Manokwari, TP – Penjabat Gubernur Papua Barat, Paulus Waterpauw bersama Plt. Sekretaris Daerah (Sekda) Papua Barat, Dance Sangkek mengambil keputusan tegas dengan memberhentikan lima orang pegawainya.
Ke lima orang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) yang direncanakan diangkat dari kelompok Honorer Daerah (Honda) 512 di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat tersebut diberhentikan karena disebut terlibat aktif dalam aksi demo beberapa waktu lalu.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Papua Barat, Nelles Dowansiba mengatakan, kelima orang ini diberhentikan karena sebagai koordinator aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh Honda kelompok honda 512 (Setelah diverifikasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Reformasi Birokrasi, yang sebelumnya berjumlah 512 menjadi 439 tenaga honda).
Menurut Dowansiba, kelima orang tersebut saat menyampaikan aturan begitu detail, namun sayangnya disampaikan dengan cara tidak ber-etika. Bahkan, setiap kali melakukan aksi demo disertai meneror staf BKD hingga merusak fasilitas publik dan fasilitas pemerintah dengan membakar ban bekas.
“Bukan satu kali demo, di tahun 2022 hampir setiap hari mereka demo, bakar ban dan merusak aset pemerintah yang ada di BKD Papua Barat,” jelas Dowansiba usai apel gabungan di Stadion Sanggeng Manokwari, pekan lalu.
Seorang pegawai akan menjadi contoh dan teladan bagi masyarakat. Namun, jika setiap kali menyampaikan tuntutan dengan cara-cara yang tidak beretika maka dinilai tidak layak menjadi seorang pegawai.
“Saya menggaris bawahi putusan yang telah diambil bapak Penjabat Gubernur dan bapak Plt. Sekda bahwa, saudara-Saudari 512 ini merupakan masalah lama dan masalah yang terjadi sejak tahun 2018 sebelum saya menjabat,” terang Dowansiba.
Tetapi, sejak 5 Januari 2022 dilantik sebagai Kepala BKD Papua Barat, dirinya tidak tinggal diam, sehingga setelah 1 pekan bertugas dirinya mengambil langkah dengan membentuk tim kerja guna mencari solusi, bukan mencari masalah.
“Kami mencari solusi dan membentuk tim dari BKD yang bekerja sama dengan Kantor Regional XIV BKN Manokwari. Kami perjuangkan nasib mereka sampai di Menpan RB. Namun, tetap, 26 Juli 2022 Keputusan Menpan-RB Nomor 222 Tahun 2022 tentang Status P3K di Pemprov Papua Barat. Kenapa P3K, karena faktor usia,” jelasnya.
Dowansiba menegaskan, pihaknya tidak dapat menabrak aturan, sehingga setelah aturan tersebut turun dan disampaikan ke Pejabat Gubernur mengumumkan status mereka, namun ternyata keputusan tersebut tidak diterima.
“Terakhir tanggal 3 Januari 2023 barulah mereka membuka palang. Mengapa, bapak Gubernur dan Plt. Sekda mengambil keputusan untuk memberhentikan mereka, karena 5 orang sebagai koordinator aksi,” kata Dowansiba.
Dowansiba melanjutkan, pihaknya sudah mengundang perwakilan Kantor Regional XIV BKN Manokwari untuk melakukan sosialisasi kepada mereka tentang status kepegawaiannya, namun tetap tidak bersedia menerimanya.
“Honorer 512 atau 439 ini bekerja sejak awal, karena kebijakan Gubernur Papua Barat periode 2017-2022, Dominggus Mandacan. Beliau sebagai orang asli Papua mengambil kebijakan meskipun belum ada putusan dari pemerintah pusat. Pengangkatan honorer 512 menjadi P3K tanpa Nomor Induk Pegawai (NIP). Setelah kami perjuangkan, akhirnya mereka mendapatkan NIP, namun mereka tidak puas dan mereka memilih menjadi CPNS,” ujar Dowansiba.
Dowansiba menjelaskan, kala itu setelah adanya penolakan P3K, pihaknya bersama Biro Hukum sudah menyusun Raperdasus dan ditetapkan DPR Papua Barat menjadi Perdasus terkait pengangkatan Honorer di Papua Barat yang dibahas hingga ke Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Sebelumnya, para tenaga honorer 512 menyampaikan bahwa mereka telah bekerja sejak tahun 2004, namun setelah dikroscek datanya, ternyata tidak ada pegawai honorer 512 yang bekerja sejak tahun 2004. Rata-rata mereka bekerja sejak tahun 2009 ke atas.
Atas dasar itulah yang mementahkan perjuangan nasib mereka dan akhirnya Menpan-RB menolak dan mengembalikan ke daerah.
“Kami di BKD disalahkan, padahal kami hanya membuat surat pengantar perihal menjelaskan data mereka. Tetapi, honorer ini mengambil kesimpulan bahwa, kami membatalkan atau menghalagi nasib mereka,” jelasnya.
Tidak sampai disitu, Dowansiba menjelaskan, pihaknya kembali berupaya mengundang BKN untuk mensosialisasikan status P3K. Lagi-lagi, tenaga honda tidak mengubrisnya dengan mengambil tindakan memalang kantor BKD Papua Barat kurang lebih 1 bulan lamanya.
“BKD bukan hanya mengurus 512 saja, tetapi mengurusi nasib dari 5.000 ASN di Papua Barat, ini harus dipahami oleh mereka,” ujar Dowansiba.
Menurutnya, tenaga honorer 512 hanya pegawai pemerintah non ASN, sebagai pegawai honorer daerah tanpa memiliki NIP. “Kalau mereka sudah melumpuhkan pelayanan pemerintahan seperti ini, maka sama saja mereka melawan pemerintah. Padahal, sebelum Gubernur dan Sekda mengambil keputusan, tentu sudah mempertimbangkannya matang-matang. Sebagai pembina kepegawaian harus ada penegakan aturan, sehingga ada efek jera bagi mereka,” tegasnya.
Dowansiba menjelaskan, status mereka bukanlah P3K, tetapi honor daerah, maka pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk menggunakan tenaga mereka atau memberhentikannya sesuai kewenangan Pembina kepegawaian daerah.
“Lima orang ini, bapak gubernur sudah putuskan dan kalau pun diberhentikan tidak ada halangan, karena status mereka belum P3K, hanya pegawai honorer daerah tanpa NIP,” jelasnya lagi.
BACA JUGA : https://taburapos.co/2023/01/09/lelang-jabatan-sekda-papua-barat-masih-tunggu-petunjuk/
Disinggung terkait nasib honda 439 lainnya kedepan, terang Dowansiba, belum ada solusi, sebab semua upaya dan perjuangan telah dikembalikan ke daerah.
“Hanya 5 orang koordinator ini yang diberhentikan, Untuk nasib honda lainnya kami belum mendapatkan jalan keluar atau solusi untuk sementara ini,” tutupnya. [FSM-R3]