Manokwari, TABURAPOS.CO – Akhirnya, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Manokwari yang diketuai, Haries S. Lubis, SH, MH menunda sidang perkara penambangan emas ilegal atau kerusakan lingkungan akibat penambangan mineral, batubara, minyak dan gas bumi terhadap 9 terdakwa, Senin (4/12/2023).
Penundaan sidang terhadap ke-9 terdakwa, masing-masing berinisial JPB alias Opa, AB alias Oma, LM alias Lexy, EM alias Mul, AS alias Anto, DM alias Ona, FB alias Fenly, OAM alias Onal, dan TF alias Rendy, lantaran jaksa penuntut umum (JPU) tidak hadir.
Dengan ketidakhadiran JPU tersebut, maka sidang beragenda pemeriksaan saksi yang akan dihadirkan JPU pun ditunda hingga Senin (11/12/2023). “Panggilan untuk penuntut umum untuk menghadirkan saksi pada sidang, Senin, 11 Desember 2023,” kata ketua majelis hakim.
Lanjut ketua majelis hakim, sidang perkara pidana ini tidak bisa dilaksanakan sore hari, karena dirinya juga akan mengikuti sidang tindak pidana korupsi (Tipikor). “Belum lagi anggota, ada sidang yang lain,” tandas Haries Lubis.
Untuk itu, Wakil Ketua PN ini memerintahkan penuntut umum hadir, untuk menghadirkan saksi. “Untuk penasehat hukum dan terdakwa, untuk saksi yang meringankan? Tapi, nanti selesai penuntut umum dulu sudah ya. Sudah jelas ya penasehat hukum, begitu ya,” ucap Haries Lubis seraya mengetuk palu menandai berakhirnya sidang.
Berdasarkan catatan Tabura Pos, dalam dakwaan JPU, terdakwa Opa dan Oma sebagai penanggung jawab kegiatan dan pemodal pada Mei 2023, masuk ke lokasi penambangan, dan sebelum masuk ke lokasi, mereka dibantu YD (DPO), seorang kepala suku dan ketika tiba di lokasi, mereka melakukan tahap persiapan.
Kedua terdakwa bersama para pekerja mendirikan tenda atau camp tempat istirahat para pekerja sebanyak 3 tenda, yaitu: tenda pertama dan kedua untuk istirahat, sedangkan tenda ketiga untuk tempat penyimpanan barang, di Sungai Wariori, Kampung Driya, Distrik Minyambouw, Kabupaten Pegunungan Arfak, Provinsi Papua Barat.
Kemudian, menyiapkan tempat penyaring (kas), mendatangkan excavator, membeli dan menyiapkan bahan makanan, BBM jenis Dexlite, menyiapkan alat, seperti alkon serta dompeng, pendulangan, dan sebagainya.
Setelah mereka berhasil mendapatkan butiran emas yang diperoleh dari rangkaian kegiatan penambangan, lalu dikumpulkan di dalam baskom dan setelah butiran emas tersebut terkumpul dalam jumlah banyak atau sebanyak 20 gram setiap hari, kemudian diserahkan kepada AB alias Oma untuk selanjutnya dicatat, begitu seterusnya.
Ada pun hasil butiran emas tersebut dijual AB alias Oma kepada Aril (DPO) yang berada di SP 3 dan dari hasil penjualan, lalu dilakukan pembagian hasil untuk operator excavator, LM alias Lexy dan EM alias Mul sebanyak 5 persen dari harga jual emas hasil kegiatan penambangan dibagi 2.
Sedangkan untuk pekerja yang lain, yakni penjaga kas dan pendulang manual, yaitu AS alias Anto, DM alias Ona, FB alias Fenly, OAM alias Onal, TF alias Rendi serta koki atau tukang masak, saksi JB dan saksi R akan mendapatkan pembagian 10 persen dari harga jual emas hasil kegiatan penambangan dibagi 7 (tujuh).
Dan, sisanya adalah 85 persen dari harga penjualan butiran emas adalah milik para terdakwa JPB alias Opa dan AB alias Oma.
Untuk itu, para terdakwa didakwa dengan dakwaan pertama melanggar Pasal 89 Ayat 1 huruf a UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP atau kedua Pasal 158 jo Pasal 35 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHPidana. [HEN-R4]