Manokwari, TABURAPOS.CO – Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Manokwari dan jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Manokwari yang menyidangkan perkara Nomor: 64/Pid.B/2023/PN.Mkw bisa memutuskan perkaranya seadil-adilnya.
Kepala Pemerintahan Adat, Dewan Adat Papua (DAP) Wilayah III Doberay, Sem Awom mengatakan, sebenarnya perkara ini sudah diselesaikan dengan musyawarah oleh DAP Wilayah III Doberay, DAP Teluk Wondama, Pemkab Teluk Wondama dan para pihak terkait di Sasana Karya Kantor Bupati Teluk Wondama, Rabu (25/1/2023).
Dikatakannya, dari pertemuan itu, ada kesepakatan di antara kedua belah pihak untuk berdamai yang dibuktikan dengan penandatanganan surat pernyataan bersama masyarakat adat Miere, Torwar dan Mairasi Jasirawosimo yang ditandatangani korban, Yetro Saimiata dan pelaku yang diwakili Absalon Natama dari Suku Mairasi, Marthinus Uryo dari Suku Torwar.
Menurutnya, proses penyelesaian ini dihadiri Bupati, Sekda Kabupaten Teluk Wondama, Polres Teluk Wondama, Ketua Klasis GKI, DAP Teluk Wondama, Ketua MUI, dan Kepala Distrik Naikere.
“Sudah ada proses penyelesaian, tetapi perkara ini dipaksakan. Ini merupakan kriminalisasi terhadap kepala-kepala suku sebagai masyarakat pemilik hak ulayat. Kepala-kepala suku kami ini ditahan dengan prosedur yang janggal dan dipaksakan. Ini penghinaan bagi kami masyarakat adat dan DAP,” kata Awom kepada Tabura Pos di Amban, Selasa (13/6).
Dikatakannya, memang ada tekanan dari luar, sedangkan korban ketika proses persidangan dari awal sampai sekarang tidak pernah hadir. Padahal, lanjut dia, korban sebagai pelapor, seharusnya bertanggung jawab terhadap kasus tersebut.
Diungkapkannya, perkara ini dipaksakan oknum yang tidak bertanggung jawab dan sesungguhnya ingin memperkeruh situasi.
Ia menegaskan, pihaknya tidak mengintervensi kerja dari para hakim maupun JPU, tetapi setidaknya harus ada keadilan terhadap mereka.
“Bagi kami, majelis hakim maupun JPU tidak boleh mengambil keputusan yang berlebihan. Mereka ini wajib dibebaskan, karena ini citra buruk bagi pengadilan kalau memaksakan suatu kasus yang sebenarnya sudah diselesaikan secara musyawarah,” ujar Awom.
Dia berharap majelis hakim maupun JPU harus memberikan putusan seadil-adilnya sesuai fakfa persidangan, karena mereka adalah masyarakat adat yang mempertahankan tanah adatnya.
Ditanya tentang pihak lain yang diduga terlibat, Awom mengatakan, pihaknya sudah melakukan analisa ke arah itu, tetapi baginya, kasus ini tidak akan berhenti pascaputusan majelis hakim.
“Kami akan ikuti terus kasus ini dan melihat kembali kronologis peristiwa. Kami akan gugat kalau kami lihat sistem peradilan ini tidak adil, maka kami akan proses lebih lanjut,” kata Awom. [FSM-R1]