Manokwari, TABURAPOS.CO – Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat diminta segera menyikapi kekosongan jabatan lembaga kultur orang asli Papua, Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB).
Direktur Jaringan Advokasi Kebijakan dan Anggaran (Jangkar) Papua Barat, Metuzalak Awom mengungkapkan, kekosongan jabatan MRPB sudah berjalan sekitar 2 bulan, sejak 21 Juni sampai 22 Agustus 2023.
Padahal, kata dia, masyarakat membutuhkan surat rekomendasi dari lembaga kultur untuk melengkapi berkas, seperti seleksi calon bintara dan tamtama Otonomi Khusus (Otsus), calon anggota legislatif, dan administrasi lain.
“Seharusnya Pemprov dan Pemerintah Pusat tidak membiarkan ini berlarut-larut yang membuat kevakuman di lembaga kultur tersebut,” kata Awom kepada Tabura Pos di Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Selasa (21/8).
Untuk itulah, ia mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam memperhatikan persoalan ini, atau hanya sekedar memberikan undang-undang, tetapi tidak konsisten dalam mengimplementasikannya terhadap orang asli Papua.
“Kalau memang ada kendala dalam tahapan seleksi yang berdampak pada keterlambatan atau diulur-ulur karena pertimbangan tertentu, maka harus ada kebijakan yang diberikan, sehingga tidak terjadi kevakuman,” imbuh Awom.
Dirinya menilai, pemerintah tidak serius mengimplementasikan Undang-undang Otsus bagi orang asli Papua, karena undang-undang ini merupakan produk tertinggi, tetapi diabaikan.
Soal nama-nama calon anggota MRPB periode 2023-2028 yang sudah diserahkan ke Kemendagri, ia mengatakan, jika OPD teknis sudah menyerahkan nama-nama ke Kemendagri, maka harus disampaikan ke publik dan diberikan deadline waktu.
Di sisi lain, ia mengatakan, dalam proses seleksi calon anggota MRPB, ada pengaduan yang disampaikan berbagai komponen masyarakat, terutama adat dan perempuan, tetapi pengaduan itu sampai sekarang tidak disampaikan ke public tentang proses penyelesaiannya.
“Jujur, kita tidak tahu, pengaduan dari berbagai komponen masyarakat ini ditindaklanjuti seperti apa. Kalau OPD teknis tidak mampu menjalankan tugas tersebut, maka undang-undang memberi ruang bagi lembaga independen melakukan itu,” tandas Awom. [FSM-R1]