Manokwari, TABURAPOS.CO – Aparat kepolisian mengaku sudah mengantongi 11 terduga pelaku penyerangan terhadap para pekerja proyek jalan Teluk Bintuni – Maybrat yang menewaskan 4 warga sipil, belum lama ini.
Direskrimum Polda Papua Barat, Kombes Pol. Novia Jaya mengatakan, penyerangan yang menewaskan 4 warga sipil itu masih dalam proses penyelidikan.
Diungkapkan Jaya, pihak kepolisian sudah memeriksan beberapa saksi dan mengumpulkan barang bukti dan mengantongi 11 nama yang diduga pelaku penyerangan tersebut.
Menurutnya, para pelaku diidentifikasi setelah mencocokkan proses penyelidikan dan video maupun foto yang beredar.
“Dari 11 pelaku, ada beberapa DPO kasus Kisor (penyerangan Posramil), ada kaitan di bawah komando MF. Jadi, itu yang melakukan penyerangan dari kelompok MF,” ungkap Direskrimum kepada para wartawan di Kodam XVIII Kasuari, Rabu (5/10).
Untuk gambar senjata dan amunisi yang berada di sekitar tempat kejadian perkara (TKP), jelas Jaya, foto senjata dan amunisi sengaja direkayasa, lalu dibuat seolah-olah milik korban.
“Soal senjata dan amunisi, itu milik pelaku. Mereka sengaja rekayasa dan memutarbalikkan fakta. Senjata itu senapan angina, tapi menggunakan amunisi. Kemudian amunisi itu yang diklaim milik korban,” jelasnya.
Ia menyebut, para pelaku penyerangan yang menewaskan 4 warga sipil itu merupakan kelompok militant wilayah Teluk Bintuni, dan ada beberapa dari Maybrat.
Dirinya menjelaskan, setelah pemeriksaan saksi dan pengumpulan barang bukti, dilakukan pemberkasan, lalu melakukan penangkapan terhadap para pelaku untuk diproses hukum.
Sedangkan keberadaan pelaku, ungkap dia, diduga masih di sekitar TKP, sementara untuk proses penangkapan, itu teknis di lapangan.
“Untuk korban selamat, sebagian sudah kembali ke keluarga atau kampung halaman. Satu orang masih dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara,” katanya.
Pada kesempatan itu, Direskrimum mengaku belum menerima informasi soal penangkapan terhadap seorang perempuan di Teluk Bintuni terkait dugaan penyebaran hoax atas kejadian ini.
“Soal perempuan penyebar berita hoax yang diamankan di Teluk Bintuni, belum ada konfirmasi dari Kapolres Teluk Bintuni. Nanti kita cek kembali,” katanya.
Sekaitan dengan penyerangan yang menewaskan 4 warga sipil pekerja proyek jalan, Ketua Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB), Maxi N. Ahoren meminta TNI dan Polri segera mengambil langkah cepat melakukan penyisiran dan menangkap para pelaku penyerangan.
Dia menilai, penyerangan terhadap para pekerja proyek jalan di Teluk Bintuni – Maybrat, merupakan tindakan yang sangat tidak manusiawi. Untuk itu, tegas Ahoren, MRPB mengutuk keras kejadian itu, karena ini bukan cara yang dilakukan orang Papua, khususnya masyarakat adat.
“Hal-hal ini tidak perlu ditolerir,” ujar Ketua MRPB kepada para wartawan di Kodam XVIII Kasuari, Arfai, Manokwari, Rabu (5/10).
Ia meminta TNI dan Polri segera melakukan penangkapan terhadap para pelaku penyerangan 4 warga sipil, karena kejadian seperti ini sudah terjadi 3 kali, sedangkan Papua Barat diketahui sebagai daerah yang damai, aman, dan nyaman.
Dirinya juga berharap pemda untuk pekerjaan jalan trans tidak lagi diberikan ke pihak ketiga, tetapi perlu ada pengawasan dan pengamanan ketat dari aparat TNI dan Polri.
BACA JUGA: Merasa Kecewa, Nelayan Usul ke DPRD Kuota BBM Khusus di SPBN Dihentikan
“Akhir-akhir ini terjadi peristiwa sangat biadab. Kalau kita biarkan ini terus terjadi. Ini kan masalah. Apalagi oknum pelaku pembunuhan selalu sama. TNI dan Polri harus bergerak cepat, masuk ke areal dan melakukan penyisiran,” pinta Ketua MRPB.
Selama ini, tegas Ahoren, pihaknya mendukung masalah hak asasi manusia (HAM), tetapi yang dilakukan saat ini, justru mereka melakukan pelanggaran HAM, khususnya kelompok tertentu itu.
Menurut Ahoren, sejak awal MRPB dan Kodam XVIII Kasuari sudah melakukan upaya pendekatan, terutama di Maybrat, melibatkan kelompok-kelompok masyarakat setempat dan tokoh agama.
Namun, lanjut dia, jika ini terjadi lagi, maka TNI dan Polri sudah seharusnya melakukan penyisiran. “Saya kira kejadian hari ini perlu ada penyisiran. Kalau bicara HAM, ini sudah terjadi dan ini masalah HAM juga,” tukas Ketua MRPB. [AND-R1]