Manokwari, TABURAPOS.CO – Anak dalam posis rentan. Untuk itulah, tidak mengherankan apabila kasus persetubuhan maupun pemerkosaan dengan korban anak, baik yang dilakukan anak di bawah umum maupun orang dewasa, cukup tinggi di Kabupaten Manokwari.
Salah satu praktisi hukum di Manokwari, Thresje Juliantty Gaspersz, SH membenarkan tentang semakin maraknya kasus persetubuhan maupun pemerkosaan anak di daerah ini.
“Bisa saja dia melakukan itu secara sadar, tetapi juga bisa terjadi karena tipu muslihat di dalamnya yang mengarahkan dia melakukan perbuatan yang tidak benar akibat ketidakdewasaan dia,” ungkap Juliantty Gaspersz kepada Tabura Pos di Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, pekan lalu.
Ia menjelaskan, ada juga anak ‘dipakai’ orang dewasa untuk memanipulasi supaya membuat suatu pelanggaran tindak pidana, tetapi juga pelaku secara sadar hendak mencoba, lalu melakukan pelanggaran.
Diakuinya, untuk pelaku anak berdasarkan aturan pada Undang-undang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa anak yang masih di bawah 18 tahun yang pidananya di bawah 7 tahun dan bukan pengulangan, kasusnya bisa diversi atau diselesaikan secara kekeluargaan di luar pengadilan.
“Itu perintah undang-undang. Maka, kalau berdasarkan perintah undang-undang, maka kita hanya mengacu pada hal tersebut. Kalau tidak ada upaya diversi, maka itu bisa dianulir di pengadilan. Itu harus diakomodir, karena dia berlaku untuk setiap tingkatan,” tandas Juliantty Gaspersz.
Ditanya apakah proses ini tetap berlaku apabila korban tidak mau diselesaikan secara kekeluargaan, Juliantty Gaspersz menegaskan, itu berarti upaya diversi tidak berhasil atau gagal dan proses hukum diteruskan.
“Seandainya pihak keluarga korban dia mau diversi, bisa diupayakan perdamaian atau upaya RJ (restorative justice). Upaya RJ ini juga penyelesaian di luar pengadilan. Kalau kedua belah pihak, korban dan pelaku sepakat berdamai, maka RJ bisa dilakukan walaupun usianya lebih dari 18 tahun,” tambahnya.
Diutarakannya, sekarang melalui penyidik kepolisian, kejaksaan, maupun di pengadilan, sedang mengupayakan pencanangan RJ terhadap kasus yang bisa diselesaikan secara kekeluargaan.
“Tapi, kalau persetubuhan memang itu menjadi catatan atau atensi, apalagi pelaku orang dewasa. Kalau pelaku orang dewasa dan dia melakukan hubungan dengan anak di bawah umur, tidak bisa ditolerir. Itu pelanggaran pidana karena dia sudah dianggap cakap secara hukum,” tegas Juliantty Gaspersz.
Oleh sebab itu, ia mengatakan, untuk mencegah tindak pidana dengan korban atau pelaku anak, tentunya dibutuhkan peran aktif orangtua dalam mengawasi anak-anaknya.
“Jadi, yang pertama itu untuk tumbuh kembang dan pendidikan anak-anak, itu menjadi tanggung jawab semua pihak. Itu yang tertuang dalam Undang-undang Perlindungan Anak. Tanggung jawab orangtua, guru, agama, masyarakat sipil, aparat negara, pekerja sosial, Bapas, dan kita semua, punya tugas melindungi anak-anak dalam proses tumbuh kembang anak,” tutup Juliantty Gaspersz. [HEN-R1]