Manokwari, – Penyidik Kejati Papua Barat telah menaikkan status dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) penyediaan jasa tenaga keamanan gedung Kantor Gubernur Papua Barat, Arfai, Manokwari Tahun Anggaran 2017, dari penyelidikan ke penyidikan.
Kuasa hukum saksi berinisial AS yang juga Direktur PT. DSCP, Rustam, SH mengakui kliennya bersama beberapa pegawai di Biro Umum, sudah dipanggil penyidik untuk dimintai keterangan.
Awalnya, ungkap dia, penyidik mengirim undangan, sehingga dirinya yang mengetahui aturan, langsung menyurati Kajati Papua Barat, penyidik, ditembuskan ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Setelah itu tiba-tiba berubah, panggilan, ditingkatkan jadi penyidikan. Yang jadi pertanyaan, dalam penyidikan ini, apa dasar yang dipakai sebagai bukti adanya dugaan tipikor,” tanya Rustam yang dikonfirmasi Tabura Pos di Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Kamis (25/1/2024).
Sebab faktanya, sambung Rustam, semua bermula dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Majelis Pertimbangan Tuntutan Ganti Rugi (MPTGR), Inspektorat Provinsi Papua Barat yang menyebut ada kerugian keuangan negara sebesar Rp. 2,8 miliar lebih.
Dikatakannya, sebelum ada LHP, kliennya sudah diminta mengembalikan kerugian keuangan negara. Lalu pertanyannya, mengapa LHP belum ada, tetapi kliennya harus mengembalikan Rp. 430 juta. “Dasarnya apa dan dari mana perhitungan Rp. 430 juta tersebut,” tanyanya.
Ia membeberkan, setelah kliennya mengembalikan Rp. 430 juta, masih ada lagi pengembalian lain, dengan total sekitar Rp. 750 juta. “Ditambah lagi ada sertifikat tanah, BPKB mobil dan motor, itu setelah ada putusan MPTGR,” ungkapnya.
Ironisnya lagi, sesal Rustam, pengembalian lanjutan beserta sertifikat tanah dan BPKB yang disita tersebut, tidak dimasukkan, jika memang itu temuan dari LHP, dengan total Rp. 2,8 miliar tersebut.
“Mungkin kan bisa jadi Rp. 1 miliar lebih, tetapi pengembalian berikutnya tidak dimasukkan. Jadi, totalnya Rp. 2,8 miliar, dipotong Rp. 430 juta, sehingga tersisa Rp. 2,4 miliar sekian, lalu yang lain di mana,” tanya dia.
Dirinya menduga LHP yang dikeluarkan adalah palsu dan kasus pemalsuan ini sudah dilaporkan ke Polda Papua Barat untuk ditindaklanjuti.
“Sekarang lagi diproses di Krimum. LHP itu juga berjudul pengaduan dari Ditreskrimsus Polda Papua Barat, menurut sidang MPTGR dari Inspektorat,” katanya.
Rustam mengungkapkan, LHP dibuat itu karena adanya pengaduan dari Ditreskrimum Polda Papua Barat, ternyata bukan pengaduan, tetapi permintaan dokumen dalam rangka penyelidikan kasus ini.
“Judulnya atas pengaduan. Logikanya, mana ada APH mengadu ke APIP, harus sebaliknya. Itulah dasar LHP yang menyebut ada kerugian negara,” tendas Rustam.
Meski demikian, Rustam mengaku sejauh ini belum mengetahui apa dasar penyidik Kejati melakukan penyidikan, apakah atas LHP dari Inspektorat yang diduga palsu tersebut atau temuan sendiri.
Padahal, kata dia, penyediaan jasa tenaga keamanan gedung Kantor Gubernur Papua Barat Tahun Anggaran 2017 sudah diaudit BPK-RI dan dinyatakan tidak ada temuan.
“Pekerjaan tahun 2017 itu sudah diaudit BPK tahun 2018 untuk tenaga pengamanan dan jasa pengamanan di Kantor Gubernur, tidak ada temuan. Terus, apa yang mau dipakai, makanya saya pertanyakan dasarnya apa,” tukasnya.
Oleh sebab itu, ia berharap penyidik Kejati Papua Barat bisa bersabar, menunggu hasil penyelidikan dan penyidikan yang sedang dilakukan penyidik kepolisian terkait dugaan pemalsuan yang dilaporkan kliennya.
“Kalau ternyata LHP itu palsu, apakah tidak malu penegak hukum memakai data palsu untuk penyidikan suatu tindak pidana korupsi,” pungkas Rustam. [HEN-R1]