Manokwari, TABURAPOS.CO – Para pekerja di Lokalisasi 55 Maruni, Distrik Manokwari Selatan, Kabupaten Manokwari, ternyata tidak didaftarkan para pemilik wisma ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker).
Selain itu, para pekerja yang mempunyai resiko tinggi dan rentan dengan berbagai hal itu, ternyata tidak didaftarkan dalam program pemerintah, BPJS Ketenagakerjaan maupun BPJS Kesehatan.
Hal ini terungkap dalam sidang kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan atau Tindak Pidana Perlindungan Anak (TPPA) dengan terdakwa, HS alias Mama Ana, SA alias Celsi, dan NH alias Bunda Rere di Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Kamis, 11 Agustus 2022.
“Tidak didaftarkan ke Disnaker dan tidak ada BPJS,” jawab Mama Ana menanggapi pertanyaan salah satu hakim anggota, yang dipimpin ketua majelis, Cahyono R. Adrianto, SH, MH.
Menurut Mama Ana dan Celsi, mereka hanya mempunyai izin tempat karaoke, tidak ada ada izin melayani jasa plus-plus atau prostitusi.
Dicecar hakim, apakah di tempat karaoke kedua terdakwa menyediakan minuman keras (miras), kedua terdakwa mengaku tidak menyediakan miras, tetapi apabila ada yang membutuhkan, bisa dicarikan. “Punya izin tempat karaoke, tidak ada izin miras,” tegas Celsi.
Awalnya, keduanya enggan mengakui soal peredaran miras di Lokalisasi 55 Maruni. Namun, terdakwa tidak bisa mengelak saat hakim membuka track record terdakwa yang pernah terkait kasus miras dan disidangkan di PN Manokwari, beberapa tahun silam.
Di hadapan jaksa penuntut umum (JPU), Fransinka L. Wonmaly, SH dan Joice E. Mariai, SH, MH maupun para penasehat hukum kedua terdakwa, Metuzalak Awom, SH dan Anis, SH, hakim meminta kedua terdakwa bertobat dan meninggalkan pekerjaan itu.
Hakim mengungkapkan, para terdakwa terancam hukuman pidana 13 tahun untuk kasus TPPO dan 20 tahun untuk kasus TPPA. Ketiganya sontak terkejut saat hakim merincikan ancaman hukuman, antara 13 tahun sampai 20 tahun pidana penjara.
Sementara kronologis kedatangan kedua korban GAA (15 tahun) dan DNW (15 tahun) yang masih di bawah umur untuk dipekerjakan di Lokalisasi 55, Mama Ana mengaku dihubungi Celsi menanyakan apakah masih membutuhkan ‘anak-anak’.
“Saya siap kalau ada yang mau kerja, tapi perhatikan umur ‘anak-anak’ yang mau datang ini, 17 tahun ke atas,” kata Mama Ana terkait kesepakatan dengan Celsi yang juga punya tempat karaoke di samping Mama Ana.
BACA JUGA: Gandeng PMI, IWSS Papua Barat Menggelar Aksi Donor Darah
Selanjutnya, Mama Ana pun mengirimkan uang Rp. 5 juta sebagai DP, yang ditransfer ke rekening atas nama Abdillah. “Katanya dua orang jadi datang 27 Agustus,” sebut dia.
Ketika menjemput kedua korban di Bandara Rendani memang sesuai foto KTP yang dikirimkan, lalu dibawa ke Maruni, tempat karaoke Sekar Arum 1. Namun pada 29 Agustus 2021 sore, pihak dari Polda Papua Barat sudah datang ke Lokalisasi 55.
Kala itu, cerita Mama Ana, pihak Polda melakukan penggerebekan di tempat tetangganya, menanyakan kedua korban. Akhirnya, tetangga meminta bantuan dan ternyata kedua korban berada di rumah terdakwa berdasarkan identitas yang dibawa polisi.
Menurutnya, saat itu memang belum ada kesepakatan soal gaji, apalagi mereka belum bekerja. “Biasanya kita gaji per minggu atau per bulan,” ungkap Mama Ana.
Dikatakannya, para pekerjanya itu bekerja sebagai lady’s untuk menemani tamu berkaraoke. Sementara jasa pelayanan plus-plus, kalau pun ada, biasanya kesepakatan antara mereka dengan tamu.
“Kalau plus-plus, biasanya dia sendiri, saya tidak sediakan. Kalau karaoke, roomnya Rp. 150.000 dan lady’s-nya Rp. 100.000 per jam. Saya punya 4 room,” rincinya.
