JPU dan saksi berdebat soal penyewaan excavator
Manokwari, TABURAPOS.CO – Analis Hukum Muda, Kementerian ESDM, Buana Saifuddin, SH, MH menegaskan, izin pertambangan diurus sebelum melakukan eksplorasi.
Apabila tidak ada izin tetapi sudah melakukan eksplorasi atau eksploitasi, itu bisa dikenakan sanksi pidana.
Hal ini ditegaskan ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Fransinka L. Wonmaly, SH dan Joice E. Mariai, SH, MH secara virtual dalam sidang kasus tambang emas ilegal terhadap 25 terdakwa kelompok ‘Jambi’ dan ‘BCL’ di Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Selasa, 2 Agustus 2022.
Di hadapan ketua majelis hakim yang diketuai, Cahyono R. Adrianto, SH, MH, ahli menjelaskan, menggali dan mengangkut merupakan kegiatan penambangan, baik secara manual maupun memakai mesin.
Menurut dia, di dalam undang-undang yang terbaru, tidak harus memakai alat atau tidak, dimana jika penambangan dilakukan tanpa izin, berarti itu illegal mining berdasarkan Pasal 158 (Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara).
Sementara untuk mereka yang menampung, menadah atau membeli hasil penambangan ilegal, sama saja dengan penadah dan bisa dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 161 UU No. 3 Tahun 2020.
Ditanya soal pengurusan izin koperasi, Buana menegaskan, dirinya tidak mengetahui perihal pengurusan koperasi, dan itu bisa ditanyakan langsung ke Dinas Koperasi. Namun, jika sudah ada badan hukum berupa koperasi, maka koperasi itu harus mengajukan izin pertambangan.
Sedangkan perihal WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat), ia menjelaskan, untuk WPR diajukan Gubernur ke pusat dan setelah disetujui, baru dilanjutkan ke IPR (Izin Pertambangan Rakyat).
Baca juga: Wow, Ada Ribuan Penambang dan 200 Lebih Excavator di Lokasi Tambang Emas Tanpa Izin
Dicecar penasehat hukum para terdakwa, Paulus K. Simonda, SH bahwa penambangan dilakukan di tanah pemilik hak ulayat. Buana menjawab, ini bukan di Amerika, sehingga seseorang yang punya tanah memiliki sepenuhnya tanah itu, baik di bawah atau di atas tanah tersebut.
“Hak ulayat itu sebatas permukaan tanah, hanya memanfaatkan di atas tanah, seperti bertani atau berkebun. Ini bukan di Amerika, jadi kalau punya tanah, ada Batubara misalnya, bisa dikuasai sepenuhnya, baik yang ada di atas atau di bawah tanah tersebut,” tegas Buana.
Diungkapkannya, persoalan pertambangan itu kembali saja ke Pasal 33 UUD 1945, harus dikuasai oleh negara. (Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat).
Menanggapi pertanyaan penasehat hukum para terdakwa, Ruben Sabami, SH bahwa kliennya ini hanya rakyat kecil yang mencari makan dengan memakai linggis, bukan pemilik modal besar atau mempunyai excavator, kata ahli, itu namanya rakyat menambang. “Jangan depannya rakyat, di belakangnya maling,” ujarnya.
Perdebatan Saksi dan JPU
Sementara penasehat hukum Elfon Cs, Ruben Sabami juga menghadirkan saksi meringankan, Fabianus Widi Hidayat. Persidangan berjalan alot lantaran perdebatan sengit di antara JPU dan saksi, pemilik 2 excavator yang disita dalam kasus penambangan emas ilegal ini.
Di awal keterangan, saksi mengaku mengenal Musriady Shahrir (masuk daftar pencarian orang) sejak Maret 2022 atau sebelum penangkapan terhadap anak buahnya, Elfon Cs pada 16 April 2022.
Dijelaskan saksi, dia menyewakan excavator jenis Komatsu 22 kepada Musriady Shahrir untuk paket proyek rehabilitasi bendungan di Kali Wariori, bukan melakukan penambangan emas ilegal.
“Waktu awal katanya mau rehabilitasi bendungan. Ada kontrak. Sebelumnya tidak pernah dipakai orang tambang. Kami punya 6 excavator, semua sekarang ada di tempat,” ungkap Fabianus menanggapi pertanyaan JPU, Fransinka Wonmaly.
JPU juga mencecar saksi yang mempunyai PT (perusahaan terbatas) soal pengalaman mengikuti pelelangan atau kontrak.
“Saudara percaya begitu saja? Saudara kan sering ikut lelang,” ujar Fransinka Wonmaly seraya mengatakan, sangat tidak mungkin ada perjanjian abal-abal seperti itu.
Baca juga: Dishub Mansel Fokus Kembangankan Dua Terminal
Menurut dia, kasus tambang ilegal di Waserawi ini bukan hal baru atau tidak diketahui publik, tetapi semua orang sudah mengetahuinya.
Bahkan, JPU mengaku mempunyai catatan bahwa excavator itu tiba di Manokwari pada 28 Maret 2022, sehingga tidak mungkin excavator didatangkan hanya untuk pekerjaan rehabilitasi bendungan. “Jangan-jangan saudara juga ikut?,” tanya JPU dengan nada kesal.
Melihat perdebatan yang alot di antara saksi dan JPU, ketua majelis hakim, Cahyono Adrianto menengahi dan meminta masing-masing pihak bisa menuangkan hal tersebut di dalam pembelaannya.
Seperti diketahui, para terdakwa dari kelompok Jambi dipimpin ORS dengan 14 anak buahnya, yaitu: A, MN, KA, SA, CA, AI, MZ, NP, SW, R, RH, AA, K, dan TS.
Sementara kelompok BCL dipimpin ET alias Elfon yang disebut sebagai ketua grup (bukan pemodal) bersama anggotanya, yaitu: AH, Y, A, AF, MS, MIM, RM, R, dan SL. [TIM-R1]


















