Manokwari, TABURAPOS.CO – Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Manokwari yang diketuai, Haries S. Lubis, SH, MH didampingi dua hakim anggota, Dr. Markham Faried, SH, MH dan Akhmad, SH, dengan mengembalikan excavator merek CAT 320 GX ke pemiliknya, PT Raja Multisarana melalui saksi, Ashudin alias Acing, dalam perkara tambang emas ilegal, patut dipertanyakan.
Excavator tersebut dipakai dalam penambangan emas tanpa izin (PETI) oleh sembilan terdakwa, yaitu: Jenery P. Banua alias Opa, Amelita Bungkaes alias Oma, Lexy Marunsenge alias Lexy, Mulyadi alias Mul, Arianto Sasoeng alias Anto, Donal Manurat alias Ona, Fenly Bungkaes alias Fenly, Onal A. Majumba alias Onal, dan Thadeus Fautngilyanan alias Rendy.
Menanggapi pengembalian 1 excavator yang dipakai menambang emas secara ilegal yang merusak lingkungan di Sungai Wariori, Kampung Driya, Distrik Minyambouw, Kabupaten Pegunungan Arfak, ditanggapi serius salah satu praktisi hukum, Yohanes Akwan, SH.
Ia menegaskan, excavator yang dipakai untuk suatu kejahatan, misalnya kasus penambangan emas ilegal, tentu saja tidak bisa dikembalikan ke pemiliknya.
“Itu harus disita atas nama negara walaupun ada perjanjian sewa-menyewa, karena barang bukti excavator itu dipakai untuk kejahatan. Tidak ada pengecualian di situ,” tandas Akwan yang dimintai tanggapan Tabura Pos di PN Manokwari, Jumat (12/1/2024).
Menurutnya, excavator itu seharusnya tidak dikembalikan ke pemiliknya, tetapi disita negara dan dilelang negara ketika putusannya sudah inkrah. “Lah, kalau dikembalikan, kita tanya, loh, ini ada apa,” sesalnya dengan nada tanya.
Menurut Akwan, apabila barang bukti excavator dikembalikan, bisa saja disebut bagian dari penghilangan barang bukti. “Mengembalikan to? Berarti salah satu instrumen dari hal-hal untuk melakukan kejahatan itu, ada hilang. Itu penghilangan alat bukti. Jadi, tidak ada cerita dikembalikan, harus dirampas oleh negara dan negara melelang barang bukti tersebut, bukan justru dikembalikan kepada pemiliknya,” ujar Akwan.

Akwan mencontohkan perkara bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar ilegal yang telah diputuskan di PN Manokwari, belum lama ini. Dalam putusannya, majelis hakim memutuskan menyita mobil Toyota Hilux yang dipakai mengangkut BBM ilegal.
“Nah, apakah mobil Toyota Hilux tersebut dikembalikan? Kan tidak dikembalikan. Kedua kasus ini kan narasinya sama. Saya tidak tahu mobil saya dipakai untuk angkut BBM ilegal. Tidak ada cerita, karena mobil mu sudah dipakai untuk kejahatan,” ujar Akwan membandingkan.
Lanjut dia, apa yang dilakukan negara terhadap barang bukti mobil Hilux, tidak lain adalah disita. “Sita, lalu dilelang dan selesai. Hal seperti inilah yang juga harus diterapkan dalam kasus-kasus tambang emas ilegal,” harap Akwan.
Ditegaskannya, barang-barang yang dipakai untuk memuluskan suatu kejahatan, itu menjadi satu kesatuan. “Apalagi ini dipakai merusak lingkungan. Sampai barang bukti excavator dikembalikan, patut dipertanyakan. Janganlah kita buat bodoh-bodoh publik,” pintanya.
Bahkan, kata Akwan, jika memang benar ada putusan majelis hakim yang memutuskan barang bukti excavator dikembalikan kepada pemiliknya, tentu saja akan menjadi yurisprudensi dalam setiap perkara tambang emas ilegal dengan alat berat, excavator.
“Yang lain bisa bilang, kan yang sebelumnya excavator dikembalikan, maka mereka punya juga harus dikembalikan. Tidak akan ada efek jera terhadap para pelaku pengrusakan lingkungan di tanah Papua,” tandas Akwan.
