Manokwari, TABURAPOS.CO – Pimpinan atau atasan dari terdakwa, Sertu AFFJ yang merupakan pengawal pribadi (walpri) Pangdam XVIII Kasuari, harus ikut bertanggung jawab atas kasus dugaan penyalahgunaan senjata api (senpi) yang bergulir di Pengadilan Militer III-19 Jayapura.
Sebab, akibat kelalaiannya dalam memegang atau menggunakan senpi, adik iparnya, almarhum Rafael I. Balaweling, meninggal dunia akibat tertembus peluru dari senpi G2 Combat, di Kampung Aimasi, Distrik Prafi, Kabupaten Manokwari, Sabtu, 4 Juni 2022 silam.
Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, Yan C. Warinussy, SH mengatakan, bisa saja ada hubungan ke sana, dalam hal kelalaian dari pimpinan atau atasannya dalam pengawasan penggunaan senpi yang digunakan Sertu AFFJ.
“Manusia punya keterbatasan. Jadi, setiap saat kalau dia mau keluar, pasti dia meminta izin. Pasti kalau keluar, dia bilang bapak izin, saya mau pergi. Ya sudah pergi, tetapi senjata tidak boleh dibawa atau dititipkan. Biasanya begitu,” terang Warinussy kepada Tabura Pos via ponselnya, Selasa (18/10).
Untuk itu, sambung Warinussy, dengan kejadian yang menewaskan korban atas dugaan penyalahgunaan senpi tersebut, maka pimpinan atau atasan dari Sertu AFFJ harus ikut bertanggungjawab.
“Karena pasti dia sudah meminta izin. Kalau dia izin, lalu senjata dibawa, kalau ada tindakan apapun yang dilakukan, atasannya harus bertanggungjawab,” tegas Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari ini.
Menurutnya, penguasaan atau penggunaan senpi dengan surat yang disebutkan sudah kadaluarsa pada Februari 2022, sedangkan Sertu AFFJ masih memegang senpi sampai acara pernikahannya, menjadi hal yang memberatkan di persidangan.
“Itu bagian yang menurut saya memberatkan dia. Itu tidak boleh. Barang itu bukan milik pribadinya. Tidak bisa ditenteng ke sana kemari. Tidak bisa,” ujar Warinussy.
Dijelaskannya, apabila Sertu AFFJ sudah selesai menjalankan tugas, misalnya melakukan pengawalan, maka senpi harus dikembalikan.
“Kalau dia keluar untuk menjalankan aktivitas pribadi, barang itu dia tidak boleh bawa. Terkecuali dia sedang menjalankan tugas, sedang melakukan pengawalan,” tegas Warinussy.
Mantan jurnalis ini mencontohkan kasus yang dialami Brigadir J. Dikatakannya, Brigadir J membawa senpi lantaran sedang menjalankan tugas mengawal istri dari mantan Kadiv Propam, Ferdy Sambo, Putri Candrawati ke Magelang.
“Tapi, kalau dia pergi bertemu dengan pacarnya, maka senpi tidak boleh dia bawa, karena itu bukan barang pribadi dia. Etika dan aturan hukumnya begitu,” tandas Warinussy.
Sementara dalam persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim Pengadilan Militer III-19 Jayapura, Kolonel Chk Rudy Dwi Prakamto, hakim anggota Letkol Chk Arie Fitriansyah dan Mayor Chk Dandi A. Sitompul serta Panitera, Kapten Sus Budi Santosa, Senin (19/10) sore, terungkap bahwa ada surat yang sudah kadaluarsa atau tidak berlaku lagi.
Surat yang dimaksud yakni Surat Keterangan Hasil Penelitian Personil (SKHPP) No: SKHPP/296/VIII/2021 tanggal 12 Agustus 2021. SKHPP untuk terdakwa, Sertu AFFJ itu berlaku selama 6 bulan, dengan demikian berakhir pada Februari 2022.
Di sela-sela persidangan yang diwarnai ‘perintah’ Panitera Pengadilan Militer III-19 Jayapura kepada stafnya untuk menghapus paksa rekaman video dan foto-foto terhadap 2 wartawan (Tabura Pos dan Tribun Papua Barat), SKHPP itu tidak pernah diperbaharui hingga peristiwa berdarah terjadi, Sabtu, 4 Juni 2022.
BACA JUGA: Lima Putra Magang Seni Lukis dan Ukir Media Keramik di Yogyakarta
Ironisnya, sidang yang dinyatakan terbuka dan dibuka untuk umum tersebut, 2 wartawan yang meliput proses persidangan harus mendapat perlakuan tidak mengenakan dan dipaksa menghapus seluruh dokumentasi dengan alasan tidak mendapatkan izin dari majelis hakim.
Sebelumnya, Kepala Dinas Penerangan TNI-AD (Kadispenad) Brigjen TNI Tatang Subarna dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/6/2022), menegaskan, apabila benar melanggar, akan langsung diproses sesuai ketentuan hukum militer yang berlaku.
Ia menambahkan, sebagaimana yang pernah ditegaskan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman bahwa ia akan bertanggung jawab atas penegakan hukum terhadap oknum prajurit TNI-AD yang melanggar ketentuan dan aturan.
Sedangkan untuk penyelesaian kasusnya akan dilakukan berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku di dalam sistem peradilan militer.
“Mekanisme hukum di TNI-AD akan dijalankan sesuai prosedur dan transparan, artinya tidak ditutup-tutupi. Kita ikuti arahan Bapak Kasad terkait penegakan hukum di militer,” imbuhnya. [HEN-R1]