• Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak
Sabtu, Agustus 23, 2025
  • Login
Tabura Pos - Akurat dan Cerdas
  • Home
  • PAPUA BARAT
  • MANOKWARI
  • DAERAH
    • MANSEL
    • PEGAF
    • BINTUNI
    • TELUK WONDAMA
  • POLHUKRIM
    • HUKUM & KRIMINAL
    • PARLEMENTARIA
  • DIKKES
    • BUDAYA & PARIWISATA
    • KESEHATAN
    • PENDIDIKAN
  • EKBIS
  • KABAR PAPUA
  • LINTAS PAPUA
No Result
View All Result
  • Home
  • PAPUA BARAT
  • MANOKWARI
  • DAERAH
    • MANSEL
    • PEGAF
    • BINTUNI
    • TELUK WONDAMA
  • POLHUKRIM
    • HUKUM & KRIMINAL
    • PARLEMENTARIA
  • DIKKES
    • BUDAYA & PARIWISATA
    • KESEHATAN
    • PENDIDIKAN
  • EKBIS
  • KABAR PAPUA
  • LINTAS PAPUA
No Result
View All Result
Tabura Pos - Akurat dan Cerdas
No Result
View All Result
Home POLHUKRIM

Aktivis Perempuan Mengajak Gencarkan Sosialisasi UU TPKS

TaburaPos by TaburaPos
15/03/2024
in POLHUKRIM
0
Aktivis Perempuan Mengajak Gencarkan Sosialisasi UU TPKS

Aktivis perempuan, Yuliana Numberi

0
SHARES
37
VIEWS
Share on FacebookShare on Whatsapp

Manokwari, TP – Aktivis perempuan di Manokwari, Yuliana Numberi mengajak semua pihak, terutama organisasi perempuan untuk terus menggencarkan sosialisasi UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Menurutnya, dalam UU TPKS, terdapat pengaturan hak-hak anak korban kekerasan seksual yang membawa perspektif baru dalam penegakan hukum kasus kekerasan seksual.

Selain penegakan hukum, lanjutnya, UU TPKS juga mengatur hak perlindungan hingga pemulihan korban yang meliputi hak atas penanganan terhadap kasusnya.

Oleh karena itu, pihak kepolisian mempunyai peran dalam mempercepat proses penyelidikan dan penyidikan setiap kasus kekerasan seksual.

Tidak hanya itu, ungkap dia, di dalam UU TPKS, ada beberapa hak yang perlu diketahui dan harus diberikan terhadap korban yakni, hak atas informasi terhadap seluruh proses dan hasil penanganan, pelindungan dan pemulihan, hak mendapat dokumen hasil penanganan, hak atas layanan hukum, hak atas penguatan psikologis, hak atas pelayanan kesehatan meliputi pemeriksaan, tindakan, dan perawatan medis.

Ditambahkannya, melihat kondisi di Papua Barat, khususnya di Manokwari, kasus pelecehan seksual terutama berkaitan UU TPKS, masyarakat belum paham sepenuhnya proses penanganannya. Hal itu disebabkan kurangnya sosialisasi, sehingga pemahaman itu cenderung hanya ada di level orang-orang tertentu.

Ia menegaskan, kasus kekerasan seksual merupakan ancaman serius, sehingga semua lembaga atau organisasi kemasyarakatan, terutama organsiasi perempuan harus peduli terhadap masalah perempuan dan anak, terutama masalah kasus TPKS dan anak.

Yuliana mengakui, masalah kekerasan seksual di Manokwari cukup banyak dan beberapa diantaranya dilaporkan ke pihaknya atau Dinas Pemberdayaan Perempuan, tetapi proses hukumnya tidak bisa berjalan baik.

“Mungkin juga karena belum menerima sosialisasi dengan baik tentang UU TPKS ini,” kata Yuliana kepada Tabura Pos di salah satu hotel di Manokwari, Kamis (14/3).

Ia mengajak semua pihak, terutama organisasi perempuan untuk membuka ruang dan berkolaborasi mengedukasi serta melakukan sosialisasi tentang UU TPKS di tingkat masyarakat.

Seperti diketahui, ungkap dia, banyak kasus kekerasan seksual terjadi justru pelakunya orang terdekat, sehingga korban tidak tahu ke mana harus melapor, bahkan ada yang takut melapor.

Padahal, jelas dia, dalam UU TPKS sangat jelas ada karena masih banyak pelaku kekerasan seksual tidak diberikan sanksi hukum sesuai perbuatannya. Tidak hanya itu, sambung Yuliana, dalam UU TPKS ini memberikan resolusi untuk ganti rugi terhadap korban.

Ia menegaskan, hal ini harus menjadi perhatian, karena ketika korban mengalami trauma terhadap kekerasan seksual, lalu pergi berobat, mereka tidak tahu mau mendapatkan uang dari mana.

Di samping itu, ia menerangkan, proses hukum juga harus dilakukan, karena dalam UU TPKS juga menyatakan bahwa penyelesaian masalah kekerasan seksual tidak boleh dilakukan di luar pengadilan, harus di pengadilan.

“Oleh sebab itu, UU TPKS ini memberi ruang yang cukup untuk rasa keadilan bagi perempuan dan anak, terutama korban. Jadi, ketika terjadi kasus, jangan takut untuk melapor,” pintanya.

Ia membeberkan, kasus kekerasan seksual di Kota Manokwari seperti fenomena gunung es yang belum mencair. Artinya, jelas dia, banyak kejadian, tetapi banyak yang takut melapor. Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak untuk berkolaborasi mengurangi, bahkan menghapus kasus TPKS.

“Kalau terjadi, sanksinya jelas, hukumnya paling ringan 9 bulan penjara dengan denda Rp. 10 juta dan paling tinggi 20 tahun penjara dan dendanya Rp. 1 miliar,” pungkas Yuliana. [AND-R1]

Previous Post

Kasus Curanmor Libatkan Oknum TNI di Papua Barat Daya Dilimpahkan ke Otmil

Next Post

Anggota SatlantasPolresta Sorong Membagikan Takjil

Next Post
Aktivis Perempuan Mengajak Gencarkan Sosialisasi UU TPKS

Anggota SatlantasPolresta Sorong Membagikan Takjil

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

ADVERTORIAL ASTON

iklan

Browse by Category

  • BINTUNI
  • BUDAYA & PARIWISATA
  • DAERAH
  • DIKKES
  • EKBIS
  • HUKUM & KRIMINAL
  • KABAR PAPUA
  • KAIMANA
  • KESEHATAN
  • LINTAS NUSANTARA
  • LINTAS PAPUA
  • MANOKWARI
  • MANSEL
  • NASIONAL
  • News
  • PAPUA BARAT
  • PAPUA BARAT DAYA
  • PARLEMENTARIA
  • PEGAF
  • PENDIDIKAN
  • POLHUKRIM
  • Post
  • TELUK WONDAMA
  • Uncategorized
  • VIDEO

© 2022 TABURAPOS - Akurat dan Cerdas.

No Result
View All Result
  • Home
  • PAPUA BARAT
  • MANOKWARI
  • DAERAH
    • MANSEL
    • PEGAF
    • BINTUNI
    • TELUK WONDAMA
  • POLHUKRIM
    • HUKUM & KRIMINAL
    • PARLEMENTARIA
  • DIKKES
    • BUDAYA & PARIWISATA
    • KESEHATAN
    • PENDIDIKAN
  • EKBIS
  • KABAR PAPUA
  • LINTAS PAPUA

© 2022 TABURAPOS - Akurat dan Cerdas.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
error: Content is protected !!