Manokwari, TABURAPOS.CO – Dullah, seorang kakek berusia 94 tahun telah menjalani perawatan medis selama 7 hari di RSAL Manokwari, Selasa (20/6), akibat penyakit TB Paru atau Tuberkolosis.
Dalam perawatan medis ini, Dullah didampingi sang istri, Sitti Hasiah yang juga sudah berusia lanjut dan Syaharuddin Bahar, orang yang pertama kali menemukan Dullah di sebuah gubuk beralaskan pasir di Pantai Kafiar, Amban, Manokwari.
Syahar mengaku sebagai kontraktor, tetapi karena tidak ada proyek lagi, maka dia mencari kesibukan menjadi tukang ojek. Kala itu, dia bermaksud mencari penumpang di daerah Amban dan menemukan Sitti Hasiah sedang berjalan di Bukit Doa dari arah Fanindi.
Saat itu, lanjut Syahar, dia sempat menawarkan tumpangan terhadap Sitti, tetapi ditolak karena tidak ada uang. Dengan perasaan kasihan dan kondisi hujan, Syahar kembali menawarkan tumpangan secara gratis dan diiyakan Sitti Hasiah.
Dia pun mengantarkan sang nenek ke daerah Pantai Kafiar. Setelah mengantarkan Sitti Hasiah, Syahar langsung pulang, karena saat itu belum mengetahui kondisi sepasang kakek dan nenek tersebut.
Kejadian serupa terulang lagi, setelah beberapa waktu, dimana Syahar melihat Sitti Hasiah sedang berjalan kaki. Lalu, Syahar menghampiri sang nenek dan menawarkan tumpangan gratis untuk diantar ke rumahnya. Dalam perjalanan kali ini, Syahar dengan iseng menanyakan perihal kehidupan Sitti Hasiah.
Dalam penuturannya, lanjut Syahar, Sitti Hasiah bercerita bahwa dia selama ini sering membantu orang, seperti mencuci, memasak, sampai membersihkan rumah demi memenuhi kebutuhan hidupnya bersama Dullah.
Seiring berjalannya waktu, Syahar semakin sering melihat Sitti Hasiah berjalan kaki, sampai pada 2023, pada pertemuan ke delapan kalinya, Syahar penasaran dan bermaksud mengetahui lebih jauh tentang kehidupan Sitti Hasiah dan Dullah.
Hatinya pun terenyuh dan tidak bisa berkata-kata setelah menyaksikan langsung kehidupan Sitti Hasiah dan Dullah. Sebab, lanjut Syahar, keduanya tinggal di sebuah gubuk kayu beralaskan pasir, tidak layak dijadikan tempat hunian.

Apalagi, kondisi bangunannya sudah rusak, atap bocor, bahkan tidak ada pasokan listrik sama sekali, apalagi berharap adanya barang-barang mewah.
Sejak itulah, Syahar mengaku sering menyempatkan diri mengunjungi Sitti Hasiah dan Dullah sembari membawa makanan. Dari pengakuannya, kata Syahar, mereka sudah tinggal di gubuk itu kurang lebih 7 tahun.
“Mereka hanya tinggal berdua dan tidak mempunyai keluarga di Manokwari,” kata Syahar kepada Tabura Pos di RSAL Manokwari, Selasa (20/6).
Lanjut dia, meski Sitti Hasiah masih beraktivitas, tetapi tidak setiap hari bisa bekerja, karena menyesuaikan dengan panggilan orang yang membutuhkan jasanya.
Sementara itu, Dullah yang dahulu seorang tukang, kini tidak bisa bekerja lagi, karena sering mengeluh sakit.
Dikatakan Syahar, setelah mendapatkan persetujuan dari keluarganya, ia membawa Sitti Hasiah Dullah ke tempat yang lebih layak, mengontrakan rumah di daerah Tugu Jepang, Amban. Untungnya, pemilik kontrakan memberi keringanan, dimana keduanya hanya membawa sewa sekitar Rp. 1 juta/bulan.
Dari demi hari berlalu, Dullah seringkali mengeluh kesakitan. Lantaran tidak mempunyai banyak biaya dan harus memenuhi kebutuhan keluarganya sendiri, ia lalu menceritakan kehidupan Sitti Hasiah dan Dullah ke teman dan mencari bantuan biaya pengobatan.
Ketiadaan biayalah, sehingga Dullah terpaksa menjalani perawatan di rumah, tetapi kondisinya semakin mengkhawatirkan. Lagi-lagi, Syahar berusaha mencari bantuan dana dan membawa Dullah untuk berobat ke RSAL Manokwari.
Diakuinya, memang selama ini sudah ada bantuan, tetapi perawatan Dullah membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
“Kadangkala saya harus korbankan keluarga dan menemani Kakek Dullah di rumah sakit. Gantikan popok dan mengurusi semua kebutuhannya. Kasihan, dia tidak punya keluarga di sini,” ujar Syahar.
Dijelaskan Syahar, Dullah berasal dari Bone, Sulawesi Selatan, sedangkan sang istri, Sitti Hasiah berasal dari Blora, Jawa Tengah.
“Mereka hanya tinggal berdua dan tidak memiliki anak maupun keluarga di Manokwari. Itu pengakuan dari Sitti Hasiah. Waktu itu, warga KKSS sudah datang ke sini dan katanya sudah menemukan keluarganya di kampung,” tutur Syahar.
Diutarakan Syahar, setelah sembuh, ia berencana membawa Dullah pulang ke kampung halamannya di Bone, sedangkan Sitti Hasiah dipulangkan ke kampung halamannya di Blora.
Namun, tambah Syahar, jika melihat kondisi Dullah, maka sebaiknya keluarganya didatangkan dari kampung ke Manokwari untuk melihat serta merawat sampai benar-benar sembuh.
“Selama ini saya membantu, tapi saya tidak mau, jangan sampai ada apa-apa, lalu saya dicurigai. Padahal, saya merawat keduanya seperti orangtua saya sendiri. Ini kemanusiaan,” ujar Dullah.
Sementara itu, Sitti Hasiah tidak bisa menceritakan lebih jauh tentang kehidupannya. Sebab, pendengarannya sudah tidak jelas ketika ditanya. Sejumlah pertanyaan hanya sesekali dijawab, lebih sering menunduk sambil menitikkan air mata.
Sitti Hasiah mengaku hanya bisa pasrah dengan kehidupannya dan berharap ada bantuan. Dirinya juga bersyukur bisa dipertemukan dengan Syahar yang selama ini banyak membantu dan mengurusnya.
“Saya istri kedua, tidak punya anak. Bapak dulu di istri pertamanya punya anak satu, tapi sudah lama sekali, sekarang tidak tahu di mana. Saya hanya tinggal berdua, tidak punya keluarga,” katanya.
Dia berkeinginan dan jika Allah menghendaki, Dullah bisa sembuh dan sebaiknya dipulangkan ke kampung halamannya, sedangkan dia juga berkeinginan kembali ke daerah asal untuk melanjutkan hidup. “Kalau kakek sembuh biar pulang saja. Saya juga pulang,” tutur Sitti Hasiah sembari menangis.
Sementara itu, seorang perawat mengatakan, Dullah menjalani perawatan di Ruang Raimuti Nomor 5, RSAL Manokwari sejak 13 Juni 2023, karena menderita penyakit TB Paru.
“Selama dirawat hanya ditemani Ibu Sitti dan Pak Syahar,” kata perawat yang enggan menyebut namanya. [AND-R1]