izin,” pungkas Lebang. [SDR-R4]