Manokwari, TP – Bupati Manokwari, Hermus Indouw bersama jajarannya telah melakukan audiens bersama Menteri Kesehatan (Menkes) Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin guna meminta kebijakan pemerintah pusat untuk pembangunan rumah sakit daerah (RSUD) Manokwari.
Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Setda Papua Barat, Melkias Werinussa membenarkan bahwa, dirinya bersama Plt. Sekretaris Daerah (Setda) Papua Barat, Dance Sangkek telah mendampingi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manokwari audiens bersama Menkes RI.
“Sebenarnya, kehadiran kita dari provinsi untuk mendukung Bupati Manokwari bersama jajarannya yang ingin beraudiens dengan Menkes. Namun, diminta kami dari provinsi untuk mendampingi,” terang Werinussa kepada wartawan usai menghadiri apel pagi di halaman kantor Gubernur Papua Barat, Senin (30/1/2023).
Sekaitan dengan hasilnya, Werinussa mengatakan, adda kerinduan Bupati Manokwari untuk membangun rumah sakit daerah yang baru. Sebab, lokasi rumah sakit saat ini sudah terlalu sempit.
Sehingga, Bupati berharap RSUD Manokwari dapat berkembang dengan membangun yang baru dan Pemerintah Manokwari sendiri sudah menyediakan lahan seluas 20 hektar.
“Inilah yang teman-teman dari kabupaten sampaikan kepada Menkes RI dalam rangka program nasional yang akan dilakukan oleh Kemkes,” kata Werinussa.
Menurutnya, tanggapan Menkes RI cukup baik hanya saja, ada beberapa pertimbangan yang Menkes sampaikan. Pertama, Menkes menginginkan adanya peningkatan kapasitas RSUD Manokwari yang ada.
BACA JUGA : https://taburapos.co/2023/01/31/sah-eddy-waluyo-menjadi-sekretaris-pa-manokwari/
Menkes juga lebih menginginkan adanya peningkatan peralatan khusus untuk spesialis jantung dan stroke atau saraf. “Itulah yang beliau dorong, karena itulah yang kita butuhkan, dari data yang ada, Menkes melihat kapasitas rumah sakit yang ada sebenarnya sudah memenuhi syarat,” terang Werinussa.
Tetapi, lanjut dia, persoalan berikutnya, kalau pun alat-alat itu datang baik ke RSUD Manokwari maupun RSUD Provinsi Papua Barat harus ada sumber daya manusia (SDM). Tenaga medis ini harus sekolah untuk mengoprasikan selama 4 tahun. Namun juga ada yang lebih singkat yakni selama 6 bulan. “Teman-teman dokter umum yang ingin masuk kesana bisa belajar selama 6 bulan dan sudah bisa mengoperasikan alat itu. Nah, inilah yang kita persiapkan lalu pusat akan mendorong alat-alat tersebut,” katanya.
Kenapa? terang Werinussa, tim dari pusat melihat bahwa angka kematian terhadap jantung dan stroke tinggi di Papua. Sehingga, sebagai anggota BPJS, membayar iuran tetapi orang lain yang terima.
“Misalnya, kita tidak pergi ke Makassar atau Manado dan Jakarta dan mestinya tidak seperti itu. Layanan kesehatan jantung dan stroke tidak bisa dihitung dalam hitungan jam, maka Menkes berharap peralatan inilah yang harus ada agar bisa menolong dan kita tidak perlu lagi berobat dan pasang ring di Jakarta dan lainnya,” tandas Werinussa. [FSM-R3]