Manokwari, TABURAPOS.CO – Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Manokwari menjatuhkan hukuman lebih berat dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap terdakwa, MSH, dalam sidang beragenda putusan, Rabu (15/2) sore.
Sebelumnya, dalam sidang yang berlangsung secara tertutup untuk umum, JPU menuntut terdakwa yang berprofesi sebagai anggota Polri ini dengan pidana 5 tahun penjara atas dakwaan subsider terkait dugaan perbuatan pencabulan terhadap anak di bawah umur.
Humas PN Manokwari, Markham Faried, SH, MH membenarkan bahwa putusan terhadap MSH lebih berat dibandingkan tuntutan JPU, yakni pidana 6 tahun penjara dan denda Rp. 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Ada sejumlah pertimbangan majelis hakim yang memberatkan hukuman terhadap terdakwa dalam kasus dugaan pencabulan tersebut.
“Salah satunya, terdakwa adalah ayah tiri dari korban. Kemudian, terdakwa juga merupakan seorang anggota Polri yang seharusnya memberikan pengayoman dan pengamanan bagi masyarakat. Hal yang memberat, terutama itu,” tegas Markham Faried yang dikonfirmasi Tabura Pos di PN Manokwari, Rabu (15/2) sore.
Di samping pertimbangan yang memberatkan tersebut, lanjut Humas PN, atas tindak pidana yang diduga dilakukan terdakwa, tentu saja mengganggu psikologis atau meninggalkan trauma dari korban.
“Atas putusan itu, terdakwa maupun penasehat hukum sejauh ini masih menyatakan pikir-pikir, juga JPU masih pikir-pikir,” jawab Markham Faried.
Menurut Humas PN, terdakwa didakwa dengan pasal berlapis, dakwaan primer dan subsider, dimana dakwaan primer terkait persetubuhan terhadap anak, sedangkan subsider terkait pencabulan anak.
“Tetapi yang terbukti adalah perbuatan cabul, sedangkan dakwaan JPU tentang persetubuhan, tidak terbukti,” pungkas Humas PN Manokwari.
Sementara penasehat hukum terdakwa, Ruben Sabami, SH membenarkan bahwa putusan majelis hakim lebih berat dibandingkan tuntutan JPU.
“Iya, lebih berat. Sebelumnya dia (terdakwa, red) dituntut 5 tahun,” singkat Sabami yang dikonfirmasi Tabura Pos di PN Manokwari usai persidangan.
Ditanya sikap terdakwa dan penasehat hukum atas putusan majelis hakim, ia mengatakan, terdakwa dan dirinya selaku penasehat hukum masih menyatakan pikir-pikir, apakah nantinya mengambil upaya hukum atau menerima putusan tersebut.
Dari pantauan Tabura Pos, suasana hening di PN Manokwari sore itu pecah dengan tangisan histeris dan teriakan dari seorang perempuan usai mengikuti sidang dengan agenda pembacaan putusan majelis hakim terhadap terdakwa.
Dengan isak tangis dan teriakan, dia berjalan sembari memegang terdakwa dari ruang sidang sampai ke ruang tahanan sementara PN Manokwari.
Perempuan yang dikabarkan merupakan ‘anak sambung’ dari terdakwa menangis histeris seakan-akan tidak terima atas vonis yang dijatuhkan majelis hakim terhadap sang ayah.
Sontak, isak tangis dan teriakannya itu sempat menjadi perhatian para pegawai dan pengunjung yang berada di sekitar PN Manokwari.
Dia terlihat tidak ingin berpisah dengan sang ayah, bahkan dia pun baru pulang dari PN Manokwari setelah sang ayah bersama tahanan lain diantarkan kembali petugas kejaksaan ke Lapas Kelas II B Manokwari.
Informasi yang diterima Tabura Pos, selama proses persidangan, terdakwa sesungguhnya tidak mengakui perbuatan seperti yang didakwakan JPU, baik itu persetubuhan maupun pencabulan terhadap anak tirinya.
Di samping itu, tidak ada yang menyaksikan atau melihat langsung peristiwa yang didakwakan JPU terhadap terdakwa, hanya berdasarkan bukti visum yang dikeluarkan dokter dari rumah sakit.
“Iya, tidak ada yang melihat langsung peristiwa itu dan tidak ada juga ahli yang dihadirkan untuk menerangkan peristiwa atau bukti dari visum tersebut,” singkat sumber Tabura Pos. [HEN-R1]