Manokwari, TP – Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan (BPKHTL) Wilayah XVII Manokwari siap menyukseskan penyelesaian tata batas di wilayah Papua dan Papua Barat dalam rangka menuju penetapan kawasan hutan 100 persen sesuai target Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2023.
Kepala Sub Bagian Tata Usaha BPKHTL Wilayah XVII Manokwari, Teddy Y. Nainggolan mengatakan, penyelesaian tata batas menuju penetapan kawasan hutan 100 persen sebagai upaya percepatan penyelesaian penetapan kawasan hutan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Cipta Kerja.
Lanjut dia, percepatan pengukuhan kawasan hutan sudah masuk dalam program strategis nasional, sehingga dalam rangka pencapaian penetapan kawasan hutan oleh KLHK telah disusun rencana aksi strategi nasional PK Penetapan Kawasan Hutan (PKH) pada Direktorat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan pada 2019-2020, dilanjutkan sampai 2023.
“Output dari aksi PKH diharapkan terwujudnya kepastian hukum, tersedianya peta kawasan hutan sebagai acuan semua stakeholder, tersedianya database kawasan hutan hasil PKH yang bisa diakses publik, tersedianya sistem informasi kehutanan yang memuat tiga tema utama, yakni monitoring deforestrasi, perizinan, dan kawasan,” rinci Nainggolan di Kantor BPKHTL Wilayah XVIII Manokwari, Senin (30/1).
Sementara itu dalam acara launching penyelesaian tata batas menuju penetapan kawasan hutan 100 persen yang dilangsungkan secara virtual, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya menyampaikan bahwa beragam permasalahan dan situasi kejahatan dalam kawasan hutan, seperti perambahan, secara klasik diangkat dengan penganggapan batas kawasan hutan tidak jelas, sehingga wajar saja terjadi perambahan.
Diungkapkan, pengukuhan kawasan hutan hampir selalu menjadi alasan pembenar atau justifikasi perilaku jahat perambahan kawasan hutan.
Menurut Nurbaya, Undang-undang Cipta Kerja telah memberikan jalan keluar dari kombinasi kerja antara UU No. 41 Tahun 1999 dan UU No. 18 Tahun 2013, untuk mengatasi masalah yang terjadi sejak dulu dan tidak terselesaikan oleh pemerintah.
Dijelaskan, Undang-undang Cipta Kerja menegaskan norma-norma untuk penyelesaian masalah penggunaan dan pemanfaatan hutan secara ilegal dan ditetapkan secara teknis dengan PP No. 24 Tahun 2021 yang sudah bisa memberikan langkah penyelesaian.
Maka, sambungnya, Undang-undang Cipta Kerja dan target yang disebutkan dalam PP No. 23 Tahun 2021, pada November 2023 diproyeksikan sudah ada penyelesaian tata batas kawasan hutan yang konkrit dan komprehensif.
Ia menambahkan, pengukuhan kawasan hutan merupakan rangkaian kegiatan penunjukkan kawasan hutan, penataan batas kawasan hutan, pemetaan kawasan hutan dan penetapan kawasan hutan ditujukkan untuk memberikan kepastian hukum atas status, letak, batas, dan luas kawasan hutan.
Menurutnya, pengukuhan kawasan hutan diawali tahapan penunjukkan kawasan hutan yang merupakan penetapan awal peruntukkan suatu wilayah tertentu sebagai kawasan hutan. Lanjutnya, penunjukkan ini dilandasi pada kesepakatan berbagai pihak dan instansi yang berkaitan dengan pemanfaatan dan penggunaan lahan.
Selanjutnya, dilakukan penataan batas kawasan hutan dengan rincian kegiatan yang meliputi proyeksi batas, pemancangan patok batas, pengumuman hasil pemancangan batas yang diumumkan kepada masyarakat di sekitar batas kawasan selama 30 hari, inventarisasi, dan penyelesaian hak pihak ketiga, pemasangan pal serta tugu batas, pengukuran, dan pemetaan, serta pembuatan berita acara tata batas.
Hasil penataan batas dipetakkan dan dilakukan penetapan kawasan hutan melalui keputusan menteri. Pengumuman dan identifikasi hak pihak ketiga dalam pelaksanaan tata batas luar kawasan hutan dimaksudkan untuk memastikan batas hak pihak ketiga di sepanjang trayek batas kawasan hutan.
Ditambahkan, untuk penataan batas kawasan hutan dilaksanakan dengan melibatkan panitia tata batas yang terdiri dari perwakilan BPKH, Dinas Kehutanan Provinsi, badan yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang penataan ruang di tingkat kabupaten dan kota, Kantor Pertanahan ART/BPN kabupaten dan kota, Bagian Tata Pemerintahan Setda kabupaten dan kota, UPT lingkup kementerian, camat setempat, dan instansi yang membidangi kelautan, pesisir dan pulau kecil untuk wilayah kawasan konservasi perairan.
Sampai saat ini, provinsi yang proses pengukuhan sudah selesai 100 persen adalah Provinsi DKI Jakarta, Bali, dan Gorontalo. Provinsi yang proses pengukuhan sudah mencapai lebih dari 90 persen adalah Provinsi Bangka Belitung, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Barat, dan Sumatera Selatan.
Sedangkan provinsi yang proses pengukuhan mencapai angka 80 persen sampai 90 persen adalah Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Lampung, Papua, Papua Barat, dan Sulawesi Tenggara.
Sementara untuk provinsi yang proses penetapan mencapai angka 70 persen sampai 80 persen adalah Provinsi Aceh, Banten, Bengkulu, Jambi, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.
“Sedangkan provinsi yang belum disebutkan posisi proses pengukuhan kawasan hutannya masih di bawah 70 persen diantaranya adalah Provinsi Riau yang baru 41 persen,” katanya.
Ia menerangkan, dalam rangka menuju penetapan kawasan hutan 100 persen, pada 2023 telah direncanakan tata batas sepanjang 44.739 km dengan penetapan kawasan hutan seluas 15,9 juta hektar.
“Dalam rangka upaya percepatan penyelesaian penetapan kawasan hutan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Cipta Kerja, beberapa langkah strategis telah ditempuh yang diharapkan dapat terwujudnya kepastian hukum, tersedianya peta kawasan hutan sebagai acuan semua stakeholder, tersedianya database kawasan hutan hasil PKH yang bisa diakses publik, serta tersedianya sistem informasi kehutanan,” tandas Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. [AND-R1]