Sidang Kasus Penambangan Emas Ilegal Kelompok BCL
Manokwari, TABURAPOS.CO – ET alias Elfon, ketua grup dari penambang emas ilegal kelompok ‘BCL’ alias Culang alias Musriady Shahrir alias Bos, di Kali Wariori, Kampung Waserawi, Distrik Masni, Kabupaten Manokwari, menyatakan menerima putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Selasa (11/10).
Dalam putusannya, majelis hakim yang diketuai, Cahyono R. Adrianto, SH, MH menjatuhkan hukuman selama 1 tahun pidana penjara, denda sebesar Rp. 100 juta subsider 3 bulan kurungan, dan membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000.
Setelah mendengarkan putusan majelis hakim, Elfon langsung berkonsultasi dengan penasehat hukumnya, Ruben Sabami, SH, apakah menerima putusan atau menyatakan banding. Selanjutnya, Ruben Sabami menegaskan bahwa terdakwa menerima dengan ikhlas putusan majelis hakim.
“Terdakwa secara ikhlas menerima putusan dari majelis hakim,” jawab Ruben Sabami dibenarkan Elfon menanggapi pertanyaan ketua majelis hakim.
Sementara itu, terkait putusan perkara Nomor: 87/Pid.Sus/2022/PN Mnk dengan terdakwa, ET alias Elfon, jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Papua Barat, Joice E. Mariai, SH, MH masih menyatakan pikir-pikir.
Dengan pernyataan pikir-pikir dari JPU, maka perkara dengan terdakwa, ET belum berkekuatan hukum tetap, termasuk 9 anggota grup BCL lainnya.
Untuk itu, majelis hakim memberikan waktu selama 7 hari terhadap para pihak, terutama JPU dalam menentukan sikap, apakah menerima atau menyatakan banding ke Pengadilan Tinggi Jayapura, Papua.
JPU Kejati Papua Barat sangat dimungkinkan akan mengambil langkah upaya hukum banding, lantaran hukuman yang dijatuhkan terhadap terdakwa, ET masih jauh dibandingkan tuntutan penuntut umum, selama 3 tahun pidana penjara dan denda Rp. 2 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Apalagi, 2 unit excavator merek Komatsu milik saksi, Fabianus Widi Hidayat yang disebut-sebut ‘disewa’ Musriady Shahrir (tidak mampu ditangkap polisi dan masuk daftar pencarian orang (DPO) Polda Papua Barat), dalam perkara terdakwa, ET diputuskan digunakan dalam perkara lain atas nama AH dan kawan-kawan.
Namun dalam putusan terhadap para terdakwa, yaitu: AH, Y, A, AF, MS, MIM, RM, R, dan SL, majelis hakim yang diketuai Cahyono R. Adrianto, SH, ternyata tidak sependapat dengan tuntutan JPU, Fransinka L. Wonmaly, SH.
Majelis hakim pun ‘bermanuver’ jauh dari tuntutan penuntut umum, memutuskan untuk mengembalikan kedua excavator yang digunakan melakukan tindak pidana penambangan emas ilegal di Kali Wariori, Kampung Waserawi, Distrik Masni, Kabupaten Manokwari.
Sebelumnya, JPU, Fransinka L. Wonmaly menuntut agar barang bukti berupa 1 excavator Komatsu model 200-10 MO, no. seri DBCH0037 dengan nomor product KMTPC303CMMCH0037 berwarna kuning, 1 excavator Komatsu model 200-10 MO, no. seri DBCH0157 dengan nomor product KMTPC303HNMCH0157 berwarna kuning, 1 dompeng, 1 alkon Honda, 1 sendok untuk mengeringkan emas, 1 selang terpal ukuran 3 inchi sekitar 8 meter, 1 selang terpal ukuran 4 inchi sekitar 15 meter, 2 selang benang sekitar 2 meter, 1 selang benang ukuran 2 inchi sekitar 4 meter, 1 selang spiral ukuran 5 inchi sekitar 5 meter, dan 1 selang spiral ukuran 3 inchi sekitar 5 meter.