Dirinya menilai bahwa pengembalian barang bukti excavator kepada pemiliknya, sama saja memberi ‘karpet merah’ terhadap para pengusaha hitam atau pemilik excavator yang memfasilitasi pengrusakan lingkungan atau hutan di tanah Papua.
Di samping itu, Akwan mengatakan, tidak tertutup kemungkinan bahwa excavator yang dikembalikan PN Manokwari tersebut, dipakai lagi melakukan penambangan emas ilegal, karena mempunyai pegangan, ada surat sewa-menyewa excavator.
Berdasarkan catatan Tabura Pos, majelis hakim memutuskan untuk mengembalikan excavator merek CAT 320 GX terhadap pemiliknya, PT Raja Multisarana melalui saksi, Ashudin alias Acing.
Putusan itu dibacakan majelis hakim terhadap sembilan terdakwa penambang emas ilegal di PN Manokwari, Kamis (11/1/2024).
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana turut serta melakukan penambangan tanpa izin sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif kedua, penuntut umum.
Untuk itu, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Jenery P. Banua alias Opa, Amelita Bungkaes alias Oma oleh karena itu dengan pidana penjara masing-masing selama 1 tahun dan pidana denda masing-masing sejumlah Rp. 2 miliar.
“Dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dapat dibayarkan, maka diganti dengan pidana kurungan masing-masing selama 2 bulan,” ujar Haries Lubis.
Selanjutnya, untuk terdakwa, Lexy Marunsenge alias Lexy, Mulyadi alias Mul, Arianto Sasoeng alias Anto, Donal Manurat alias Ona, Fenly Bungkaes alias Fenly, Onal A. Majumba alias Onal, dan Thadeus Fautngilyanan alias Rendy oleh karena itu dipidana penjara masing-masing selama 10 bulan dan pidana denda masing-masing sejumlah Rp. 1 miliar.
“Apabila denda tersebut tidak dibayarkan, maka diganti dengan pidana kurungan masing-masing selama 1 bulan,” urai ketua majelis hakim.
Untuk barang bukti, sambung Haries Lubis, berupa 1 unit excavator merek CAT Caterpilar 320 GX, dikembalikan kepada PT Raja Multisarana melalui saksi Ashudin alias Acing.
Sedangkan sejumlah barang bukti plastik bening berisikan butiran-butiran emas, dompeng, dan alkon dirampas untuk negara. Barang bukti lain, yakni karpet, ram besi penyaring batu jaring saringan bening, wajan dulang kayu, skop, slang spiral, beberapa slang terpal, dan 2 timbangan digital, dirampas untuk dimusnahkan.
Lalu, 1 bundel berisi 6 lembar berkas surat perjanjian sewa-menyewa alat berat tetap terlampir dalam berkas perkara. “Membebani para terdakwa untuk membayar biaya perkara masing-masing sebesar Rp. 5.000,” tandas Haries Lubis.
Menurut ketua majelis hakim, para terdakwa beserta penasehat hukumnya, Paulus K. Simonda, SH, Ruben Sabami, SH, dan Paulus Renyaan, SH maupun JPU, Aminah Mustafa, SH, diberikan waktu pikir-pikir selama 7 hari untuk menerima atau menyatakan upaya hukum.
Dalam sidang beragenda tuntutan sebelumnya, JPU menuntut para terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana ‘melakukan atau turut serta melakukan atau menyuruh melakukan perbuatan melakukan kegiatan penambangan tanpa izin yaitu berdasarkan perizinan berusaha dari Pemerintah Pusat sebagaimana dalam dakwaan alternatif kedua, sebagaimana dimaksud Pasal 158 jo Pasal 35 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP, penuntut umum.
Lanjut JPU, menjatuhkan pidana terhadap para terdakwa dengan pidana penjara masing-masing selama 1 tahun dan 3 bulan (15 bulan), dikurangkan selama para terdakwa menjalani masa penangkapan serta masa penahanan, dan denda sebesar Rp. 2 miliar subsider 3 bulan penjara.
JPU juga menyatakan barang bukti berupa 1 excavator merek Cat 320 GX dengan tahun pembuatan 2022 warna kuning sesuai perjanjian sewa-menyewa alat berat antara terdakwa, Amelita Bungkaes dan Ashudin sebagai Direktur PT Raja Multisarana, dikembalikan kepada pemiliknya yang paling berhak, yakni PT Raja Multisarana atau Direktur Ashudin. [HEN-R1]