Warinussy Desak KPK Usut Tuntas Kasus yang Menyeret Oknum Pegawai BPK RI Papua Barat
Manokwari, TABURAPOS.CO – Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) merupakan lembaga Negara dalam system ketatanegaraan Indonesia yang memiliki kewenangan memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara.
BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan Negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga Negara lainnya yang mengelola keuangan Negara.
Oleh karenanya, besar harapan masyarakat akan keberadaan BPK melahirkan pemerintahan dengan pengelolaan uang yang bersih dan tepat.
Namun, seiring dengan penangkapan Penjabat Bupati Sorong oleh KPK dan menyeret Kepala BPK RI Perwakilan Papua Barat dan beberapa pegawainya, tentu membuat kepercayaan public terhadap kredibilitas BPK menurun.
Bahkan, penilaian terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) pemerintah Provinsi Papua Barat dan pemerintah kabupaten/kota lainnya yang selama ini mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI Papua Barat tentu menimbulkan pertanyaan. Apakah, opini yang membanggakan tersebut atas dasar kerjakeras pemerintah ataukah ada upaya lain ‘pengkondisian’ yang akhirnya berbuntut pada kasus OTT oleh KPK.
Sejalan dengan berlanjutkan kasus OTT oleh KPK pada 12 November 2023 lalu, terungkap adanya upaya pengambilan uang dari beberapa kabupaten di Provinsi Papua Barat Daya yakni, Kabupaten Tambrauw, Maybrat, Sorong Selatan dan Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat untuk pengkondisian.
Tidak main-main, dalam kasus tersebut, terdapat imbalan uang senilai Rp. 2 miliar per daerah.
Menanggapi hal tersebut, Penjabat Gubernur Papua Barat, Ali Baham Temongmere saat diminta keterangan menyampaikan, bahwa dirinya belum mengetahui pasti tentang informasi tersebut.
“Saya belum tahu dan saya belum baca, terima kasih ya” singkat Temongmere kepada wartawan usai meresmikan Klinik Pratama di Kantor Gubernur Papua Barat, Senin (20/11).
Terpisah, Direktur LP3BH Manokwari, Yan C. Warinussy melalui siaran persnya mendesak supaya KPK terus meningkatkan langkah untuk mengusut dugaan terjadinya tindak pidana suap dalam mengondisikan temuan BPK-RI di Papua Barat dan Papua Barat Daya dengan ‘imbalan” sekitar Rp. 2 miliar perdaerah.
“Kalau kita ikuti dengan baik, hal ini terungkap dalam keterangan 2 tersangka Abu Hanifa dan David Patasaung kepada penyidik KPK,” terang Warinussy dalam pers release yang diterima Tabura Pos via WhatsApp, Kamis (23/11).
Menurutnya, sesuai amanat Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kita Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), maka terdapat alasan hukum bagi KPK untuk melakukan pengusutan mengenai jumlah dana serta pos dana yang telah diduga dipergunakan oleh para pejabat, baik di Kabupaten Tambrauw, Maybrat, Sorong Selatan dan Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat.
Dimana, sambung dia, dana itu diduga untuk mengkondisikan hasil temuan BPK periode 2022 akhir serta awal tahun 2023.
“KPK perlu usut apakah ada perintah dari para pejabat di Tambrauw, Maybrat, Sorong Selatan dan Teluk Bintuni bagi stafnya untuk siapkan dana-dana dimaksud? Lalu, Apakah dana dimaksud disiapkan atau disisihkan dari kas daerah? Ataukah dana itu merupakan ‘sumbangan’ pihak swasta misalnya,
kontraktor,” ucap Warinussy.
Warinussy meminta agar terus diusut transaksi yang dilakukan yang disertai bukti-bukti dokumentasi atas transaksi yang dilakukan.
Pengusutan secara tuntas harus dilakukan demi menghindari terjadinya upaya menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatan yang sama oleh calon-calon terlapor dan atau calon-calon tersangka.
“Sebagai Advokat dan Pengacara, saya meminta KPK tidak berhenti dan terus melakukan pengusutan. Termasuk dengan memanggil para Aparat Sipil Negara (ASN) untuk dimintai keterangannya lebih lanjut sebagai pemberi keterangan maupun sebagai saksi kelak,” tandas Warinussy. [FSM-R3]