Manokwari, TP – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat siap menghadapi praperadilan yang dilayangkan oleh FDJS, tersangka kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Penyalahgunaan Dana Tambahan Penghasilan Berdasarkan Beban Kerja PNS dan Belanja Tunjangan Khusus pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2023.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Papua Barat, Dr. Harli Siregar mengatakan, praperadilan yang diajukan adalah hak dari tersangka.
Menurutnya, praperadilan merupakan mekanisme yang diberikan oleh Undang-undang kepada setiap orang yang merasa ada hak-hak yang masih terabaikan secara prosedural.
Selaku penyidik pihaknya tentu akan siap mengingat dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka tindak pidana korupsi memiliki dasar. Setidaknya ada bukti permohonan yang cukup yang diperoleh setidaknya dari dua, yakni alat bukti dan keterangan saksi.
“Ada juga surat, misalnya ada ahli dan seterusnya dan penyidik sudah berketetapan hati bahwa memiliki bukti-bukti nanti kita kontes di persidangan yang pasti kita siap dan ini bukan yang pertama,” tegas Harli kepada wartawan di Kejati Papua Barat, Selasa (26/03).
Sebelumnya Kuasa hukum tersangka, Yan C. Warinussy melalui siaran persnya yang di terima Tabura Pos melalui pesan WhatsApp pada, Senin (25/03) mengungkapkan bahwa sesuai dengan jadwal sidang pra peradilan untuk Pemohon Nomor : 1/Pid.Pra/ 2024/PN.Mnk, tanggal 20 Maret 2024. Seyogyanya dilaksanakan di Pengadilan Negeri Manokwari Kelas I B pada, Senin (25/03).
Pihaknya telah menunggu namun Kajati Papua Barat selaku termohon tidak hadir dan tidak menunjuk kuasanya untuk mewakilinya. Akhirnya sidang dibuka oleh Hakim Tunggal Akhmad, SH didampingi panitera pengganti.
Panitera Pengganti mengatakan, termohon tidak bisa hadir karena sedang melakukan pemeriksaan saksi-saksi. Alasan tersebut mendasari Hakim Praperadilan untuk menunda sidang hingga Selasa 23 April 2024 mendatang.
Sebagai Kuasa Hukum Pemohon Praperadilan, Warinussy mengaku sangat menyesalkan atas sikap dan tindakan Kajati Papua Barat selaku Termohon Praperadilan yang sama sekali tidak menunjukkan sikap menghormati pengadilan yang sudah memanggilnya secara patut menurut hukum.
Warinussy menganggap sikap tersebut cenderung tidak profesional dalam menghadapi upaya praperadilan yang merupakan bagian dari langkah korektif sebagaimana diatur dalam pasal 77 hingga pasal 83 dari Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Kami sebagai pihak termohon justru memandang Kajati Papua Barat selaku Termohon sesungguhnya diduga sedang berupaya menafikan permohonan pra peradilan dengan mengulur waktu agar sedapat mungkin bisa segera melimpahkan berkas perkara klien kami ini ke pengadilan demi bisa menggugurkan permohonan praperadilan klien kami,” ungkapnya.
Warinussy menambahkan kliennya mengajukan permohonan pra peradilan untuk menguji penetapan status dirinya selaku tersangka dalam perkara Tipikor berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-01/R.2/Fd.1/03/2024, tanggal 01 Maret 2024 serta Penahanan diri kliennya berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor : PRINT-01/R.2/Fd.1/03/2024, tanggal 01 Maret 2024.
Surat tersebut sudah diperpanjang oleh termohon berdasarkan Surat Perintah Perpanjangan Penahanan Nomor : 01/RT.2/R.2/Ft.1/03/2024, tanggal 19 Maret 2024 yang ditandangani secara elektronik oleh Kajati Papua Barat Dr.Harli Siregar.
Sebelumnya Kejati Papua Barat telah menetapkan mantan Kepala Disnakertrans Papua Barat berinisial FDJS sebagai tersangka pada, Jumat (01/03/2024) lalu yang disangkakan telah menyebabkan negara mengalami kerugian keuangan negara atau daerah sebesar Rp. 1.074.118.209 berdasarkan perhitungan akuntan publik yang mana nilai itu seharusnya dikembalikan jadi kas daerah tapi itu seolah-olah sudah digunakan. [AND-R3]