
Sorong, TP – Sehubungan dengan telah ditetapkannya UU Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pemerintah Provinsi Papua Barat melalui Badan Pendapatan Daerah, menggelar rapat koordinasi teknis (rakornis) Pendapatan Daerah tahun 2022 dengan thema Pengelolaan Keuangan Pasca Undang-undang nomor 1 tahun 2022.
Kegiatan dilaksanakan di Kota Sorong, Rabu (16/3) dengan melibatkan peserta dari Badan Pengelola Keuangan Daerah se Papua Barat dan Samsat Kabupaten/Kota.
Kepala Bapenda Provinsi Papua Barat, Charles H.P. Hutauruk menjelaskan, UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah lebih memberikan pemahaman tentang kemampuan fiskal yang baik yang dapat di kelola secara baik pula. Sebab, pendapatan tidak terlepas dari kebutuhan dan aktivitas ekonomi.
Makanya, jelas Charles, dalam UU tersebut menjelaskan bukan hanya tentang masalah pajak maupun retribusi. Namun, pendapatan lain juga dikemas dalam konteks pengelolaan keuangan.Agar pengelola keuangan daerah dan Samsat se Papua Barat memahami amanat UU tersebut, Bapenda Papua Barat mengundang narasumber dari Direktorat Perimbangan Keuangan Daerah yang melahirkan dan membidangi UU tersebut.
“Undang undang tersebut harus diimplementasikan karena ada pergeseran yang harus dikerjakan bersama-sama yang mengintegrasikan pajak-pajak, terutama pajak kabupaten. Misalnya, pajak hiburan, restoran, hotel dan parkir menjadi satu. Ada pula yang disebut dengan pengelolaan Silpa, pinjaman, investasi pemerintah dan kemudahan investasi itu semua bagian dari bagaimana meningkatkan kapasitas fiskal atau kebijakan ekonomi yang berkaitan dengan penerimaan pemerintah. Kemampuan mengalokasikan belanja atau sumber daya untuk mendaya ungkitkan pendapatan yang nantinya akan meningkatkan kemampuan fikal untuk memenuhi kebutuhan fiskal,” jelas Charles.
Dalam mengimplementasikannya, ada pula hal yang mendekatkan antara kewenangan dengan hak untuk mendapatkan pungutan. Sepertihalnya, sebut dia, galian C, dimana ijin keluarnya diberikan oleh provinsi namun pungutan pajaknya oleh Kabupaten/Kota. Hal itu seperti pajak kendaraan bermotor, kendaraannya berada di Kabupaten/ Kota, namun pihak yang memungut pajak adalah provinsi.
Oleh sebab itu, Charles mengingatkan, agar dalam melakukan pungutan pajak terjalin kerjasama supaya wajib pajak dan wajib retribusi dapat didata dengan baik, sehingga pungutan pajak dapat dilakukan dengan baik.
“Makanya, Kabupaten/ Kota diajak sama-sama mengetahui lebih dekat kepada wajib pajak. Kalau kita melihat ada penyederhanaan tapi disisi lain ada perluasan basis data lebih kepada intensifikasi bukan ekstensifikasi sehingga pajak bukan bertambah wajib pajak tapi malah berkurang. Makanya yang berkurang itu dimaksimalkan guna menguatkan rasa keadilan. Jadi dalam wajib pajak itu perlu ada pemaksaan dan pengawasan kepada wajib pajak,” Tegasnya.
Adanya UU nomor 1 tahun 2022, Charles mengatakan, perlunya dilakukan identifikasi kepada wajib pajak. Namun, hal itu membutuhkan sumber daya manusia yang handal supaya dapat mengoptimalkan pendapatan daerah.
Diakui dia, selama ini, kualitas atau orientasi OPD belum maksimal terhadap pelayanan jasa yang sebenarnya menjadi peluang untuk pendapatan. Untuk itu, ke depan diharapkan OPD dapat mendorong daya ungkit terhadap pendapatan supaya mendorong tingkat kemandirian fiscal.

“Ini masih berproses baru pada tataran undang-undang. Akan tetapi kita kejar-kejaran untuk memahami konsepnya. kita bisa sama bilamana nanti PP-nya sudah muncul paling lambat 2022. Saat ini perdanya kita sudah bisa bangun untuk jadi Perdasi,” terangnya.
Provinsi Papua Barat, menjadi daerah pertama yang melaksanakan Rakornis tentang pendapatan daerah tahun 2022. Menurut dia, hal ini salah satu langkah Bapenda Papua Barat untuk mempelajari penerapan UU Nomor 1 tahun 2022 bekerjasama dengan Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam menyusun regulasi berdasarkan konsep pemahaman ketertiban yang ada sekarang ini.
“Dalam penerapan UU ini tentu akan mengalami tantangan, ada nilai positif dan negatifnya. Namun dengan tekad bersama, diharapkan dapat melaksanakan pungutan baik pajak maupun retribusi secara lebih baik secara naluri bisa jadi satu kesatuan,” pungkasnya. [MPS-R3]