Dari Perkara Dugaan Pemerasan Sang Bupati
Manokwari, TABURAPOS.CO – VR, seorang admin media sosial (medsos) Facebook dan Intagram milik salah satu pemerintah daerah (pemda), dihadirkan dalam sidang perkara dugaan pelanggaran Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan atau pengancaman atas terdakwa berinisial JCSC terhadap korban, seorang bupati.
Saksi yang berstatus pegawai di Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokopim) tersebut, dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Manokwari, Ibrahim Khalil, SH, MH ke persidangan, Rabu (17/1/2024).
Sidang itu dipimpin ketua majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Berlinda U. Mayor, SH, LLM didampingi hakim anggota, Dr. Markham Faried, SH, MH dan Rakhmat Fandika Timur, SH, dengan agenda pemeriksaan saksi.
Dalam keterangannya, VR membenarkan adanya ujaran kebencian di dalam kolom komentar medsos yang dikelolanya bersama admin lain berinisial Ik. “Detailnya saya lupa,” kata saksi.
Dikatakan saksi, ketika melihat ada ujaran kebencian dalam kolom komentar, saksi langsung melakukan screenshot kalimat tersebut, lalu dihapus atau diblokirnya.
Lanjut VR, kalimat-kalimat ujaran kebencian tersebut pertama kali diketahuinya muncul pada 2022 dan terakhir September 2023.
“Setelah ada begitu, saya lapor ke Ibu Kabag dan beliau bilang akan diteruskan ke pimpinan. Setelah akun diblokir, muncul lagi akun-akun lain,” sebut VR.
Ditanya majelis hakim soal tugasnya sebagai admin medsos milik pemda itu, jelas saksi, tugasnya memposting kegiatan-kegiatan pimpinan, yakni bupati, wakil bupati, dan sekda.
Sementara penasehat hukum terdakwa JCSC, Yosep Malik, SH menanyakan, apakah saksi VR mengetahui sejumlah akun medsos seperti tertuang dalam dakwaan tersebut adalah milik terdakwa?
Menanggapi pertanyaan itu, saksi mengaku tidak mengetahui apakah akun-akun tersebut milik terdakwa atau orang lain. Sebab, kata VR, dirinya hanya melakukan screenshot, lalu diserahkan ke Kabag Prokopim untuk diteruskan ke bupati.
Terdakwa JCSC pun diberikan kesempatan majelis hakim untuk mengajukan pertanyaan. Namun ketika melihat terdakwa mau memberi penjelasan, bukan bertanya, langsung dihentikan majelis hakim.
Akhirnya, proses persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi ditutup dan akan dilanjutkan pekan ini dengan agenda masih pemeriksaan saksi dan ahli yang akan dihadirkan JPU.
Sebelumnya, dalam agenda sidang pemeriksaan saksi korban, sang bupati mengaku mengenal terdakwa melalui media sosial (medsos) dan membenarkan adanya pengancaman dan pemerasan yang dilakukan terdakwa.
Bahkan, sang bupati mengungkapkan apabila ancamannya tidak dipenuhi, maka terdakwa mengancam akan diekspos. Ditegaskan sang bupati, dia dan terdakwa tidak pernah bertemu langsung, apalagi berbuat hal-hal yang berbau asusila.
Menurut saksi korban, tindakan yang dilakukan terdakwa ini juga telah mengancam keluarga, bahkan sang istri.
Dikatakan saksi korban, dalam ancamannya, terdakwa menyebutnya sebagai seorang pejabat yang suka main perempuan. “Dia juga bilang saya berhubungan sampai hamil, tapi kapan saya ketemu dia,” kata saksi korban, dengan nada tanya.
Saksi korban melanjutkan, terdakwa mengancam secara langsung melalui Telegram dan ketika tidak dipenuhi, ancamannya langsung di-posting di Facebook dan media.
Diungkapkan sang bupati, terdakwa ini setiap kali minta uang sebesar Rp. 10 juta, Rp. 20 juta, dan pernah sampai Rp. 50 juta. “Pernah juga minta untuk beli truk, karena dia punya usaha, katanya,” ungkap saksi korban.
Soal kerugian yang dialami, sang bupati menyebut bahwa kerugian sekitar Rp. 300 juta lebih, bahkan hampir mencapai Rp. 400 juta.
Dikatakan saksi korban, sebenarnya dirinya tidak mempermasalahkan, tetapi keluarga juga menjadi korban, apalagi kerugiannya tidak sedikit, maka dia memutuskan untuk melaporkan kasus tersebut. “Saya juga jaga kredibilitas sebagai pejabat daerah,” tegas saksi korban.
Ketika dimintai tanggapan atas keterangan para saksi, terdakwa tidak membantah keterangan para saksi dan mengakui perbuatannya. Namun, ia membantah menggunakan banyak akun untuk melancarkan aksinya, tetapi hanya dua akun, sedangkan akun yang lain, tidak diketahui terdakwa. [TIM2-R1]


















