Manokwari, TP – Keharuan dan rasa senang terpancar dari raut wajah puluhan penambang emas ‘kaki abu’ usai mendengar putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Kamis (24/8) sore hingga malam.
Pasalnya, ketua majelis hakim yang diketuai, Dr. Markham Faried, SH, MH maupun Akhmad, SH, ternyata memberikan hukuman ‘diskon jumbo’ terhadap puluhan penambang emas ‘kaki abu’ tersebut.
Puluhan penambang emas ilegal di Kali Wariori, Kampung Waserawi, Distrik Masni, Kabupaten Manokwari maupun di Kali Merah, Distrik Hingk, Kabupaten Pegunungan Arfak (Pegaf), divonis jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan JPU.
Meski, puluhan terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
Untuk itulah, puluhan penambang emas ‘kaki abu’ tersebut dijatuhi hukuman 10 bulan pidana penjara dan denda Rp. 100 juta subsider 1 bulan kurungan.
‘Diskon jumbo’ diberikan majelis hakim sebagai ‘sinyal pemaaf’ lantaran sebelumnya JPU menuntut para terdakwa dengan tuntutan cukup tinggi, pidana selama 2 tahun dan 10 bulan penjara dan denda Rp. 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
Hal berbeda justru dijatuhkan majelis hakim terhadap dua koordinator penambang emas ‘kaki abu’ dengan terdakwa AS yang beroperasi di Kali Wariori, Distrik Masni dan N alias Anas yang beroperasi di Kali Merah, Distrik Hingk.
Kedua terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Untuk itu, kedua terdakwa divonis majelis hakim dengan pidana 1 tahun dan 6 bulan penjara dan denda Rp. 100 juta subsider 1 bulan kurungan.
Menanggapi putusan tersebut, para penasehat hukum puluhan terdakwa, yaitu: Paulus K. Simonda, SH, Laode Musrifin, SH, Ruben Sabami, SH dan Karel Sineri, SH, pada umumnya menyatakan menerima putusan majelis hakim.
Hal berbeda diutarakan JPU Kejari Manokwari, Ibrahim Khalil, SH, MH yang menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut. Untuk itulah, masih terbuka peluang penuntut umum untuk mengajukan banding atas putusan majelis hakim.
Usai persidangan, tegas Ibrahim Khalil, terdakwa, penasehat hukum dari para terdakwa maupun penuntut umum, semua mempunyai hak yang sama. “Jadi, sikap kami atas putusan itu masih pikir-pikir,” jawab JPU yang dikonfirmasi Tabura Pos usai sidang, Kamis (24/8).
Diakui Kasi Pidum Kejari Manokwari ini, memang majelis hakim menjatuhkan vonis selama 10 bulan pidana penjara dan denda Rp. 100 juta subsider 1 bulan kurungan, lebih ringan dibandingkan tuntutannya, pidana 2 tahun dan 10 bulan penjara dan denda Rp. 100 juta subsider 6 bulan kurungan.
“Kita masih pikir-pikir juga dengan dua terdakwa yang divonis 1 tahun dan 6 bulan pidana penjara,” kata dia.
Sedangkan Paulus Simonda menilai, putusan majelis hakim ini sudah memenuhi rasa keadilan terhadap puluhan penambang emas ‘kaki abu’.
Sebenarnya, kata dia, mereka ini hanya korban dari para bos besar dan pemodal yang sampai sekarang bebas berkeliaran, tidak tersentuh hukum. “Jadi, saya minta agar ke depan, coba pemerintah, Dinas Kehutanan dan Pertambangan lebih serius menangani persoalan ini,” pintanya.
Ia merasa kesal, mengapa hanya orang-orang kecil yang ditangkapi aparat penegak hukum, sementara para bos penambang dan pemodal tidak pernah tersentuh. “Jadi dengan putusan ini sudah memenuhi rasa keadilan. Jadi, kami selaku PH menerima sekali putusan ini,” ujar Simonda.
Diakuinya, dalam sidang beragenda pembacaan putusan, memang JPU menyatakan pikir-pikir, tapi dengan putusan yang jauh sekali dari tuntutan, maka kemungkinan besar JPU akan mengajukan banding.
Di samping itu, kata Simonda, mengapa putusan ini dinilainya sudah mempertimbangkan aspek kemanusiaan, karena majelis hakim tidak berfokus hanya pada kepastian hukum semata.
“Kalau ada rasa keadilan, seharusnya bos-bos penambang emas ilegal itu ditangkap. Mereka ini sebenarnya menjadi korban dari pemain-pemain besar dan oknum-oknum aparat. Pasti mereka itu terlibat, ada oknum-oknum TNI dan Polri yang terlibat penambangan emas ilegal,” sesalnya.
Makanya, lanjut dia, sampai sekarang penambangan emas ilegal atau tanpa izin terus berlangsung dan tidak pernah berhenti. “Di sini kita sidang, di sana jalan kok,” kata Simonda.
Dari 44 terdakwa penambang emas ilegal ‘kaki abu’ diamankan aparat kepolisian polisi dari 2 lokasi berbeda. Pertama, terdakwa yang menambang di Kali Wariori, Kampung Waserawi, Distrik Masni, Manokwari, diamankan Polresta Manokwari, yaitu:
Terdakwa MA, HM, dan K (perkara Nomor: 58/Pid.Sus/2023/PN Mnk), terdakwa YS alias Andris dan T (perkara Nomor: 82/Pid.Sus/2023/PN Mnk) dan terdakwa S, T, IN, DP, MA, MRA, B, D, AR, A, As, dan AT (perkara Nomor: 60/Pid.Sus/2023/PN Mnk). Para terdakwa ini didampingi penasehat hukumnya, Paulus Simonda dan Laode Musrifin.
Kemudian, terdakwa TKK, FT, P, JA, JJ, dan RUM (perkara Nomor: 62/Pid.Sus/2023/PN Mnk), selanjutnya terdakwa JG dan JP (perkara Nomor: 61/Pid.Sus/2023/PN Mnk) serta AS yang disebut-sebut sebagai koordinator (perkara Nomor: 57/Pid.Sus/2023/PN Mnk), didampingi penasehat hukumnya, Ruben Sabami.
Sementara Karel Sineri mendampingi para penambang emas ilegal ‘kaki abu’ yang diamankan polisi dari proses penambangan emas di Kali Merah, Distrik Hingk, Kabupaten Pegunungan Arfak.
Para terdakwanya, yaitu: H, UF alias Mas Gun, R, I alias Mail, AP alias Astod, D, RW alias Rian, AHS alias Agus, SL alias Opo (perkara Nomor: 73/Pid.Sus/2023/PN Mnk) serta N alias Anas yang disebut-sebut sebagai koordinator (perkara Nomor: 72/Pid.Sus/2023/PN Mnk). [HEN-R1]