Manokwari, TP – Keberadaan Komisi Informasi Provinsi (KIP) Provinsi Papua Barat dinilai sangat urgen dalam rangka pemenuhan hak publik untuk mendapatkan layanan informasi publik.
Hal ini disampaikan salah satu praktisi hukum di Manokwari, Patrix B. Tandirerung, SH, sebagaimana amanat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Dikatakannya, jika komisioner KIP Papua Barat periode 2023-2027 terpilih belum segera dilantik, maka akan menghambat pemenuhan hak publik untuk mendapatkan informasi.
“Dari media yang say abaca, Komisi I DPR Papua Barat sudah mengumumkan 5 nama calon komisioner KIP Papua Barat hasil tahapan fit and proper test. Hasil ini sudah diumumkan ke publik, maka seharusnya proses administrasi dan pengesahan komisioner ini harus ditindaklanjuti ke eksekutif,” jelas Tandirerung kepada Tabura Pos di Pengadilan Negeri (PN) Manokwari, Senin (25/3/2024).
Sekaitan dengan pengumuman hasil fit and proper test calon anggota KIP Papua Barat tanpa surat resmi dari lembaga DPR Papua Barat, kata dia, seharusnya hasil fit and proper test dikeluarkan melalui surat pengumuman secara resmi dari Komisi I DPR Papua Barat sebagaimana tata administrasi pemerintahan, karena ini lembaga formal.
Dengan demikian, jelas Tandirerung, ketika ada pihak yang misalnya keberatan, maka rujukannya sudah jelas. Dikatakannya, harus ada dokumen resmi dari lembaga yang benar-benar bisa dijadikan sebagai rujukan oleh publik, terutama bagi calon komisioner yang namanya disebutkan.
Dirinya menilai, dari kelima nama calon komisioner KIP Papua Barat yang sudah diumumkan, sangat representatif untuk kerja-kerja layanan informasi ke depan.
“Saya tahu karena sedikit banyak terlibat rangkaian diskusi ketika lembaga ini ingin dibentuk bersama teman-teman LSM maupun teman-teman media kala itu, sehingga lembaga ini sangat urgen untuk percepatan kehadirannya,” ujar Tandirerung.
Menurut dia, kehadiran lembaga ini, diamanatkan oleh konstitusi negara untuk hadir dalam rangka pemenuhan hak publik. Apabila prosesnya sudah sekian lama, kata dia, maka sesungguhnya hak publik sudah terabaikan.
“Kalau tidak ada komisionernya, bagaimana lembaga ini dapat dijalankan untuk pemenuhan hak publik terkait layanan informasi,” kata Tandirerung. [FSM-R1]