Manokwari, TABURAPOS.CO – Berkas perkara dugaan penganiayaan terhadap korban seorang tahanan berinisial YRH yang akhirnya meninggal dunia atas terdakwa 2 oknum polisi berinisial CSPM dan FMR, terancam ‘dikembalikan’ majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Manokwari yang diketuai, Dr. Markham Faried, SH, MH.
Pasalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Manokwari, Aminah Mustafa, SH, belum bisa menghadirkan ahli atau dokter untuk dimintai keterangannya terkait penyebab kematian korban, dalam persidangan, Senin, 4 Desember 2023 lalu.
Kala itu, majelis hakim menanyakan tentang keterangan dokter untuk mengetahui akibat kematian dari tindak pidana kedua oknum polisi tersebut. “Bagaimana ini, dokternya mau dihadirkan nggak,” tanya ketua majelis hakim.
Lanjut ketua majelis hakim, apabila dokternya selaku ahli tidak bisa dihadirkan ke persidangan, maka majelis hakim akan menunda persidangan sampai ada ahli yang dihadirkan JPU. “Kalau tidak ada, maka berkas perkara akan saya kembalikan,” ujar ketua majelis hakim.
Setelah menanyakan rencana kehadiran ahli, dalam hal ini dokter, majelis hakim tetap memberikan kesempatan JPU untuk menghadirkan saksi berinisial TK.
Saksi berinisial TK ini merupakan terdakwa yang tersangkut kasus penambangan emas ilegal, ditahan di rumah tahanan (rutan) Polresta Manokwari. Saksi ini juga melihat korban ketika masuk rutan Polresta dan mengetahui tindakan kedua terdakwa tersebut.
Namun sebelum saksi diambil keterangannya, majelis hakim bertanya kepada kedua terdakwa, apakah bersedia saksi untuk memberikan keterangan di persidangan atau tidak?
Kedua terdakwa menyatakan tidak keberatan saksi ini dihadirkan JPU untuk memberikan keterangan. Apalagi, penasehat hukum kedua terdakwa, Frangky Wambrauw, SH juga tidak bisa hadir ke persidangan lantaran dikabarkan sedang sakit.
Menurut saksi, TK, almarhum masuk ke tahanan Polresta Manokwari pada 1 Agustus 2023 sekitar pukul 04.00 WIT lewat dan kejadiannya di rutan Polresta Manokwari.
“Almarhum masuk sudah sempoyongan, kayak orang mabuk. Saya waktu itu di dalam ruang tahanan, tetapi saya di dalam,” jelas saksi mengawali keterangan di hadapan majelis hakim dan JPU.
Ketika korban masuk ke rutan, dirinya melihat ada lebam di bagian bibir dan mata, terus minta difoto oleh terdakwa, FMR. Lanjut dia, begitu difoto, almarhum atau korban ini, membuat gaya. Dari gaya itu, maka terdakwa menampar tangan dan pipi dari korban.
“Itu saja yang saya tahu,” kata TK sembari menjelaskan bahwa terdakwa, FMR menampar pipi kiri korban dengan tangan kanan.
Ditanya apa yang terjadi setelah korban ditampar? Saksi TK menjelaskan, setelah ditampar, korban pun jatuh, langsung pingsan, tidak sadarkan diri. “Waktu jatuh itu, masih ada nafas,” tambahnya.
Dijelaskan TK, setelah korban jatuh dan tidak sadarkan diri, korban langsung dibawa ke rumah sakit untuk mendapat perawatan medis. Dikatakan saksi, dirinya dan seorang rekannya diminta untuk membantu mengangkat korban dari ruang tahanan ke mobil patroli untuk dibawa ke rumah sakit.
“Saya sempat ikut keluar, tetapi anggota polisi minta supaya tahanan tidak boleh ikut. Makanya, kami tidak ikut, tapi sampai di mobil saja,” ungkap saksi, TK.
Dicecar majelis hakim, kapan saksi mengetahui kalau korban sudah meninggal dunia? Menurut TK, dirinya mengetahui apabila korban meninggal dunia pada malam harinya.
“Malam baru saya dapat tahu kalau korban meninggal,” katanya seraya menjawab pertanyaan majelis hakim kalau di rutan Polresta Manokwari terdapat sekitar 40 tahanan.
Disinggung tentang proses pengambilan foto terhadap korban, jelas saksi, korban difoto dalam keadaan berdiri dan memakai baju. Baju yang dipakai korban, kata dia, merupakan baju yang dipakainya sejak awal, bukan baju tahanan.
“Dia masuk kayak orang sempoyongan. Ada luka di bibir dan lebam di muka. Kalau baju sobek, saya tidak lihat,” jawab TK.
Ia mengaku tidak tahu mengapa korban ini sempat bergaya ketika mau difoto, sehingga ditampar. Disinggung soal tujuan tahanan difoto, jelas saksi, setiap kali tahanan masuk atau keluar, memang harus difoto sama anggota piket.
Usai memberikan keterangan, kedua terdakwa, CSPM dan FMR merasa tidak keberatan atas keterangan saksi TK dan semua keterangan saksi dianggap sudah sesuai, ketika dimintai tanggapan majelis hakim.
Selanjutnya, majelis hakim menutup sidang perkara dugaan penganiayaan yang melibatkan kedua anggota Polri ini dan akan dilanjutkan, Senin, 11 Desember 2023, dengan agenda pemeriksaan saksi atau ahli yang akan dihadirkan JPU. [HEN-R1]