Manokwari, TABURAPOS.CO – Kapolres Manokwari, AKBP Parasian H. Gultom mengklaim pihaknya berhasil menangkap seorang pemodal penambangan emas ilegal di Kali Wariori, Kampung Waserawi, Distrik Masni, Kabupaten Manokwari.
Dikatakan Gultom, pemodal tambang emas ilegal itu berinisial A, merupakan salah satu pemodal dari 33 pekerja yang sudah ditetapkan menjadi tersangka dan kini mendekam di tahanan Polres Manokwari.
Ia membeberkan, selain pemodal berinisial A, masih ada satu lagi pemodal lain yang berusaha diendus keberadaannya dan dalam upaya pencarian.
“Soal penambangan emas, pemodalnya sudah ditangkap, satu orang berinisial A. Dari jumlah 33 tersangka itu, disinyalir ada dua pemodal,” rinci Kapolres kepada para wartawan di Polres Manokwari, Rabu (28/12).
Meski Kapolres belum mengungkapkan identitas seorang pemodal yang masih dalam proses pencarian itu, tetapi jika yang bersangkutan tidak menyerahkan diri, akan dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO).
Sementara itu, secara terpisah, Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, Yan C. Warinussy, SH berharap penyidik kepolisian bisa bekerja profesional dan prosedural dalam mengungkap tuntas penambangan emas ilegal dengan jumlah tersangka 33 orang itu.
“Kita penegak hukum, baik hakim, polisi, jaksa, dan pengacara bekerja berdasarkan KUHAP, tidak bisa bekerja berdasarkan aturan lain,” tegas Warinussy kepada Tabura Pos di Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, belum lama ini.
Menurutnya, tidak boleh ada kesan ‘tebang pilih’ dalam penanganan kasus penambangan emas ilegal, karena yang selama ini hanya menyeret para pekerja tambang ‘kaki abu’, sedangkan pemodal dan penadah emas tidak pernah tersentuh hukum.
Dirinya mempertanyakan penangkapan terhadap 33 penambang emas tanpa barang bukti butiran-butiran emas. “Informasi yang kita dapat, kan tidak ada barang bukti emas. Lalu, bagaimana caranya mereka bisa diperkarakan? Emasnya mana, kalau mereka disebut penambang emas ilegal,” katanya dengan nada tanya.
Di samping itu, ia juga berharap barang bukti seperti excavator harus diamankan, sehingga pemilik dari excavator itu pasti gerah apabila barangnya diamankan polisi.

“Dia pasti datang, bilang tolonglah pak, kalau bisa alatnya dilepaskan. Kebanyakan alat-alat itu disewa, bukan milik penambang, tetapi milik kontraktor yang ada di sini yang disewakan. Kalau itu ditahan, pasti kontraktornya bereaksi,” terang Warinussy.
Dari para kontraktor yang mempunyai alat berat, seperti excavator itulah, lanjut dia, pihak kepolisian bisa mengungkap siapa sesungguhnya yang menyewa alat dan di mana orangnya, sehingga muda ditelusuri.
Namun, ungkap dia, penegak hukum selama ini terkesan enggan menyentuh sampai ke hal tersebut. “Ada apa sebenarnya? Berkaca dari kasus 31 orang penambang emas dari kelompok Jambi dan BCL, tidak ada seorang pemodal pun yang ditangkap. Alat bukan miliknya. Tidak mungkin dia beli alat di sana, lalu dikirim ke sini. Dia pasti akan menyewa alat yang ada di sini. Alat di sini, pasti ada pemiliknya. Kalau alatnya ditahan, pasti pemiliknya gerah, dia akan datang dan dialah sumber informasi untuk melacak atau menelusuri siapa pemodal dari penambangan emas yang menyewa alat-alat tersebut,” papar Warinussy.
Di sisi lain, dirinya juga mempertanyakan keseriusan Polda Papua Barat untuk menangkap sejumlah bos dari 31 terdakwa yang sudah menjalani proses persidangan.
Sebab, sambung dia, berdasarkan hasil penyelidikan, juga terungkap di persidangan, setidaknya ada 3 pemodal yang tak kunjung ditangkap untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Ketiga pemodal dari dua kelompok, yakni kelompok Jambi dan BCL, yaitu: Ongki R. Saputra (berhasil kabur dari Lapas Kelas II B Manokwari) bersama rekannya Supriadi serta Musriady Shahrir dari kelompok BCL.
BACA JUGA: Filep Akui Kelincahan Peselancar Asal Biak
“Kalau mereka ini tidak ditangkap, penegakkan hukum seperti apa yang mau dilakukan. Penegakkan hukum itu harus tuntas. Semua yang terlibat dalam perkara, baik penambang, operator alat berat, pemodal, dan semua yang terlibat, harus dijerat dan dibawa ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,” ujar Warinussy.
Perbuatan para penambang emas ilegal yang telah menyalahi aturan, diantanya, tidak mempunyai izin penambangan dan kegiatan mengekplorasi serta mengeksploitasi, pasti merusak lingkungan.
“Itu pasti merugikan negara dan rakyat. Itu yang harus dipikirkan. Kalau bisa, pengelolaannya diberikan ke masyarakat adat, tanpa campur tangan orang luar,” tutup Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari ini. [AND/HEN-R1]