Manokwari, TABURAPOS.CO – Ketua Komisi Antar Lembaga dan Luar Negeri, Dewan Pers, Dr. Totok Suryanto mengatakan, kemerdekaan pers dalam ancaman dan keselamatan jurnalis dalam bahaya.
Dikatakannya, ancaman tersebut tidak selalu berupa fisik, tetapi bisa bersifat non fisik dan siber. Sebab, lanjut dia, dalam menjalankan profesinya, ada kecenderungan ancaman terhadap jurnalis itu sering kali terjadi.
Dikatakannya, kondisi ini memang beralasan, karena jika dilihat profesi yang ancamannya multidimensi hanya terhadap jurnalis.
Sekarang, jelas dia, ancaman fisik terhadap jurnalis sudah menjadi kecenderungan, tetapi ancaman non fisik juga semakin berdatangan, belum lagi ancaman digital yang akan membahayakan kemerdekaan pers.
“Kalau pers tidak eksis atau tidak normal, maka fungsi lain akan ikut terganggu,” katanya dalam dialog publik yang digelar Divisi Humas Polri bertema ‘Kemerdekaan Pers dan Perlindungan Jurnalis’ yang disaksikan secara virtual dari Polda Papua Barat, Rabu (31/5).
Diutarakannya, pada prinsipnya, pers tidak dalam posisi kekuasaan, karena fungsi pers terjaga. Apabila pers berada dalam posisi kekuasaan, maka pergeseran terjadi, seperti hilangnya kekritisan.
Ia menerangkan, hilangnya kekritisan pers terhadap yang ada di sekelilingnya akan menimbulkan kekhawatiran, karena masyarakat tidak memperoleh haknya, memperoleh informasi seobjektif mungkin.
Di sisi lain, tambah Suryanto, pers dalam menjalankan profesinya tidak mencari kesalahan semata, karena prinsip pers harus melihat keseimbangan. Pers harap dia, harus mempertimbangkan kepentingan masyarakat dan mengkhawatirkan kepentingan publik.
Suryanto menegaskan, pers adalah profesi yang bebas, sehingga dalam rangka memperjuangkan perlindungan jurnalis dan kemerdekaan pers, siapa pun yang ada di bumi ini harus memahami bahwa di sisi mereka ada hak jurnalis yang bekerja secara profesional dan hak untuk mengawasi hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
“Kalau ada yang tidak mau diawasi, pers tidak boleh masuk, itu kesalahan, karena menutup eksistensi dan hak publik untuk tahu apa yang sebetulnya memang harus diketahui,” tukasnya.

Saat ini, kata dia, memang ada kecenderungan akan perlindungan terhadap pers dan proses perlindungan pers dalam bekerja. Namun, lanjut dia, kecenderungan itu masih patut dipertanyakan, apakah memang benar ada seperti itu.
Sebab, sambung dia, jika dilakukan survei dan korelasi, yang ditemukan di lapangan masih ada kekerasan. Sebisa mungkin, kata Suryanto, kekerasan terhadap pers tidak terjadi lagi, apalagi dari pihak yang memiliki intelektual lebih tinggi dari jurnalis, karena dia mengetahui aturan dan lain sebagainya.
Sebaliknya, ia berharap, semua pihak harus mendukung dan bersama-sama menjaga supaya demokrasi tetap demokratif.
“Biarkan jurnalis bekerja dan dia akan bertanggung jawab dengan apa yang dia kerjakan. Sejauh ini memang masih ada kriminalitas, tapi jangan sampai jurnalis tidak bebas karena perbuatannya sendiri,” imbuh Suryanto.
Di samping itu, ia mengungkapkan, sejauh ini ada MoU antara Dewan Pers dan Polri dalam rangka menjaga kemerdekaan pers dan menjaga jurnalis dari hal yang bisa mengganggu kerjanya.
Ditegaskannya, MoU ini sudah berjalan lama dan semua hal sudah disepakati dengan Polri bahwa apabila wartawan dalam bekerja fungsinya sebagai wartawan, maka produknya adalah produk jurnalistik dan jika ada ketidakpuasan, maka ranahnya tetap ke Dewan Pers untuk memediasi.
“Wartawan tidak boleh merasa takut di lapangan, karena yang boleh dilakukan oleh siapa pun adalah apabila dia dalam konteks tidak bekerja sebagai jurnalis. Sepanjang kerjanya berkaitan dengan jurnalistik, apabila ada sengketa, maka itu ranahnya Dewan Pers,” ujar Suryanto.
Pada kesempatan itu, ia mengingatkan seluruh jurnalis untuk selalu berhati-hati menjelang pesta demokrasi, karena kemungkinan akan banyak yang mengganggu kerja-kerja pers, seperti diiming-imingi sesuatu, sehingga menimbulkan keterpaksaan dalam konteks kondisi situasi sekarang.
“Pers di Indonesia berbeda dengan di luar, sebagian diantaranya memang bisnis. Pers boleh hidup dan bisnisnya tetap jalan, tapi apapun itu, kemerdekaan dan perlindungan pers harus menjadi perhatian bersama,” tandas Suryanto. [AND-R1]