Manokwari, TABURAPOS.CO – Seorang pengamat kebudayaan, Ruland Sarwom mengapresiasi penyelenggaraan Festival Seni Budaya Papua Barat VIII 2023 dalam rangka menyonsong HUT Provinsi Papua Barat ke-24, Kamis (12/10).
Menurutnya, hanya budaya saja sebagai benteng terakhir dan bisa mengenalkan orang Papua di dunia. Dari sisi jumlah penduduk, orang Papua sudah sedikit dan hanya melalui budaya saja bisa mengangkat jati diri, harkat, dan martabat orang Papua.
“Dalam Festival ini, ada tari dan nyanyian tradisional maupun adat budaya lain yang ditampilkan. Ini menunjukkan daerah ini tidak kosong. Kegiatan ini dapat mengenalkan bahwa Papua tidak hanya memiliki kekayaan sumber daya alam, tetapi juga memiliki kekayaan adat dan budaya,” jelas Sarwom kepada Tabura Pos di GOR Sanggeng, Manokwari, Selasa (10/10) malam.
Dikatakannya, dari sejumlah mata lomba, terlihat beberapa sanggar di Manokwari justru mewakili beberapa kabupaten di Papua Barat. Lanjut dia, ini menunjukkan kabupaten tersebut tidak mampu mengangkat dan membina sanggar di kabupatennya.
Untuk itu, ia menyarankan pemerintah kabupaten (pemkab) di Papua Barat bisa memberi perhatian serius terhadap sanggar, baik dari sisi pembinaan, anggaran maupun dukungan lain, sehingga ketika ada event, mereka mewakili daerahnya, bukan menyewa pemain dari sanggar di kabupaten lain.
“Kegiatan Festival Seni Budaya sudah beberapa kali digelar, tetapi kegiatan kali ini harus menjadi hanya evaluasi ke depan. Pejabat orang Papua harus proaktif mengangkat dan mendukung kegiatan seperti ini, bukan penyanyi dari luar dengan baju seksi baru kalian mau datang nonton mereka,” ujar Sarwom.
Ia menilai, pembangunan seni dan budaya ternyata dinomorduakan di Provinsi Papua Barat, tapi ingat bahwa pembangunan seni budaya adalah program prioritas pembangunan nasional yang harus diperhatikan pemda.
Menurutnya, Pemerintah Pusat dan pemda berkewajiban mengangkat kebudayaan daerah sesuai amanat UU No. 5 Tahun 2017 tentang Kemajuan Kebudayaan.
Apalagi, sambung dia, Pemprov Papua Barat sudah menetapkan 6 Februari sebagai Hari Budaya dan Festival kali ini untuk menjaga dan melestarikan budaya, sekaligus menyongsong HUT Provinsi Papua Barat.
Dirinya berharap Festival ini perlu digelar secara berkesinambungan dan dibutuhkan kesiapan dari jauh hari agar kabupaten mempunyai cukup waktu menyiapkan sanggar binaan pemda untuk tampil.
“Kebudayaan adalah bagian dari pembangunan daerah, nasional maupun pembangunan bangsa, maka pejabat yang nota bene orang asli Papua harus memberikan perhatian khusus demi membangun budayanya,” pinta Sarwom.
Secara terpisah, seorang warga Manokwari, Daud Bukorpyoper berharap peserta Festival, pejabat maupun masyarakat bisa menghargai nilai-nilai budaya, jangan kegiatan untuk kesenangan atau mengejar penyerapan anggaran dan penyelesaian program kerja.
“Peserta, pejabat maupun masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini harus benar-benar memaknai nilai-nilai budaya dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat Papua Barat yang majemuk,” ujar Bukorpyoper kepada Tabura Pos di GOR Sanggeng, Manokwari, Selasa (10/10) malam.
Ditambahkannya, Festival yang menampilkan kebudayaan Papua ini juga harus dinilai oleh juri yang profesional dari Papua, bukan Jakarta, karena apa yang mereka ketahui tentang budaya Papua.
“Kami sebagai masyarakat senang dengan kegiatan ini, tapi apa dampaknya ke depan dari kegiatan ini, sehingga masyarakat atau kelompok etnis Papua yang ada bisa bangkit dan menggali nilai-nilai budaya di tengah persaingan global dan masuknya kebudayaan asing ke Papua Barat,” pungkas Bukorpyoper. [FSM-R1]