Manokwari, TABURAPOS.CO – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Papua Barat tengah melakukan investigasi terhadap dugaan maladministrasi proses pemilihan dan pelantikan dua Dekan Fakultas di lingkungan Universitas Papua (Unipa) Tahun 2023.
Kepala Perwakilan ORI Papua Barat, Musa Y. Sombuk menyebut, dari jalannya proses pemilihan hingga pelantikan 12 dekan di lingkup Unipa, ada dugaan maladministasi terhadap proses pelantikan dua Dekan Fakultas, yakni Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dan pelantikan Dekan Fakultas Sastra dan Budaya Unipa, pada Selasa (12/9).
“Jadi sudah ada pemilihan dan pemenang sudah diidentifikasi bahwa sudah tidak layak ikut, karena sedang melanjutkan pendidikan,” ungkap Sombuk kepada wartawan di ruang kerjanya, Rabu (13/9).
Sombuk mengatakan, dari informasi yang diperoleh sudah ada perdebatan diinternal senat terhadap dua dekan dimaksud. Namun sayangnya, perdebatan tidak diperdulikan oleh Rektor sebagai Ketua senat dan tetap melantik kedua dekan tersebut.
Dari informasi awal, jelas Sombuk, pihaknya mengembangkan dengan mengumpulkan informasi detail dan ada potensi kedua kandidat dimaksud melanggar Pasal 3 Ayat 13, Peraturan Rektor Universitas Papua Nomor: 1541/UN42/KP/2023 tentang Tata Cara Pemilihan, Penangkatan dan Pemberhentian Dekat di lingkup Universitas Papua, tertanggal 27 Juni 2023.
Dimana, lanjut Sombuk, Pasal 3 Ayat 13 Peraturan Rektor Unipa yang dimaksud adalah tidak sedang menjalani tugas belajar lebih dari enam bulan dalam rangka studi lanjut yang meninggalkan tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi dan dinyatakan secara tertulis.
Menurut Sombuk, kalau kedua dekan ini sudah dilantik, maka ORI Papua Barat menduga kuat terjadinya maladministrasi, dan pihaknya akan segera menindaklanjuti laporan masyarakat.
Disamping itu, pihaknya akan menggunakan hak inisiatif ombudsman dan juga dalam fasilitas MoU antara Unipa dan Ombudsman untuk menindaklanjuti laporan ini.
Sombuk mengatakan, jika terjadi dugaan maladministrasi ini benar, wajib hukumnya Rektor Unipa sebagai Ketua Senat untuk mengoreksi. Apabila tidak ada ditemukan, maka akan menjadi sarana klarifikasi terhadap para pihak yang memberikan keberatannya.
“Kalau sekiranya ada pelanggaran, ombudsman akan menghasilkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang kemudian memberikan saran korektif kepada pimpinan Unipa untuk menyelesaikan persoalan ini. Kalau tidak diselesaikan, maka kita akan naik satu tingkat lagi kepada menteri untuk menyelesaikan masalah ini,” tegas Sombuk.
Lebih lanjut, kata Sombuk, pihaknya akan mengeluarkan release untuk memberitahukan bahwa tidak ada lembaga pelayanan publik yang kebal hukum dan karena proses pemilihan ini adalah proses yang demokratis, maka tidak boleh adanya tindakan-tindakan yang otoriter.
Ombudsman, sambung Sombuk, akan mengembangkan pengaduan ini apakah ada unsur kesegajaan yang kemudian bisa berpotensi menjadi pelanggaran hukum. Jika sekiranya ada, bukan kewenangan Ombudsman tapi akan diteruskan kepada pihak yang berwenang.
“Begitu ada pasal yang tidak dipenuhi, maka harus dengan sadar segera dilakukan pembenahan. Ada keberatan yang muncul dalam sebuah pemeriksaan yang lebih jelas, itu menunjukan ada etikad yang cenderung melanggar aturan. Dalam hal ini yang dipertaruhkan adalah integritas dari pejabat pelayan publik yang dilantik berdasarkan sumpah terhadap jabatannya,” ujar Sombuk.
Disamping itu, tegas Sombuk, proses pemilihan hingga pelantikan dekan di lingkup Papua Barat luput dari pandangan publik.
“Kalau tidak dishare ke publik informasi yang begitu penting, maka perlu dipertanyakan, komitmen untuk transparan dan akuntabel sebagaimana sumpah jabatan. Jadi Ombudsman sangat menyayangkan proses itu dilakukan relative tertutup, seharusnya dibuka,” ucap Sombuk.[FSM-R3]