Manokwari, TABURAPOS.CO – Lima Pemohon, yaitu: EO alias Eka, NF alias Dila, M, K, dan AP alias Nisa melayangkan gugatan praperadilan terhadap Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua Barat cq Kepala Kepolisian Resor Kota (Kapolresta) Manokwari.
Gugatan praperadilan perkara Nomor: 7/Pid.Pra/2023/PN Manokwari tersebut terdaftar pada Selasa, 24 Oktober 2023, dengan klasifikasi perkara sah atau tidaknya penahanan. Dijadwalkan sidang perdana akan digelar pada Selasa, 31 Oktober 2023 pukul 09.00 WIT.
Kuasa hukum kelima Pemohon yang tersangkut kasus ‘MiChat’ tersebut, Rustam, SH menjelaskan, dari segi aturan, terdapat beberapa kejanggalan dan celah penanganan perkara ‘MiChat’ tersebut.
Menurutnya, ada sejumlah alasan para Pemohon untuk mengajukan gugatan praperadilan terhadap Kapolda dan Kapolresta Manokwari selaku Termohon.
Pertama, ungkap dia, karena secara prosedural, ada yang tidak betul atau dilewati. “Itu tentang administrasi penyidikan (mindik), dalam hal ini, mereka melakukan penangkapan tanggal 24 September, sedangkan mindik itu semua disiapkan tanggal 25 September. Satu hari saja, lengkap semua,” ungkap Rustam kepada Tabura Pos di PN Manokwari, Selasa (24/10/2023).
Dirincikannya, mindik tersebut terdiri dari laporan polisi (LP), SPDP, surat perintah penangkapan, dan penahanan atau semua produknya tersebut tertanggal 25 September 2023.
“Setelah itu, penerapan pasal-pasal juga tidak mengena. Diantaranya, Pasal 296 KUHP menyatakan bahwa itu diberlakukan kepada mucikari yang menyediakan prostitusi, padahal mereka ini bukan mucikari,” kata Rustam.
Lanjutnya, sementara dalam Pasal 27 Ayat 1 UU No. 19 Tahun 2016 sebagaimana diubah dengan UU No. 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), hal tersebut terkait memproduksi atau mendistribusikan pornografi.
“Kalau bicara Pasal 27 Ayat 1, korelasinya Pasal 281 dan Pasal 282 KUHPidana, sedangkan mereka Cuma pakai Pasal 27 Ayat 1 UU ITE. Mereka ini menahan para Pemohon belum memenuhi unsur sebagaimana diatur dalam Pasal 184 Ayat 1 KUHAP tentang alat bukti dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 21/PUU-XII/2014, dengan minimal 2 alat bukti,” rincinya.
Ditambahkannya, jika kasus ini dipasangkan dengan Pasal 27 Ayat 1, seharusnya juga ada keterangan ahli IT yang menerangkan, apakah perbuatan ini mengandung unsur seperti pasal yang disangkakan atau tidak.
“Sekarang mereka sudah terlanjur menahan. Tahan itu kan minimal ada 2 alat bukti dan untuk kali ini, harus ada keterangan ahli IT. Itu sebagai dasar untuk memenuhi unsur, tetapi faktanya, itu belum ada,” ungkap Rustam.
Dikatakannya, dengan adanya sejumlah kejanggalan itu, maka dirinya pernah mengajukan permohonan penangguhan penahanan saja, tetapi proses hukumnya tetap berlanjut. Namun, lanjut Rustam, permohonannya tidak dipenuhi penyidik sampai 2 minggu ini.
“Saya tidak ketahui pertimbangan apa sehingga permohonan ini belum dipenuhi. Ada yang mau jamin, bahkan sudah ada surat jaminannya. Dengan kondisi semacam itu, mau tidak mau, saya harus uji dengan praperadilan,” tandas Rustam.
Ia menerangkan, sebelum mengajukan upaya-upaya hukum ini, dirinya sudah menyampaikan bahwa ada sejumlah celah, tetapi semua mengatakan, itu tergantung pimpinan.
“Kemarin gugatan praperadilan ini sudah saya daftarkan. Kelima tersangka, semua mengajukan praperadilan untuk diuji,” klaim Rustam.
Sementara dalam permohonan praperadilan yang diajukan ke PN Manokwari, kelima Pemohon memohon agar Ketua PN Manokwari yang berkenan untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan, sebagai berikut:
Pertama, menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan para Pemohon untuk seluruhnya. Kedua, menyatakan tindakan Termohon berupa penahanan terhadap para Pemohon adalah tidak sah secara hukum.
Ketiga, menyatakan surat perintah perpanjangan penahanan terhadap para Pemohon adalah tidak sah secara hukum. Keempat, memerintahkan Termohon untuk mengeluarkan para Pemohon dari Rutan Polresta Manokwari sesaat setelah putusan ini dibacakan.
Kelima, menghukum Termohon untuk membayar kompensasi dan atau ganti rugi kepada para Pemohon masing-masing sebesar Rp. 5. Keenam, memulihkan hak-hak para Pemohon dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya.
Ketujuh, menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara. “Jika hakim PN Manokwari berpendapat lain, maka mohon putusan yang seadil-adilnya berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,” tutup Rustam. [HEN-R1]