Manokwari, TABURAPOS.CO – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Papua Barat menggelar forum koordinasi dan evaluasi program percepatan penurunan stunting di Provinsi Papua Barat dan Kabupaten/kota di salah satu hotel di Manokwari, Jumat (15/12).
Kepala Perwakilan BKKBN Papua Barat, Philmona Maria Yarolla menyampaikan, dari progress penanganan penurunan stunting, prevalensi stunting di Papua Barat hingga Oktober 2023 berdasarkan Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM) berada pada angka 14,92 persen.
Philmona mengatakan, dalam penanganannya pemerintah Provinsi Papua Barat memiliki beberapa strategi yang telah dilakukan, mulai dengan membentuk satuan tugas percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem dan penurunan stunting.
Berikutnya, menggerakan partisipasi orang tua asuh, dimana sudah terdapat 214 anak stunting yang telah diangkat menjadi anak asuh. Salah satunya, oleh Bank Indonesia, yang telah mengangkat 27 anak di Kabupaten Manokwari dengan memberikan penanganan selama 3 bulan.
“Gerakan orang tua asuh begitu nyata sehingga seluruh stakeholder kabupaten kota turut berpartisipasi, hingga saat ini tercatat kurang lebih ada 715 anak yang diasuh. Kita berharap hal positif ini terus berlanjut untuk kebaikan generasi Papua yang berkualitas,” tuturnya.
Atas upaya-upaya yang dilaksanakan, Philmona berharap adanya penurunan kasus stunting dan semua pemangku kepentingan lebih bersinergi dalam melakukan intervensi dan harus berbasis data sasaran agar intervensi benar-benar mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh keluarga berisiko stunting.
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar.
Pertumbuhan dan perkembangan anak yang terhambat terutama perkembangan kognitif membawa dampak jangka panjang berupa keterbelakangan mental, rendahnya kemampuan belajar, dan risiko serangan penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi dan obesitas sehingga menjadi tidak produktif dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi dimasa mendatang.
Pemerintah memandang hal ini sangat serius sehingga menjadi agenda prioritas nasional dan dikeluarkan Presiden nomor 72 tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting yang melibat multipihak agar bersinergi, berkolaborasi untuk melakukan intervensi spesifik dan intervensi sensitif sehingga pada tahun 2024, prevalensi stunting turun menjadi 14 persen.
“Saat ini kita sedang dihadapkan pada tuntutan untuk mewujudkan sumber daya yang berkualitas menyongsong era bonus demografi yang puncaknya akan dirasakan pada tahun 2030-2045 pada saat Indonesia memasuki usia emas,” kata Philmona.
Dalam upaya percepatan stunting, telah dibentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) sampai ke tingkat desa, kelurahan atau kampung. Sampai saat ini telah terbentuk di seluruh tingkatan wilayah.
TPPS ini bertujuan untuk mengkoordinir seluruh sektor terkait dalam melaksanakan 8 aksi konvergensi, 29 indikator esensial dan 35 indikator supplay serta indikator strategi nasional yang tercantum dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 72 Tahun 2021.
Pelaporan TPPS sendiri untuk semester II tahun 2023 agar diunggah dalam website aksi bangda kementerian dalam negeri paling lambat 15 Januari 2024.
Dalam penanganan stunting, pemerintah provinsi Papua Barat dan Papua Barat Daya memiliki komitmen yang tinggi dalam menindaklanjuti Perpres dengan beberapa kebijakan dan strategi.
Diantaranya, dengan telah mengeluarkan peraturan Gubernur khususnya untuk provinsi Papua Barat dengan peraturan Gubernur nomor 17 tahun 2023 tentang percepatan penurunan stunting sebagai dasar hukum bagi seluruh upaya untuk mencegah dan mengeliminir kejadian stunting.
Pada kesempatan ini, Bank Indonesia (BI) melalui Program Sosial Bank Indonesia (PBSI) dalam rangka penanganan stunting memberikan bantuan paket makanan tambahan dan sembako senilai Rp. 82.790.000. [AND-R3]
