
MANOKWARI, TP – Sejak ditemukan pada 2020 lalu, kasus virus African Swine Fever (ASF) yang menyerang babi belum dinyatakan benar-benar bersih atau bebas di Manokwari.
Beredar kabar, ada sekitar 27 ekor ternak babi mati mendadak di sekitaran Manokwari, hingga Rabu 25 Januari 2023. Sejumlah warga menduga kematian babi tersebut disebabkan oleh penyakit ASF (African Swine Fever).
Untuk itu, para warga juga saling memberikan imbauan agar tidak mengkonsumsi babi, kecuali dimasak dengan benar dan suhu tertentu.
Menanggapi kabar tersebut, Kepala Bidang Peternakan pada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Manokwari, Nikson Karubaba saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya belum menerima laporan dari warga terkait kematian babi dengan jumlah banyak tersebut.
“Di tahun 2023, belum ada laporan tentang kematian babi, kalau ada laporan ada kematian babi, kita harus cek penyebab kematiannya karena apa, kita harus tanya pemilik ternaknya gejalanya seperti apa,” kata Karubaba kepada Tabura Pos di kantornya, Rabu (25/1).
Karubaba menjelaskan, untuk mengetahui babi yang mati karena virus AFS, harus diambil sampel darahnya, dan melalui pemeriksaan di laboratorium. Sebab, ada dua virus yang dapat menyerang babi, yaitu AFS dan Classical Swine Fever (CSF).
“AFS dan CSF ini beda-beda tipis, hanya bisa dibedakan berdasarkan hasil laboratorium. Kalau AFS kena babi pasti mati artinya 100 persen babi pasti mati, tapi kalau babi itu sakit, dikasih makan, dikasih obat bisa sembuh itu kena CFS,” ungkapnya.
Karubaba mengatakan, status kabupaten Manokwari terhadap virus AFS saat ini harus waspada. Sebab, virus ini sudah pernah ditemukan di Manokwari dengan kasus ratusan babi mati pada 2020 lalu.
Terlebih sambung dia, virus AFS saat ini sedang marak ditemukan di Nusa Tenggara Timur (NTT). “Kita saat ini waspada, dulu masuk di Sumatera Utara, kemudian NTT. Sumatera dan NTT aman, lalu virus ini masuk di Manokwari pada 2020 sekitar bulan Maret, 2 tahun aman, sekarang virus ini ada lagi di NTT, sehingga sekarang ini kita harus hati-hati dengan masuknya daging babi dari luar,” ungkapnya.
Karubaba menambahkan, upaya sudah dilakukan untuk mengatasi kasus virus AFS agar tidak lebih mewabah di Manokwari dengan sosialisasi dan menyemprot kandang-kandang babi milik warga.
Ditanya status dan hasil penanganan virus AFS di Manokwari pada tahun 2020, Karubaba menerangkan, ratusan babi yang mati sudah diambil 9 sampel darah babi dari daerah berbeda, dan dikirim ke laboratorium di Makassar, dan hasilnya positif terjangkit AFS.
Meskipun saat itu sudah tertangani, namun status Manokwari terhadap virus AFS ini belum benar-benar hilang atau bisa dinyatakan bebas, karena tidak ada upaya lanjutan penanganannya.
BACA JUGA : https://taburapos.co/2023/01/26/kurang-sdm-empat-puskesmas-di-manokwari-belum-terakreditasi/
Seharusnya, kata Karubaba, dari hasil laboratorium yang ditemukan ada babi positif AFS ditindaklajuti dengan surveillance AFS dengan ambil sampel darah babi dari berbagai wilayah yang pernah ditemukan kasusnya untuk diperiksa di laboratorium selama tiga bulan berturut-turut sampai hasilnya negatif.
“Tetapi itu tidak dilakukan, karena keterbasan anggaran. Ingat, sampai saat ini kita belum bisa katakan bebas dari AFS, karena sejak kasus 2020 kita tidak lakukan surveillance,” ungkapnya.
Menurutnya, dibutuhkan biaya yang cukup besar untuk benar-benar menghilangkan virus AFS di Manokwari. Sebab, obatnya hanya melalui pemberian vaksin.
“2020 kita kena AFS, 2021, 2022 tidak ada dana untuk tangani kasus ini, bahkan tahun ini tidak ada dana untuk belik obat, operasional pengobatan, tapi kita berusaha dengan segala daya yang ada,” ujarnya.
Karubaba menambahkan, memang secara medis daging babi yang terkena AFS bisa dimakan, akan tetapi, harus benar-benar dimasak dengan baik.
Dirinya mengimbau kepada peternak babi di Manokwari, segera melaporkan ke pihaknya jika menemukan ternaknya mati secara tiba-tiba, sehingga bisa ditangani lebih lanjut. [SDR-R3]