Manokwari, TABURAPOS.CO – Kepala BPJS Kesehatan Cabang Manokwari, Deny J. E. Putra Mase, tidak menampik adanya oknum dokter curang atau nakal baik di klinik, puskemas maupun rumah sakit, yang menaikan nilai klaim pembayaran jaminan kesehatan dari hasil penanganan pasien peserta BPJS Kesehatan.
“Sebenarnya kalau saya bicara itu (dokter nakal-red) sangat banyak dan sudah sering terjadi di Manokwari,” kata Deny kepada para wartawan setelah membuka sosialisasi pencegahn dan kecurangan kepada FKRTL dan FKTP di salah satu hotel di Manokwari, Rabu (14/9).
Akan tetapi, Deny menilai, jika dikategorikan perbuatan oknum dokter curang maupun nakal dimaksud, masih dalam kategori kecil menuju ke sedang, dan masih bisa ditolerir. Dimana, jika ada temuan, pelaku-pelaku masih bersedia mengembalikan anggarannya.
“Yang mana teman-teman baik dari puskesmas, rumah sakit, masih bersedia mengembalikan apabila terdapat hal-hal kecurangan, sehingga masih bisa ditolerir,” jelasnya.
Deny mengungkapkan, praktek kecurangan yang dilakukan oknum-oknum dokter nakal dalam menaikkan nilai klaim BPJS, biasanya dilakukan pada catatan rekam medis, seperti diagnose, obat, waktu perawatan, dan beberapa item lainnya.
Misalnya, sebut Deny, pasien yang rawat inap di puskesmas yang tadinya dirawat hanya dua hari, tetapi dalam catatan rekam medisnya dibuat 3 hari. Selain itu, obat-obatan yang sebenarnya obatnya sudah ada, namun pasien diminta untuk membelinya.
Di samping itu, ada juga perbuatan catatan rekam medis di rumah sakit, misalnya pasien hanya menderita flu, pilek, batuk, tetapi di diagnosa sakit malaria, sehingga nilai klaimnya bisa lebih besar atau lebih tinggi.
“Karena sistem pembayarannya klaim di rumah sakit dan puskesmas berbeda. Kalau puskesmas sistemnya sistem kapitasi, artinya berapa yang terdaftar dikali jumlah rupiahnya itu yang kita bayarkan setiap bulan. Kalau di rumah sakit bayar sesuai diagnosa,” beber Deny.
Dirinya menerangkan, yang menjadi peluang terjadinya kecurangn yang dilakkan oleh oknum dokter nakal, karena pembayaran tarif BPJS Kesehatan di Papua Barat masuk dalam regional V atau tarif pembayarannya cukup besar.
“Misalnya di Jawa kalau flu biasa bayarnya hanya Rp 200 ribu, tetapi kalau di Papua Barat bisa Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta, sehingga ada peluang bermain di rekam medis atau diagnosa,” ungkap Deny.
Deny menegaskan, sanksi kecurangan dimaksud bisa sampai hukuman penjara dan denda, serta pencabutan izin praktek, bahkan bisa sampai pemutusan kerjasama dengan puskesmas maupun rumah sakit yang terlibat.
Oleh karena itu, pihaknya melaksanakan sosialisasi pencegahan serta penanganan kecurangan kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) di wilayah Manokwari, dengan harapan tidak terjadi lagi.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Manokwari ini mengungkapkan, untuk meminimalisir kecurangan itu lebih banyak terjadi, pihaknya akan bekerjasama dengan melibatkan Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya (TKMKB) Manokwari yang akan melakukan pengawasan pembayaran klaim BPJS Kesehatan, baik di klinik, puskesmas maupun rumah sakit.
Menurut Deny, tim tersebut merupakan kumpulan perwakilan dari semua berbagai unsur kesehatan, seperti dinas kesehatan, ikatan dokter Indonesia, dokter analis dan berbagai sektor lini kesehatan lainnya.
BACA JUGA: Ilham Tewas Ditikam, Baba Dituntut JPU 5 Tahun ‘Ditambah’ Hakim 2 Tahun Lagi
Deny menerangkan, tim ini nantinya akan melakukan kroscek rekam medis dan analisa terhadap diagnosa yang dibuat dokter di rumah sakit maupun di puskesmas dan klinik yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
“Jadi, masing-masing sudah punya kompetensi, sehingga kalau ada kecurangan misalnya kasus anak, ada dokter spesialis anak untuk menelusuri rekam medisnya, diagnosanya, sehingga benar-benar kita fair,” ungkapnya.
Deny yakin, dengan melibatkan TKMKB dapat menekan bahkan menghilangkan praktek-praktek kecurangan yang dilakukan oknum-oknum dokter nakal.
“Kenapa harus ada tim, karena kalau kami dari BPJS yang lakukan, terkesan ada kepentingan, sehingga kita ambil dari luar. Langkah ini juga sebagai upaya BPJS Kesehatan menindaklanjuti hal itu, agar jangan dipikir dibiarkan,” pungkasnya. [SDR-R1]