Manokwari, TABURAPOS.CO – Sejumlah pihak menilai tidak ada mekanisme yang jelas digunakan oleh pemerintah provinsi (Pemprov) Papua Barat dalam melakukan uji publik terhadap calon anggota Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) periode 2023-2028.
Praktisi hukum, Simon Banundi, SH menilai, Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor 100.2.2.6/3104/SJ tertanggal 13 Juni 2023 terkait Uji Publik Calon Anggota MRPB masa jabatan 2023-2028 tidak memiliki standar operasional prosedur (SOP) yang jelas.
“Saya pikir ini merupakan kelemahan juga, atau ini akan menjadi pembelajaran baru kedepan sehingga pemerintah dapat menyusun dan memperbaiki regulasi yang ada agar dapat dipakai pada proses yang akan datang,” kata Banundi kepada Tabura Pos di Pengadilan Negeri Manokwari, Kamis (27/7).
Tahap pengujian publik ini, kata Banundi, menunjukan adanya dugaan bahwa, proses seleksi yang tidak berjalan sesuai dengan regulasi yang ada. Sehingga, ketika pengusulan nama-nama ke Mendagri, tidak langsung diterima tetapi dikembalikan dengan catatan bahwa harus dilakukan uji publik.
“Inilah yang saya menilai pastinya ada kesalahan-kesalahan dalam tahapan-tahapan ini sampai dengan menghasilkan 22 nama calon anggota MRPB jadi dan 11 nama calon anggota MRPB PAW,” ungkapnya.
Ditambahkan Banundi, apakah dalam uji publik ini hanya fokus terhadap 22 nama calon anggota MRPB jadi atau pengujian publik juga dilakukan terhadap 11 nama calon anggota MRPB pergantian antar waktu (PAW).
Menurutnya, hal ini yang kurang diketahui sehingga ketika masyarakat memasukan dokumen uji publik, maka akan bias. Misalnya terhadap ketokohan dari seorang calon anggota MRPB.
“Surat edaran mendagri ini tidak dirincikan secara jelas, maka dikhawatirkan ada muncul keputusan-keputusan baru lagi. Misalnya, ada orang yang tidak ada tiba-tiba muncul, baik di dalam daftar tetap maupun dalam daftar PAWdan pasti akan menimbulkan konflik baru lagi. Tapi, saya harap tidak seperti itu,” tukasnya.
Dirinya berharap, dalam tahapan pengujian publik ada pertimbangan-pertimbagan dari sisi ketokohan dan patut dilihat dengan bijak.
Disinggung apakah ada peluang terjadinya gugat menggugat, terang Banundi, terkait gugat menggugat merupakan hak dari setiap orang. Dimana, ketika dia merasa bahwa, orang yang nantinya mewakili dia dari unsur agama, adat maupun perempuan tidak sah, maka ada ruang dari negara untuk dilakukan pengujian atau gugatan ke PTUN.
“Jadi saya pikir peluang gugat menggugat itu ada untuk menggugat pejabat tata usaha negara,” tandas Banundi. [FSM-R3]