Manokwari, TP – Kepala Balai Guru Penggerak (BGP) Provinsi Papua Barat, Tuning Supriyadi mengatakan, tahun ini pihaknya mengawal tiga program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI. Yaitu, program sekolah penggerak, guru penggerak dan kurikulum merdeka.
Supriyadi menjelaskan, program sekolah penggerak dibuka untuk seluruh guru di Indonesia, sesuai syarat yang ditentukan dan usianya tidak lebih dari 55 tahun.
“Setiap kabupaten kota beragam, ada 2 kepala sekolah dasar, 2 kepala sekolah menengah dan menengah atas. Di tahun ini pelatihan program sekolah penggerak akan dimulai bulan Juli mendekati tahun ajaran baru,” jelas Supriyadi kepada Tabura Pos di ruang kerjanya, kemarin.
Materi pelatihan untuk program sekolah penggerak, terang Supriyadi, lebih pada manajemen sekolah dan kepala sekolah dengan melibatkan dewan guru dan pengawas sekolah.
Sedangkan untuk program guru penggerak lebih kepada kepemimpinan pembelajaran. Misalnya, seorang guru mempunyai tanggung jawab di kelas A, dan kelas B yang tidak ada guru siswanya ribut, maka guru di kelas A harus berperan aktif menenangkan siswa di kelas B.
“Nah, dulu kalau ada kelas yang ribut guru di kelas lain masa bodoh, tetapi sekarang di program guru penggerak tidak boleh seperti itu. Karena akan mempengaruhi prestasi sekolah, menjadi tidak baik” terang Supriyadi.
Supriyadi berharap, kedepan seorang guru dapat berlatih menjadi seorang pemimpin, sehingga tidak hanya memimpin di kelasnya sendiri namun harus tergerak dengan guru-guru yang bukan guru penggerak.
Kemudian, tambah dia, bagaimana pengelolaan pembelajaran, administrasi dan lainnya. Bagi guru yang sudah menyelesaikan pendidikannya, guru penggerak tersebut mendapatkan prioritas untuk diangkat menjadi kepala sekolah atau pengawas sesuai aturan yang baru.
“Kalau aturan sebelumnya, untuk diangkat menjadi kepala sekolah harus mengikuti diklat calon kepala sekolah. Tapi, sekarang sudah tidak, karena untuk menjadi kepala sekolah utamanya harus mempunyai sertifikat guru penggerak,” terangnya.
Lebih lanjut Ia menjelaskan, saat ini proses rekrutmen bagi guru penggerak tengah berlangsung di kabupaten dan kota di wilayah Papua Barat dan Papua Barat Daya.
“Saat ini ada perekrutan bagi guru penggerak di daerah khusus yang ditujukan bagi bapak ibu guru yang daerahnya sulit mengakses internet. Kalau guru di daerah terpencil tidak ada jaringan internet, maka tidak bisa mengikuti pendidikan,” terangnya.
Untuk Papua Barat dan Papua Barat Daya, program guru penggerakan di daerah khusus ada di dua kabupaten yakni, Kabupaten Kaimana dan Kabupaten Tambrauw. Tetapi, lanjut dia, ada juga program guru penggerak yang intensif di daerah-daerah yang rawan konflik seperti di Teluk Bintuni, Kabupaten Pegunungan Arfak dan Maybrat, karena sempat terjadi insiden pembunuhan Bintuni-Maybrat.
Untuk program kurikulum merdeka belajar, Supriyadi menjelaskan untuk Provinsi Papua Barat kurang lebih sekitar 284 sekolah mulai dari tingkat dasar hingga menengah atas mengimplementasikan kurikulum merdeka belajar.
“Untuk tahun ajaran baru ini baru ada pendaftaran bagi sekolah-sekolah yang ingin mengimplementasi kurikulum merdeka yang pendaftarannya akan ditutup pada 30 Maret ini. Kami dengan dinas pendidikan telah bekerja sama untuk mensosialisasikan supaya sekolah yang ingin menerapkan kurikulum merdeka paham,” tandas Supriyadi. [FSM-R3]