Selanjutnya, 1 timbangan Pocket Scale, 1 genset Gladiator Tech by Japan, 1 bungkus plastik bening berisi butiran emas seberat 1,94 gram, dirampas untuk negara.
Sedangkan dalam putusan terhadap ke-9 terdakwa yang merupakan anak buah, keluarga, dan kerabat dari sang DPO, Musriady Shahrir, dijatuhi hukuman masing-masing selama 7 bulan pidana penjara, denda Rp. 50 juta subsider 1 bulan kurungan.
Meski para terdakwa dan penasehat hukum ke-9 terdakwa menyatakan menerima putusan tersebut, tetapi lagi-lagi JPU menyatakan pikir-pikir menyikapi putusan majelis hakim.
Dalam sidang beragenda tuntutan, saudara maupun para anak buah dari BCL, masing-masing AH, Y, A, AF, MS, MIM, RM, R, dan SL, dinyatakan JPU terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘secara bersama-sama melakukan penambangan tanpa izin’ sebagaimana dimaksud dalam dakwaan ke-1 JPU.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, AH, R, Y, A, RM, S, AF, MS, dan MIM dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan, dikurangkan dengan masa penangkapan dan masa penahanan yang telah dijalani masing-masing terdakwa dan pidana denda sebesar Rp. 2 miliar,” urai JPU.
Lanjut JPU, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayarkan, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan. Selanjutnya, memerintahkan agar para terdakwa tetap ditahan atau tetap berada dalam tahanan.
Usai persidangan, Ketua Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Cahyono R. Adrianto, SH, MH yang ditanya perihal putusan ‘kontroversial’ untuk mengembalikan kedua unit excavator kepada saksi, Fabianus Widi Hidayat, enggan berkomentar.
“Nanti tanya Humas saja ya,” jawab Ketua PN yang dikonfirmasi Tabura Pos usai persidangan sejumlah kasus penambangan emas ilegal di PN Manokwari, Selasa (11/10) sore.
Hal senada dilontarkan JPU, Joice E. Mariai terkait putusan majelis hakim yang jauh dari tuntutan, apalagi mengembalikkan 2 excavator merek Komatsu kepada saksi Fabianus.
“Saya tidak mau komentar. Kalau ikut persidangan, itulah faktanya,” singkat Joice Mariai menanggapi pertanyaan Tabura Pos di depan ruang sidang Cakra, PN Manokwari, Selasa (11/10).
Dalam persidangan beragenda pemeriksaan saksi atas perkara Nomor: 88/Pid.Sus/2022/PN Mnk, JPU menghadirkan saksi-saksi dari pegawai Balai Wilayah Sungai (BWS) Provinsi Papua Barat yang ‘menepis’ keterangan saksi bahwa kedua excavator itu disewa untuk pekerjaan proyek bendungan di Kali Wariori.
BACA JUGA: Dicurigai, Mahasiswa Unipa Tolak Kunjungan Sekjen Wantannas RI, Pangdam, dan Kapolda
Menurut kesaksian dari pihak BWS, tidak ada pekerjaan proyek pembangunan bendungan di Kali Wariori dan di Provinsi Papua Barat pada 2021-2022 serta tidak ada bendungan di Provinsi Papua Barat, yang ada hanya bendung, bukan bendungan.
Sedangkan informasi yang dihimpun Tabura Pos, tuntutan perampasan barang bukti dalam kasus penambangan emas ilegal, termasuk 2 excavator, JPU berpegang pada Pasal 164 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 158, Pasal 159, Pasal 160, Pasal 161, Pasal 161A, Pasal 161B, dan Pasal 162, kepada pelaku tindak pidana dapat dikenai pidana tambahan berupa:
Pertama, perampasan barang yang digunakan dalam melakukan tindak pidana. Kedua, perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan atau, ketiga, kewajiban membayar biaya yang timbul akibat tindak pidana. [HEN-R1]