Manokwari, TP – Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Papua Barat akan melakukan penanganan irigasi di kawasan-kawasan transmigrasi di wilayah Papua Barat.
Plt. Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Papua Barat, Derek Ampnir mengatakan, pihaknya akan turun ke kawasan transmigrasi karena berkaitan ketahanan pangan di tengah cuaca ektrem yang melanda Manokwari Papua Barat.
Kawasan transmigrasi merupakan lokasi penanaman padi di Manokwari. Cuaca ektrem sangat berdampak pada hasil panen para petani. Oleh karenanya, sarana prasarana pertanian perlu diperhatikan, agar para petani bisa tetap panen, dengan kondisi irigasi yang tetap terjaga.
“Kami akan melakukan monitoring ke lapangan khususnya kawasan transmigrasi guna mengecek pengembangan irigasi,”terang Ampnir kepada Tabura Pos, Kamis (21/3)
Pada bulan Februari – Maret 2024, curah hujan di wilayah Manokwari dan Papua Barat umumnya begitu tinggi. Akibatnya, terjadi kenaikan volume air yang meluap dibeberapa titik kali khususnya kawasan transmigrasi di Papua Barat.
“Yang kita khawatirkan jangan sampai kenaikan volume air berdampak pada sarana produksi pertanian seperti irigasi. Ini akan dikoordinasikan dengan Badan Penangulanan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Ketahanan Pangan dan juga Balai Wilayah Sungai (BWS) Papua Barat,” kata Ampnir.
Menurutnya, monitoring dan evaluasi sarana prasarana (sarpras) pertanian merupakan bagian dari menjaga produktifitas ketahanan pangan di Papua Barat.
Program ini juga sekaligus menindaklanjuti hasil rapat Penjabat Gubernur Papua Barat, Ali Baham Temongmere bersama Pimpinan Instansi Vertikal di Papua Barat, yang pada dasarnya kondisi wilayah transmigrasi harus dikoordinasikan dengan Pemprov Papua Barat.
“Kalau itu bencana, BPBD koordinasikan dengan Transmigrasi termasuk PUPR dan BWS Papua Barat,” terang Ampnir.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Papua Barat ini juga mengatakan, pihaknya akan kembali menggelar rapat evaluasi capaian dari rapat koordinasi terkait dengan penanganan kali Kasi, kali Waryori dan Sungai Membowi.
“Sungai Membowi ini adalah sungai mati, tapi setiap tahunya memberikan ancaman bagi warga di Kawasan SP 6, SP 5 tetapi juga penggunan jalan raya dan mengancam fasilitas-fasilitas umum seperti SMK dan SMP,” ujarnya.
Ampnir mengatakan, pihaknya akan bersinergis dengan Balai Wilayah Sungai Papua Barat dan BPJN Papua Barat agar ruas jalan trans Papua Barat- Papua Barat Daya terakses dengan baik.
“Kami akan melihat ke lapangan sejauh mana penanganannya. Kami terus berkoordinasi bersama instansi teknis, baik vertical maupun otonom agar semua tugas-tugas ini dikerjakan dengan prinsip kerja sama untuk mencapai target pengurangan resiko bencana,” ujar Ampnir.
Volume air kali yang meluap dan mengancam sejumlah fasilitas public dan dikabarkan juga dampak dari aktifitas tambang illegal, Ampnir mengatakan, harus ada bukti bahwa memang akibat dari aktifitas tersebut.
“Selama ini masyarakat adat bekerja sama dengan pihak lain, tapi belum ada data valid yang mengungkapkannya. Namun, bajir yang terjadi saat ini dan berdampak pada fasilitas publik akibat dari kenaikan volume air, adalah akibat cuaca ekstrim yang melampaui batas normal sesuai hasil prakiraan dari BMKG dan Klimatologi,” jelas Ampnir. [FSM-R3]



















