Manokwari, TABURAPOS.CO – Koordinator Jurnalisme Warga Mnukwar-Papua Barat, Mambrasar Musa mengutuk sikap arogan dan intimidasi oleh oknum aparat militer Indonesia terhadap 2 wartawan yang melakukan tugas peliputan di Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Senin (17/10).
Kedua wartawan, yaitu: Henry Sitinjak dari Tabura Pos dan Safwan Ashari dari Tribun Papua Barat, kala itu sedang melakukan peliputan persidangan kasus penembakan atas terdakwa, Sertu AFFJ yang menewaskan adik iparnya, almarhum Rafael I. Balaweling di Kampung Aimasi, Distrik Prafi, Kabupaten Manokwari, 4 Juni 2022 silam.
Sidang itu dipimpin ketua majelis hakim Pengadilan Militer III-19 Jayapura, Kolonel Chk Rudy Dwi Prakamto, dua hakim anggota, Letkol Chk A. Fitriansyah dan Mayor Chk Dandi A. Sitompul, serta Panitera Pengganti, Kapten Sus Budi Santosa.
Ditegaskan Mambrasar, wartawan merupakan bagian dari pilar demokrasi, sehingga dalam menjalankan tugas dan profesinya, mutlak mendapat perlindungan dari negara, masyarakat, perusahaan pers, organisasi pers, bahkan institusi penegak hukum.
Menurutnya, pengambilan secara paksa alat kerja wartawan serta penghapusan rekaman video dan foto-foto proses persidangan yang dilakukan seorang staf atas perintah Panitera Pengganti, merupakan bentuk dari sikap arogan dan intimidasi.
“Tugas wartawan jelas, yakni menjalankan tugas peliputan dan kewajiban sesuai Kode Etik Jurnalistik (KEJ) serta berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” ujar Mambrasar kepada Tabura Pos di Manokwari, Senin (24/10).
Dirinya menilai, tindakan yang dilakukan seorang staf atas perintah Panitera Pengganti, bisa dikategorikan melanggar dan mencederai Undang-undang Pers.
Di samping itu, tambah dia, sikap arogan dan intimidasi juga mencederai Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan Undang-undang 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvensi Hak Sipil dan Politik serta Perkap Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pengimplementasian HAM.
Untuk itu, ia meminta perusahaan pers dan organisasi pers di mana kedua wartawan bernaung segera mengambil langkah hukum, karena perbuatan itu masuk kategori perbuatan tidak menyenangkan sesuai KUHP, Pasal 335 Ayat 1 dan Pasal 18 Ayat 1 Undang-undang Pers.
Mambrasar menegaskan, dengan kedua pasal tersebut, bisa digunakan perusahaan pers dan atau organisasi pers untuk memproses oknum aparat militer Indonesia tersebut.
“Supaya ini tidak terjadi lagi di kemudian hari terhadap para wartawan yang melakukan tugas-tugas peliputan,” pinta Mambrasar.
Ditambahkan Mambrasar, seharusnya majelis hakim dan Panitera Pengganti Pengadilan Militer III-19 Jayapura memahami tentang aturan undang-undang terkait kerja-kerja jurnalis.
“Tetapi kalau mereka menunjukkan sikap arogan dan intimidasi, apalagi sidang dinyatakan terbuka dan dibuka untuk umum, tentu menimbulkan pertanyaan publik, apa sebenarnya yang disembunyikan,” katanya dengan nada tanya.
Oleh sebab itu, ia mendesak Panglima TNI, Jenderal TNI Andika Perkasa memberikan teguran dan sanksi terhadap oknum aparat militer Indonesia yang diduga bersikap arogan dan mengintimidasi kerja-kerja wartawan.
BACA JUGA: Bupati Ajak Semua Pihak Aktif Hadirkan Kegiatan Bagi Anak Muda
Selain itu, Mambrasar juga mendesak Pangdam XVIII Kasuari, Mayjen TNI Gabriel Lema memberi sanksi tegas terhadap atasan dari Sertu AFFJ.
Sebab, ia menjelaskan, atasan dari Sertu AFFJ tidak bisa mengontrol terkait perizinan senjata api (senpi) yang dilaporkan sudah kadaluarsa sejak Februari 2022 atau 4 bulan sebelum penembakan itu.
“Sehingga oknum-oknum aparat negara tidak seenaknya memakai senjata api yang notabene adalah alat negara di luar dari tugas dan tanggung jawabnya,” pungkas Mambrasar. [FSM-R1]