
Manokwari, TP – Tingginya harga daging sapi yang sedang terjadi di daerah Jawa, bukan tidak mungkin bisa terjadi di Manokwari.
Manokwari, bahkan diprediksi akan mengalami krisis daging sapi dan mengalami ketergantungan dari luar daerah.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Manokwari, Kukuh Saptoyudo berpendapat, Manokwari bisa merasakan hal yang sama dengan daerah lain di pulau Jawa.
Dikatakan Kukuh, saat ini petugas lapangan mengalami kesulitan melakukan pengawasan terhadap pemotongan sapi di Manokwari, lantaran Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Manokwari yang berada di Rendani telah digusur.
“Dulu masih ada RPH, TPH, petugas kami relatif muda mengontrolnya. Sekarang, petugas kami agak sedikit susah mengontrol pemotongan sapi,” kata Kukuh kepada Tabura Pos saat ditemui di kantornya, belum lama ini.
Lanjut Kukuh mengatakan, dimungkinkan karena kurangnya pengontrolan terjadi pemotongan sapi betina produktif. Bahkan, jumlah pemotongan sapi betina produktif diperkirakan semakin banyak.
Menurutnya, bila ini terus dibiarkan maka Manokwari dalam bahaya krisis daging sapi. Jika sudah demikian, untuk memenuhi kebutuhan daging sapi di harus impor atau datangkan dari luar dan bisa mengalami ketergantungan.
“Kita selama ini sudah swasembada daging, kalau pemotongan sapi betina produktif terus berlanjut kemungkinan nanti kita jatuh dan membuka datangkan dari luar dan bisa mengalami ketergantungan. Saya belum bisa bilang kalau yang dijual di pasar daging adalah sapi betina produktif, tetapi kemungkinan ada juga,” jelasnya.
Kukuh mengungkapkan, dalam kondisi sekarang ini, pihaknya mengalami kesulitan untuk program pembudidayaan sapi. Sebab, kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat menjadikan Manokwari sebagai sentra pengembangan babi.
Dengan begitu, kata Kukuh, Pemda Manokwari harus secara mandiri untuk swasembada daging sapi.
“Memang swasembada daging sapi ini berat sekali. Saya sedih sekali karena kondisi saat ini,” ujarnya.
Tahun-tahun sebelumnya, kata Kukuh, Dinas Pertanian memiliki program budidaya sapi dengan memberikan bantuan bibit sapi unggulan ke para peternak sapi di Manokwari dengan tujuan menambahkan populasi. Akan tetapi, tahun ini pagu dana yang diberikan tidak mampu untuk menjalankan program dimaksud.
Di samping itu, kata Kukuh, pemberian bantuan bibit sapi unggulan kepada para peternak sapi di Manokwari dalam program sebelumnya, belum berhasil lantaran pengusaha lokal atau penjual daging sapi mayoritas mengambil dari Manokwari.
“Makanya ini bahaya, saya prihatin untuk swasembada daging sapi ini. Kita larang tapi tetap tidak bisa, memang kebetuhan daging sapi di Manokwari semakin meningkat,” ujarnya.
Menurut Kukuh, saat ini Manokwari sudah memasuki masa krisis daging sapi, sehingga pihaknya akan menertibkan dengan mengambil tindakan tegas.
Selain itu, pihaknya juga akan melarang pemotongan sapi betina produktif.
Sedangkan, untuk tukang pemotongan sapi (jagal) yang nakal akan diberikan tindakan tegas.
“Kita akan tindak, yang masih potong sapi betina produktif kita akan berikan sanksi tegas, karena ada aturannya. Paling tidak untuk shock terapi buat mereka. Memang kita tidak urus izin, tapi atas rekomendasi kita, PTSP bisa mencabut izinya Jagal dan Perdagangannya,” ujarnya.
Kukuh menyebutkan, aturan pemotongan sapi betina produktif diperbolehkan bila sapi betina produktif mengalami luka, seperti kaki patah dan sejenisnya.
Ditanya pengawasan saat ini, Kukuh menerangkan, petugas tetap melakukan pengawasan dengan mendatangi TPH yang ada di Manokwari. Hanya saja, terkadang petugas dikelabui oleh para Jagal dengan sengaja melukai sapi betina produktif agar bisa dipotong.
“Kita mau minta pengadaan sapi dari pemerintah pusat. Tapi, provinsi sampaikan bisa tetapi sapi sawit, sementara sawitnya replanting semuanya. Sehingga, tidak mungkin kita kembangkan sapi sawit, sedangkan yang punya sapi disuruh ikat semuanya karena masih mudah sawitnya,” pungkasnya.
Kukuh menambahkan, pihaknya akan berupaya memprogram pengadaan sapi unggulan untuk menambah populasi. (SDR-R1)