Manokwari, TABURAPOS.CO – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat terus berupaya mendorong realisasi dan penyerapan anggaran alokasi khusus (DAK) di kabupaten se Papua Barat.
Salah satu upaya yakni menghadirkan perwakilan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Papua Barat dalam rapat bupati dalam rangka koordinasi teknis guna memaparkan realiasi DAK Tahun Anggaran 2023 di Manokwari, Selasa (25/7).
Kepala bidang PPA-II DJPb Papua Barat, Wahyu Widhianto menjelaskan, DAK terbagi menjadi dua yakni, DAK fisik dan DAK non fisik. Dimana, DAK non fisik dikhususkan untuk operasional sekolah dan puskesman.
“Nah, DAK non fisik yang diperuntukan untuk Pendidikan dan Kesehatan selama ini tidak ada persoalan. Sebab, rekomendasi begitu turun dari Jakarta, maka kita salurkan melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN),” kata Widhianto kepada Tabura Pos usai menghadiri rakornis bupati se Papua Barat, Selasa (25/7) malam.
Sedangkan, dari catatan DJPb Papua Barat untuk DAK fisik tahap satu tahun 2023 untuk provinsi dan kabupaten kota di Papua Barat maupun Papua Barat daya senilai Rp 411,81 miliar.
Dikatakan Widhianto, penyaluran DAK fisik tahap pertama baru mencapai 22,8 persen dari data rencana kerja (RK) pemerintah daerah sebesar Rp 1,807 triliun.
Jadi, sambung dia, penyaluran DAK fisik terdiri dari tiga tahap. Dimana, tahap pertama target penyerapannya 25 persen, tahap dua 45 persen dan sisanya tahap terakhir.
Disebutkan Widhianto, penyaluran DAK fisik Kabupaten Sorong senilai Rp 98,64 miliar, Sorong Selatan Rp 51,09 miliar, Manokwari Selatan Rp 20,68 miliar, Tambrauw Rp 41,73 miliar, Maybrat Rp 37,99 miliar, dan Kaimana Rp8,35 miliar.
Kemudian, lanjut dia, Teluk Wondama Rp 43,25 miliar, Raja Ampat Rp 37,74 miliar, Kota Sorong Rp 9,25 miliar, Teluk Bintuni Rp 16,75 miliar, Pegunungan Arfak Rp 12,93 miliar, Manokwari Rp 14,69 miliar, dan Fakfak Rp 8,94 miliar.
“DAK fisik Pemprov Papua Barat yang sudah salur Rp 9,71 miliar, sebenarnya Pemprov Papua Barat Daya ada pagunya tapi RK tidak masuk,” ujarnya.
Secara persentase, kata dia, penyaluran DAK fisik Kabupaten Sorong mencapai 39,2 persen dari RK sebesar Rp 251,53 miliar, Sorong Selatan 35,4 persen dari Rp 144,49 miliar, Manokwari Selatan 26,7 persen dari Rp 77,53 miliar, Tambrauw 24 persen dari Rp 173.63 miliar, Maybrat 23,5 persen dari Rp 161,70 miliar, dan Kaimana 23,3 persen dari Rp 35,90 miliar.
Selanjutnya Teluk Wondama 22,6 persen dari Rp 19130 miliar, Raja Ampat 21,8 persen dari Rp 173,38 miliar, Kota Sorong 21,7 persen dari Rp 42,55 miliar.
Kabupaten Teluk Bintuni 16,6 persen dari Rp 100,71 miliar, Pegunungan Arfak 12,6 persen dari Rp 102,32 miliar, Manokwari 9,8 persen dari Rp 149,46 miliar, Pemprov Papua Barat 9,7 persen dari Rp 99,73 miliar, dan Kabupaten Fakfak 8,7 persen dari Rp 102,81 miliar.
“Kami selalu buat surat secara rutin bahkan rapat virtual dengan pemda, supaya percepat penyaluran DAK fisik,” tandas Widhianto. [FSM-R3]
Caption: Wakil Bupati Kaimana, Hasbulla Furuada
Tidak Semua Posyandu di Kaimana Aktif dan Miliki Tenaga Ahli Gizi
Manokwari, TP – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kaimana belum memaksimalkan peran pos pelayanan terpadu (Posyandu) sebagai garda terdepan penanganan stunting di wilayah Kaimana.
Wakil Bupati Kaimana, Hasbulla Furuada mengatakan, tidak semua kampung yang berada di wilayah Kaimana memiliki posyandu yang aktif. Tapi, pihaknya sudah membentuk kader-kader posyandu.
Dikatakan Furuada, kedepan pihaknya akan berupaya mengaktifikan posyandu di kampung-kampung dan membangun sinergitas antara tenaga medis dari tingkat kabupaten, distrik hingga kampung.
“Terlepas dari APBD, ada dana kampung yang digunakan untuk membiayai jalannya pelayanan kesehatan di Posyandu. Kami harap, dengan dana kampung ini dapat digunakan untuk pemberian gizi setiap minggu atau bulan kepada balita yang ada,” jelas Furuada kepada wartawan di Kantor Gubernur Papua Barat, Kamis (27/7).
Disamping itu, kata Furuada, perlu adanya sosialisai kepada kepala kampung, sehingga dana kampung yang ada dapat dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan gizi bagi anak-anak yang ada di kampung-kampung tersebut.
“Wajib dana kampung dipakai untuk mencukupi kebutuhan gizi bagi anak-anak kita. Memang nilainya masih kecil tapi ditambah dengan APBD dan APBN yang ada. Sejauh ini orientasi dana kampung dilihat pada pembangunan fisik saja, tapi kedepan akan kita dorong dapat dimanfaatkan untuk penanganan stunting,” jelas Furuada.
Disinggung terkait tenaga ahli gizi di posyandu yang ada, terang Furuada, tenaga gizi atau ahli gizi yang ditugaskan hanya berada di wilayah perkotaan.
“Jujur kami punya tenaga medis khususnya ahli gizi sangatlah terbatas. Tapi, kedepan hal ini akan menjadi perhatikan kita untuk menugaskan tenaga ahli gizi di posyandu-posyandu yang ada,” tandas Furuada. [FSM-R3]