Sementara Celsi mengaku, dia tidak menawarkan, tetapi ‘anak-anak’ sendiri yang meminta pekerjaan. Kedua korban ini sebenarnya sudah ditawarkan ke bos lain, karena hanya memiliki KK (kartu keluarga) dan tidak mempunyai KTP.
“Kebetulan Mama Ana telpon. Minta ‘anak-anak’, tapi datangkan yang pucuk-pucuk. Yang tua-tua sudah banyak di rumah,” kata Celsi, sehingga dia pun menghubungi Bunda Rere yang mempunyai stok ‘pucuk-pucuk’ di tempat kosnya, di Tangerang.
Dicecar kenapa Mama Ana harus meminta ‘anak-anak’ dari Celsi, sedangkan Celsi sendiri adalah saingannya? Ternyata, ‘anak-anak’ dari Celsi lumayan dan masih muda-muda. “Dia punya ‘anak-anak’ lumayan, umur juga bagus-bagus, makanya saya mau,” kata Mama Ana.
Alasan mau menerima kedua korban yang masih di bawah umur, jawab Mama Ana, karena keduanya mengaku sudah 18 tahun. Lanjut Mama Ana, GAA dan DNW akhirnya mengaku, mereka sudah diajar kalau kerja di sana, bilang sudah 18 tahun, jangan 14 tahun.
Menurut dia, setelah kedatangan kedua korban di Maruni, mereka belum beraktivitas dan masih disuruh untuk beristirahat. “Saya punya aturan begitu, tidak usah buru-buru,” kata Mama Ana.
Ditanya apakah sudah menghubungi kedua korban atau mengirim uang ke korban, Mama Ana mengaku sudah mengirimkan uang sebesar Rp. 20 juta untuk orangtua GAA.
“Saya telpon orangtua korban (GAA) dan minta maaf dan bilang dia belum bekerja. Ini inisiatif kami berdua. Uang Rp. 19 juta dikasih ke orangtua sebagai tanda kasih,” tambah Mama Ana seraya mengatakan belum ada komunikasi dengan pihak keluarga dari DNW karena tidak bisa dihubungi.
Ditanya JPU, berapa banyak ‘anak-anak’ yang didatangkan bersama kedua korban anak ini, Celsi mengaku semuanya ada 5 orang.
Sebenarnya, sambung dia, 3 orang lagi yang sudah dewasa masih mau bekerja, tetapi penyidik meminta mereka supaya semua dipulangkan saja, jangan sampai bermasalah lagi.
Menanggapi pertanyaan penasehat hukum, Metuzalak Awom, Mama Ana mengatakan, selama membuka tempat karaoke sekitar 4 tahun, tidak pernah ada masalah. “Baru kali ini saja,” akunya.
Diungkapkannya, uang sebesar Rp. 19 juta sudah diantar untuk korban GAA oleh suami dari Celsi dan penasehat hukum, terdakwa Celsi, Pak Anis. “Itu kerelaan kami,” katanya.
BACA JUGA: Demi Mengais Rezeki, Ujang Solihin Rela Tempuh Ratusan Kilometer
Selanjutnya, penasehat hukum kedua terdakwa, Mama Ana dan Celsi lebih banyak bertanya perihal keluarga dan anak-anak dari kedua terdakwa, yang masih membutuhkan perhatian untuk menjadi pertimbangan JPU dan majelis.
Sedangkan terkait tiket untuk pemulangan kedua korban, GAA dan DNW, Mama Ana mengaku, uang tiket untuk kedua korban sudah dibelikan dan dikasihkan ke penyidik.
Usai mendengar keterangan dari ketiganya dalam agenda pemeriksaan terdakwa, majelis hakim menutup persidangan, dilanjutkan hari ini, Senin, 15 Agustus 2022, dengan agenda pembacaan tuntutan JPU.
Sementara itu, berdasarkan catatan Tabura Pos, ketika kasus ini mencuat pada 2021 lalu, ada permohonan bantuan tiket pemulangan kedua korban, GAA dan DNW yang masih di bawah umur ke kampung halamannya di Pati, Jawa Tengah.
Akhirnya atas permohonan tersebut, dua anggota DPR Papua Barat dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdullah Gazam dan Abdu Rumkel bersedia menanggung biaya pemulangan kedua korban.
Biaya pemulangan diserahkan kedua anggota dewan, difasilitasi DPW Perempuan Bangsa Provinsi Papua Barat, yang diketuai, Hasnawati Rumakat.
Namun di persidangan, Kamis (11/8/2022), kedua terdakwa mengaku menanggung biaya pemulangan kedua korban dan biayanya diserahkan ke penyidik. [HEN-R1]