Manokwari, TABURAPOS.CO – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Majelis Pemusyawaratan Mahasiswa (MPM) Universitas Papua (Unipa) Manokwari menolak kunjungan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Sekjen Wantannas), Laksamana Madya TNI Harjo Sumoro, Kapolda Papua Barat , Irjen Pol. Daniel T.M. Silitonga, dan Pangdam XVIII Kasuari, Mayjen TNI Gabriel Lema ke Unipa Manokwari, Rabu (12/10).
Pasalnya, BEM dan MPM Unipa mencurigai ada agenda lain, sehingga BEM dan MPM bersama Rektorat sudah bersepakat membatalkan kuliah umum yang akan disampaikan Sekjen Wantannas.
Mereka juga melayangkan aksi protes lantaran pihak Rektorat masih melakukan pertemuan bersama Sekjen Wantannas dan rombongan, sehingga memaksa masuk ke gedung Rektorat Unipa dan mendesak Rektor Unipa, DR. Meky Sagrim, S.P, M.Si mengakhiri pertemuan tersebut.
Akhirnya, Sekje Wantannas dan rombongan, Pangdam, dan Kapolda mengakhiri pertemuan dan keluar dari gedung Rektorat Unipa.

Menyikapi aksi protes ini, Rektor Unipa menjelaskan, pemberian kuliah umum di Aula Unipa berkaitan dengan pengelolaan sumber daya laut dan kemaritiman di kawasan Timur Indonesia.
Namun, lanjut dia, menyusul adanya penolakan dari mahasiswa yang sudah disuarakan, mulai pintu utama, akhirnya pihak Rektorat meminta kuliah umum itu dibatalkan.
Akhirnya, kata dia, pihak Wantannas selaku koordinator yang berkaitan langsung dengan keamanan negara, meminta bersilaturahmi dengan Rektor.
“Ya, orang datang bersilaturahmi, masa kita tolak. Pak Pangdam sudah pernah berkunjung ke Unipa, tapi Kapolda Papua Barat baru kali ini. coba adik-adik berada di posisi kami, ada orang datang bersilaturahmi, apa tolak mereka? Tentu terima,” jelas Meky Sagrim di hadapan BEM dan MPM Unipa Manokwari.
Diungkapkannya, pertemuan yang berlangsung di lantai 4, mereka menyampaikan baru pertama kali datang ke Papua. Lalu, sambung Meky Sagrim, mereka menanyakan keadaan sumber daya alam tanah Papua yang begitu melimpah serta potensi mahasiswa di Unipa.
“Hanya itu yang kami bahas, tidak ada lebih dan yang saya kurangi lagi,” tegas Meky Sagrim.
Sedangkan Ketua Presma Unipa Manokwari, Yuliance Fanataf mengatakan, pihaknya merasa keberatan, karena tidak ada pemberitahuan ke mahasiswa akan dilaksanakan kegiatan dari TNI dan Polri.
Ditegaskannya, mahasiswa tidak mengizinkan TNI dan Polri masuk ke dalam kampus dengan alasan otonomi kampus yang melarang pihak aparat keamanan masuk ke dalam kampus.
“Teman-teman mahasiswa sangat sensitif, karena tidak ada pemberitahuan sebelumnya. teman-teman merasa terganggu adanya aparat keamanan di dalam kampus,” katanya.
Dikatakannya, apa yang dibicarakan Rektor dan mereka secara pasti, pihaknya tidak mengetahuinya, tetapi dengan penjelasan Rektor, maka pihaknya sudah merasa puas.
Menurut dia, mahasiswa menolak materi kuliah umum terkait peningkatan keamanan, karena dinilai tidak terlalu berbobot terhadap mahasiswa dan tidak tepat sasaran.

Apalagi, kata dia, kegiatan itu menghadirkan aparat keamanan yang menggantikan para dosen. “Itu yang membuat teman-teman mahasiswa keberatan,” tukasnya.
Ketua MPM Unipa Manokwari, Agus Nahabial mengatakan, sejak pukul 11.00 WIT, pihaknya sudah melakukan pemalangan Aula Unipa, tempat akan akan diselenggarakannya kuliah umum.
Dari hasil negosiasi dengan Pembantu Rektor III, disepakati kuliah umum dibatalkan, lalu mahasiswa dan aparat keamanan juga membubarkan diri. Namun, beberapa saat kemudian, terlihat rombongan kendaraan dikawal aparat keamanan menuju gedung Rektorat Unipa.
“Itu yang membuat kami keberatan, kenapa ada pertemuan di belakang dan dilakukan di dalam universitas, kan sudah ada kesepakatan awal. Kalau itu dilaksanakan di luar lingkungan Universitas, kami tidak menolak dan menghalang-halanginya,” kata Agus.
BACA JUGA: Upacara HUT Ke-23 Ditandai Penghormatan Lambang Pemerintah Provinsi Papua Barat
Menyikapi agenda pertemuan itu, tegas Agus, tidak ada undang-undang yang mengharuskan pihak militer dan akademisi untuk berkolaborasi. Melihat pertemuan hari ini (kemarin, red), menunjukkan sudah ada MoU di antara Universitas dan militer yang dibuat pada 202.
“Sehingga militer melakukan berbagai pendekatan dengan membangun komunikasi melalui universitas. Kami mahasiswa menolak dan pertemuan antara Rektor dan pihak militer,” ujar Agus.
Di samping itu, tegas dia, mahasiswa juga menolak untuk tidak diberikan materi kuliah umum terkait keamanan negara. “Kalau kita menilik, sejak tahun 1961 sampai tahun ini, kasus pelanggaran HAM yang dilakukan militer di tanah Papua belum selesai,” katanya. [K&K-R1]