
Manokwari, TP – Pemohon pengukuran kembali tanah bersertifikat, Saremay M. Sawaki mempertanyakan dasar hukum ketetapan nilai pengukuran tanah di wilayah perkotaan senilai Rp. 500 ribu yang ditetapkan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manokwari.
Sawaki mengungkapkan, dalam permohonan pengukuran kembali tanah dari Hak Guna Bangunan (HGB) ke hak milik, ada oknum petugas lapangan dari Kantor BPN Manokwari menghubunginya meminta menyiapkan uang senilai Rp. 500 ribu, pada minggu ketiga Februari lalu.
Sawaki menerangkan, sudah mempertanyakan terkait dasar hukum penetapan harga Rp. 500 ribu untuk pengukuran tanah di wilayah kota. Tetapi, oknum petugas lapangan dimaksud hanya menjawab hal itu merupakan aturan tidak tertulis.
“Saya tidak puas dengan penjelasan itu, jadi saya langsung ke BPN Manokwari untuk bertanya terkait ketetapan nilai pengukuran tanah. Pihak BPN sampaikan bahwa penetapan nilai itu sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 128 Tahun 2015 tentang Jenis dan tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak,” kata Sawaki kepada Tabura Pos di Sanggeng, Jumat (11/3).

Dikatakan Sawaki, dalam PP dimaksud tidak dimuat penetapan atau nilai tetap. Dalam PP itu hanya ada rumus pengukuran lahan untuk luas lahan dibawah 10 hektar. Dari rumus itu, kalau dihitung – hitung dengan luas tanah yang diurus, semestinya dirinya hanya membayar sekitar Rp. 260 ribu bukan Rp. 500 ribu.
Sawaki mengungkapkan, sudah menemui pihak BPN Manokwari, namun belum puas dengan jawaban dari pihak BPN Manokwari, karena masih bertahan dengan PP Nomor 128 Tahun 2015. Pihak BPN juga mengakui bahwa dalam PP itu tidak ada ketetapan nilai atau nilai tetapnya.
“Saya sampaikan kalau saat itu saya dihubungi dan disampaikan bahwa saya menanggung biaya akomodasi dan transporasi saya siap tapi, mereka langsung menetapkan nilainya, karena ketetapkan nilai itulah saya bertanya soal dasar hukumnya. Saya tidak keberatan dengan nilainya tapi kalau ada dasar hukumnya, jangankan Rp. 500 ribu, Rp. 1 juta saya akan bayar yang penting ada aturannya atau ketetapan nilainya,” terang Sawaki.
Lebih lanjut, kata Sawaki, BPN Manokwari sebagai lembaga resmi tidak mampu menjelaskan hal itu, maka dirinya harus bertanya kemana. Karena tidak ada kejelasan dari pihak BPN Manokwari, akhirnya, dirinya membuat pengaduaan ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Papua Barat.
Dia mengungkapkan, ORI Perwakilan Papua Barat, menyarankan untuk mengikuti prosedur pengaduan dari BPN Manokwari untuk membuat surat keberatan dan sudah dilakukannya pada 23 Februari 2022 dengan tembusan BPN Provinsi Papua Barat, Kejaksaan Negeri (Kejari) Manokwari dan Ombudsman RI Perwakilan Papua Barat.
“Saya sudah menunggu 2 minggu ini tapi, sampai hari ini belum ada klarifikasi dari pihak BPN Manokwari. Saya merasa kecewa karena sesuai prosedur untuk membuat surat keberatan dan saya berharap saya bisa dihubungi terkait persoalan itu. Bagi saya, kalau tidak ada aturan untuk penetapan nilai, maka bagi saya itu adalah dugaan pungutan liar (pungli). Saya tidak tahu harus kemana untuk menyampaikan pendapat dan keluhan ini, yang penting saya sudah ikuti prosedur yang ada supaya saya berada dijalur yang benar,” terangnya.
Ditambahkan Sawaki, pihak BPN Manokwari menyampaikan bahwa, jika dirinya tidak membayar uang Rp. 500 ribu, maka pengukuran lahannya akan ditunda dan ternyata benar pihak BPN tidak hubunginya untuk pengukuran lahannya.
Disinggung terkait upaya lain, dirinya mengaku akan kembali mendatangi pihak BPN Manokwari untuk mempertanyaan respon mereka terkait dengan surat keberatan yang sudah dirinya sampaikan.
“Kalau memang tidak ada kejelasan, maka dirinya akan mengadukan hal ini ke pihak Ombudsman RI Perwakilan Papua Barat agar bisa mendapatkan jawaban yang jelas terkait pengaduaan tersebut,” tandasnya.
Menanggapi hal itu, Pejabat Fungsional BPN Manokwari, Hamari Sikyarto mengatakan, Kantor BPN Manokwari hanya memiliki 1 orang tenaga pengukuran sehingga pihaknya menjalin kerjasama dengan pihak ketiga.
Sebenarnya, kata Sikyarto, pihaknya tidak membebankan nilai pasti, tetapi masih bisa ditawar harga pengukurannya. Bila dari pemohon nilai itu tidak berkenan bisa dengan menego kiranya berapa harganya.
Disamping itu, kata Sikyarto, dalam PP Nomor 128 Tahun 2015 disebutkan bahwa, daftar pengeluaran riil, kalau memang pemohon ingin meminta daftar pengeluaran riil bisa diberikan.
“Jadi, terkait harga kembali lagi ke pihak ketiga dan pemohonan maunya seperti apa. Karena, di BPN Manokwari petugas pengukuran hanya 1 orang, maka pihaknya bekerjasama dengan pihak ketiga terkait pengukuran lahan,” kata Sikyarto saat ditemui Tabura Pos di Kantor BPN Manokwari, Senin (14/3).
Lebih lanjut, kata Sikyarto, di dalam PP Nomor 128 Tahun 2015 memang tidak disebutkan nilai ketetapkan pengukuran tanah. Tetapi, ketika pemohon ingin adanya transparasi, maka didaftar pengeluaran riil itulah akan ada.
“Kemarin sudah kami kroscek dengan pihak ketiga tetapi, karena belum ada kesepakatan dengan pihak ketiga sehingga belum ada pengukuran lahannya. Dari kami mungkin kesepakatan antara pemohon dengan petugas ukur dari pihak ketiga,” tandasnya. [FSM-R4]