
Manokwari, TP – Kekerasan terhadap perempuan dan anak yang telah dilaporkan kepada Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Manokwari, cukup banyak.
Kepala UPTD PPA Kabupaten Manokwari, Regina A. Rumayomi menuturkan, sampai dengan pertengahan bulan Juni 2022, kasus kekerasan terhadap orang dewasa sebanyak 19 kasus, terdiri dari 18 kasus dengan korban perempuan dan 1 kasus dengan korban laki-laki.
Sementara untuk kasus kekerasan dengan korban anak-anak, sebanyak 18 kasus yang terdiri dari 11 kasus korban perempuan dan 7 kasus korban laki-laki.
Rumayomi menerangkan, kategori kasus yang dilaporkan para korban dewasa, rata-rata mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) begitu juga dengan kategori anak-anak.
“Yang melaporkan korban semua. Ada juga bapak-bapak yang melapor. Jadi, bukan karena kantor perempuan sehingga perempuan saja yang melapor, sekarang ada laki-laki juga yang melapor,” ujar Rumayomi kepada Tabura Pos saat ditemui di kantornya, Senin (20/6).
Selain menerima dan memberikan pendampingan bagi korban kekerasan, Rumayomi menjelaskan, pihaknya juga sedang memberikan pendambingan bagi korban anak dengan kasus yang berhadapan dengan hukum.

“Ada juga kasus anak berhadapan dengan hukum, ada sebanyak 8 kasus yang kami dampingi, tetapi kami tidak bisa ekspos,” ucapnya.
Lebih lanjut, Rumayomi menerangkan, dari belasan kasus yang diterima sebagiannya sedang dalam proses hukum di Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, proses mediasi di Binmas Polres Manokwari dan ada pula beberapa yang telah selesai melalui kesepakatan bersama.
“Kami disini tidak kerja sendiri, kami bermitra dengan berbagai pihak, ada LP3BH, Dinas Sosial, lembaga adat, kepolisian, dengan hal itu bisa penanganan kasus kekerasan,” ujarnya.
Ditanya tentang status para korban KDRT, Rumayomi menerangkan, dari 19 kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa merupakan istri dari oknum aparat keamanan. “Dari 19 kasus kekerasan, sekitar 5 korban adalah istri dari anggota,” sebutnya.
Rumayomi menambahkan, dalam pemberian pendampingan, pihakya lebih mengutamakan agar korban kekerasan mendapatkan hak-haknya. “Kami dari PPA tidak minta pelakunya harus dipecat, karena itu ada aturannya apalagi dari anggota, tetapi yang kita kejar adalah bagaimana korban maupun anaknya mendapatkan hak-haknya. Kalau proses pendampingan di kami tidak bisa, maka proses hukum selanjutnya,” jelas Rumayomi.[SDR-R3]