Manokwari, TABURAPOS.CO – Penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Papua Barat Tahun Anggaran 2023 hingga memasuki Agustus baru mencapai 25 persen.
Ketua DPR Papua Barat, Orgenes Wonggor mengatakan, penyerapan anggaran ini juga menjadi persoalan dimana hingga memasuki triwulan II penyerapan anggaran kurang lebih baru mencapai 25 persen
Dikatakan Wonggor, dengan masuknya triwulan II ini sebenarnya penyerapan anggaran sudah harus mencapai 50 persen atau 60 persen, sehingga menjadi dasar untuk pelaksanaan APBD Perubahan Tahun Anggaran 2023.
“Tapi kenyataannya jauh dari harapan, dimana penyerapan anggaran baru mencapai 25 persen. Sebenarnya kita harapkan penyerapan anggaran ini dapat berjalan maksimal,” kata Wonggor yang dihubungi Tabura Pos melalui sambungan teleponnya, Minggu (30/7).
Menurutnya Wonggor, hari ini perputaran uang di masyarakat sangatlah lambat, karena penyerapan APBD juga sangat lambat. Sehingga, sambung dia, Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang mengelola kegiatan fisik maupun non fisik diharapkan agar segera menjalankan kegiatannya agar penyerapan anggarannya dapat diukur.
Disinggung apakah penyerapan anggaran akan mengganggu rancangan pembahasan APBD Perubahan Papua Barat Tahun 2023, terang Wonggor, pembahasan RAPBD Perubahan berkaitan juga dengan penyerapan APBD.
Sebab, lanjut Wonggor, pembahasan APBD perubahan akan dilaksanakan jika penyerapan anggaran sudah mencapai 50 persen atau 60 persen.
Misalnya, jelas Wonggor, pada mata anggaran yang bersifat mendesak, dapat digunakan mendahului dan barulah lain-lain, maka pihaknya bisa melakukan perubahan.
Namun, sambung dia, jika anggaran itu belum dapat berjalan maksimal, maka pembahasan APBD perubahan akan terganggu yang pada akhirnya silpa di tahun depan akan semakin besar, sehingga perlu didorong agar penyerapan anggaran bisa maksimal.
Menurutnya, situasi dan kondisi daerah seperti ini banyak terjadi, daerah yang membutuhkan sentuhan pembangunan, maka penyerapan anggaran harusnya berjalan secara maksimal.
Lebih lanjut, kata Wonggor, apabila di daerah-daerah yang kebutuhan pembangunannya semakin sempit menyebabkan penyerapan anggarannya lambat atau tidak maksimal maka normal-normal saja.
Di Papua Barat, akui Wonggor sebenarnya masih membutuhkan dana infrastruktur yang cukup besar, sebab kesejahteraan masyarakat masih jauh dari harapan, kemudian persoalan stunting, kemiskinan ekstrem, pemukiman kumuh serta penyerapan anggaran lainnya.
Dengan begitu, tambah Wonggor, permintaan dari masyarakat untuk program-program yang langsung bersentuhan dengan masyarakat sangatlah penting didorong dalam proses ini.
Ditanya terkait faktor penyebab penyerapan anggaran terlambat, Wonggor mengatakan, semua pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) menunggu petunjuk dari gubernur.
Mungkin, sambung dia, harus ada komunikasi, koordinasi dengan gubernur dan meminta petunjuk, akibatnya kegiatan-kegiatan di pemerintahan baru dapat dilaksanakan. “Mungkin, inilah yang menjadi penghambat,” ucapnya.
Kedua, lanjut Wonggor, OPD juga terlambat dalam pengusulan paket-paket pekerjaan kepada Biro Pengadaan Barang dan Jasa.
“Proses-proses inilah yang membuat penyerapan anggaran terlambat. Waktu ini berjalan terus, maka kita dituntut untuk berjalan terus dan menyesuaikan dengan waktu yang ada,” jelas Wonggor.
Menurut Wonggor, dengan berkurangnya perjalanan dinas pimpinan-pimpinan OPD sudah sangatlah kecil. Karena itu juga menjadi faktor penyerapan anggaran di Papua Barat.
“Tapi ini harus menjadi catatan bagi pemerintah papua barat agar dapat segara menjalankan program kerja di eksektutif,” tandas Wonggor. [FSM-R3]