Manokwari, TABURAPOS.CO – Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait menyoroti kasus kejahatan seksual yang diduga dilakukan seorang paman berinisial PM (34 tahun) terhadap keponakannya berinisial P (12 tahun).
Diutarakan Arist Merdeka, ironisnya perbuatan bejat tersebut dilakukan sang paman dengan menyekap korban di salah satu ruangan tempat ibadah di Kabupaten Manokwari.
“Kasus ini merupakan kejahatan atas kemanusiaan dan tidak ada kata toleransi, karena kasus ini merupakan tindak pidana khusus dan luar biasa karena ancaman pidananya lebih dari 15 tahun,” tegas Ketua Umum Komnas PA kepada Tabura Pos via ponselnya, Sabtu (13/5).
Selain ancaman pidana lebih dari 15 tahun, sebut Arist Merdeka, hukuman terhadap pelaku bisa ditambah dengan hukuman maksimal 20 tahun.
“Di samping itu, pelaku juga dapat dikenakan hukuman tambahan berupa kebiri, suntik kimia, dan pemasangan chip,” terang Arist Merdeka.
Untuk itu, selaku Ketua Umum Komnas PA, dia mendesak aparat kepolisian segera menangkap dan menahan paman korban pelaku kejahatan seksual.
“Kasus kemanusiaan ini tidak bisa dibiarkan penyelesaiannya dengan cara adat atau damai. Kasus ini merupakan tindak pidana khusus dan luar biasa, bisa disamakan dengan tindak pidana khusus, seperti narkoba, teroris, dan korupsi,” tukas Arist Merdeka.
Lanjut Ketua Umum Komnas PA, Polda Papua Barat, jajaran Ditreskrimum, dan Unit PPA pasti memahami perkara ini bisa dituntaskan atas dasar komitmen Kapolda Papua Barat, Irjen Pol. Daniel T.M. Silitonga yang tidak menolerir kasus-kasus pelanggaran hak anak.
“Komnas PA memberi apresiasi atas kepedulian Kapolda, jajaran Ditreskrimum, dan Unit PPA atas kepeduliannya, khusus terhadap perkara pelanggaran hak anak. Dalam waktu dekat akan menyerahkan penghargaan kepada Kapolda Papua Barat dan jajaran operasional penyidik,” tambahnya.
Arist Merdeka juga menyayangkan semakin meningkatnya kasus-kasus kejahatan seksual dan pelanggaran hak anak sejak Januari-Mei 2023.
“Selain Manokwari, Kabupaten dan Kota Sorong juga darurat kejahatan seksual dan pelanggaran hak anak,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, ia berharap ada peran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat dan Papua Barat Daya untuk segera mendeklarasikan gerakan bersama masyarakat memutus mata rantai kekerasan dan pelanggaran hak anak berbasis adat, gereja, keluarga, dan masyarakat. [HEN-R1]